5. Perlindungan.

1.8K 181 15
                                    

"Gak ada yang bisa nolongin lo disini, Tata." Ia panic setengah mati berlari mencari pintu keluar, menemukannya, berusaha menendangnya sekuat tenaga agar terbuka. Tangisnya hampir pecah menjadi jeritan saat cowok itu menyentuh pundaknya. "Apalagi kak Bian serta kak Rika tercinta lo, sayang. Trima saja."

Ia menggeleng sambil berusaha menyikut cowok itu saat dirinya diseret menjauh,  Kepalanya serasa pecah berkeping - keping disertai pusing yang menyakitkan saat terbentur dinding. "Menjauh dari gue!"

Aroma darah segar menguar dari hidungnya saat cowok itu menunduk, lalu menarik rambutnya sangat kuat hingga ingin mati. "Selamanya kenangan indah kita hari ini, akan buat lo gak bisa berpaling ke cowok manapun. Gue akan ikuti lo kemanapun, Tata."

"begitu juga dengan mereka."

Kerumunan beberapa cowok – termasuk yang di kafee tadi, mendekat dengan seringai mengerikan, menghilangkan cowok itu dalam pandangan. Ia beringsut secepat mungkin hingga terhenti di ujung ruangan, memeluk diri sebagai perlindungan saat mereka tersenyum sembari meraba tubuhnya.

"JANGAN! PERGI KALIAN SEMUA! GAK! LEPASIN! LEPASIN!"

Bian langsung meloncat dari sofa, mendekati Lista yang menjerit sambil menangis histeris dalam tidurnya. "Dek, bangun."

Lista bergeming. keringat dingin bercucuran sangat banyak disertai suhu tubuhnya menurun drastis, Seolah adiknya berada dalam freezer. "Lista, buka matanya. Semua cuma mimpi."

"Lo siapa?!"

Cara Lista beringsut sambil menarik selimut ntuk menutupi tubuhnya, disertai sorot mata sangat ketakutan membuat hatinya teriris. "Gue kakak lo, Lista. Bukan dia."

Dengan sangat perlahan ia mendekati Lista, langsung berhenti ketika adiknya loncat dari ranjang lalu berlari ke sudut sambil berjongkok. "Gue bukan mereka, adek."

Menyerah akan respon Lista yang menyakitkan, iamelangkah ke arah meja kecil samping ranjang, menemukan ponselnya dalam gelap, lalu menekan tombol speed dial 1, mengucapkan beberapa patah kata saat terhubung dengan tatapan mengawasi.

Ia butuh bantuan.

"Dek. Ini kak Erika. lo aman sama kakak, sayang." kehadiran kak Erika yang berkata pelan sambil mengelus kepala Lista yang tertutupi selimut, berbuah berhasil saat adiknya menatap bingung mereka berdua, lalu menjauhkan selimut yang menjadi tembok pertahanan dari sentuhannya, membuatnya ingin memeluk Lista dengan sangat erat.

Kendalikan diri, Bian.

"Kak Rika? Kak Bian?"

Ia menarik napas ntuk menenangkan diri saat Lista akhirnya mengenalinya. "Iya adek?"

"Kenapa gue tidur disini?"

Itu juga yang jadi pertanyan gue. Batin Erika saat menatap kembarannya dalam kegelapan. Ia tau Lista parno luar biasa akan ruangan gelap, hingga selalu mencari dirinya. Bukan Bian. Apakah Lista sudah mengalami kemajuan? 

Mungkin gue harus konsultasi dengan tante Adel. Yah, hanya itu satu - satunya jalan mengingat tantenya adalah psikiater dan tahu cara menangani Lista - melalui dirinya. Bian sendiri tak bisa diharapkan karna selalu mengandalkan tinju - bukan otak.

Masalah Lista takkan selesai dengan tinju.

"Karna lampu mati dan lo gak berani tidur sendiri. Jadi memohon ntuk tidur bareng gue disini." Ia menahan diri mati – matian untuk tidak mengelus kepala adiknya. "Gue tidur di sofa sambil peluk boneka Harimau milik lo."

Be Yours?! DAMN!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang