Orang tua atau Rindu

2.5K 297 18
                                    

Swipe,

Swipe,

Swipe

Arthit sudah menghitung selama 20 menit tapi kegiatan itu tidak tampak akan berhenti dalam waktu dekat. Dia dan kekasihnya memang sudah tidak menganut konsep personal space entah sejak kapan, Arthit tidak keberatan saat Kongpob mengotak-atik ponselnya, membuka sosial media atau sekedar browsing dari sana, asalkan tidak menggunakannya untuk mengirim pesan atau menelepon tanpa ijin. Meskipun hal itu jarang terjadi, namun baik Arthit maupun Kongpob seakan sudah menyepakati hal itu dalam diam.

Dan malam ini, Arthit memperhatikannya tidak seperti biasa. Awalnya dia melihat Kongpob membuka ponselnya saat dirinya berkutat dengan email pekerjaan. Berpikir kalau itu hanya sarana membunuh kebosanan menunggu dirinya bergabung ke tempat tidur, Arthit mengangkat bahu dan meneruskan kegiatannya. Namun sampai dirinya benar-benar merebah di samping Kong dan mematikan lampu, laki-laki disampingnya tidak tampak akan mengakhiri kegiatannya.

Sigh...

"Oke, sekarang malah menghela nafas. Sebenarnya ada apa di kepalamu, huh?" Tanya Arthit tidak sabar, membuat Kongpob terkejut karena tidak menyadari pergerakan kekasihnya yang sudah sejajar disampingnya. Arthit melirik ponselnya, dan melihat galeri foto keluarga terbuka disana.

"P'Arthit. Ayahmu seperti apa, sih?" Tanya Kongpob kemudian.

Arthit mengangkat alis, namun menjawab juga "Ayahku pekerja keras dan ramah. Dia jarang di rumah karena harus bekerja. Tapi waktu kecil, setiap kali ada kesempatan libur, beliau selalu mengajak sekeluarga untuk piknik, kalau tidak bisa jauh ya... kita habiskan di kebun belakang rumah. Yang jelas hari libur keluargaku tidak pernah membosankan"

"Kalau Ibumu?"

"Ibuku galak" Jawab Arthit terkekeh, dia meneruskan bayangan masa kecilnya yang diwarnai omelan "Dia kebalikan Ayahku. Karena aku anak tunggal, aku cenderung manja dan semua keinginanku harus dituruti, Ibuku yang sering mendisiplinkanku dan tidak segan-segan memukul kakiku kalau aku mulai bandel. Tapi beliau juga yang rutin membangunkanku setiap pagi dan mengajakku ngobrol beberapa menit untuk mengusir kantuk. Dan lihatlah sekarang, tanpanya... Aku tidak bisa bangun pagi sama sekali"

Kongpob sudah berbaring miring saat cerita itu selesai, tersenyum seolah merasakan kehangatan yang sama dengan pasangannnya

"Kau mirip mereka" celetuknya

"Huh?"

"Galak tapi manis seperti ibumu. Ramah dan pekerja keras seperti Ayahmu"

"Stop it!" Bentak Arthit, menolak tersenyum. Laki-laki itu buru-buru mengalihkan pembicaraan sebelum godaan lain hinggap di kepala juniornya, "Kenapa tiba-tiba bertanya tentang orang tuaku? Apa kau ingin berkunjung?"

"Mungkin"

"Kau serius?"

"Liburan sebulan lagi... Apa aku boleh kesana?"

Arthit tidak seterkejut itu sebenarnya, toh, mereka sudah pernah berjanji membuka hubungan ini pelan-pelan ke keluarga masing-masing, namun mendengar rencana yang diucapkan mendadak itu, membuatnya berpikir juga

"Bukannya kau akan ke Jepang dengan keluargamu, ya? Dua minggu. Memangnya ada waktu ke kampung halamanku setelah itu? Percayalah, kau tidak akan sanggup kalau hanya tinggal sehari-dua hari disana"

Arthit tidak bohong, Ibunya memang galak, namun sangat pintar membuat betah teman-temannya tiap kali mereka berkunjung. Masakannya, perhatiannya, dan kebun belakang rumahnya yang nyaman dipakai bersantai, rumahnya sudah seperti area piknik pribadi untuk siapapun yang datang.

Sigh...

Kong menghela nafas lagi, alarm di kepala Arthit mengatakan bahwa kepala pacarnya sedang penuh beban "Aku hanya merasa tidak adil, Phi. Kau selalu memikirkan hubungan kita sampai jauh kedepan, sampai ke orang tuaku. Tapi aku... selama ini aku cuma membesar-besarkan hatiku dan lupa kalau kita tidak hidup berdua saja di dunia ini"

"Kau baru sadar, huh?" tanya Arthit pura-pura sebal. Dirinya sendiri berusaha menahan senyum melihat Kong yang memanyunkan bibir, tapi kemudian tidak tahan juga dan akhirnya terkekeh.

Dia lantas mencubit bibir kekasihnya,

"Yak! Berhenti manyun seperti itu. Oke, aku mengerti maksudmu. Tapi bukan berarti kita bisa melakukannya dengan terburu-buru. Dan lagi, Kong! Kau harus tetap mendahulukan keluargamu. Kau sendiri yang bilang kalau Ibumu sudah sangat rindu dan ingin menghabiskan liburan tahun ini denganmu, bayangkan bagaimana perasaannya kalau putranya mendadak membatalkan rencana seenaknya"

Kongpob mengangkat kepalanya untuk menangkap tatapan Arthit dengan lebih jelas "Bagaimana kalau aku ganti liburan keluargaku jadi ke rumahmu?" Tawarnya sembari mengangkat alis.

Arthit berdecak "Bagian mana dari kalimat 'jangan terburu-buru' yang tidak dimengerti oleh otakmu, huh? Kau mau melemparkan Bom ke mereka, ya?"

Kongpob kembali merengut dan menjatuhkan kepalanya ke atas bantal, tangannya menggenggam tangan Arthit dan memainkannya "Tapi dua minggu, Phi. Kita tidak akan bertemu selama dua minggu. Kau mungkin akan rindu setengah mati padaku"

Arthit terdiam, dia tahu kalau Kongpob hanya menggoda, toh jaman sekarang teknologi sudah bisa mengikis jarak seberapapun jauhnya, ditambah kenyataan bahwa memang sebelumnya mereka sudah jarang bertemu karena kegiatan masing-masing, seharusnya ini bukan masalah. Namun saat mengingat kalau mereka benar-benar berpisah sejauh itu, tanpa ada kemungkinan Kongpob akan menyelinap ke apartemennya atau mencegat di depan kantor hanya untuk makan malam bersama, Arthit sudah merasa rindu.

"Phi?"

"Hmm?"

"Aku sudah merindukanmu padahal kita belum berpisah"

Arthit terkejut karena kekasihnya menyuarakan hal yang menjadi isi hatinya, lengkungan sabit tanpa sadar muncul di bibirnya. Arthit lantas berbaring miring, dan mengejutkan Kongpob dengan ciuman singkatnya.

"Daripada terus menggalau, kenapa tidak kita gunakan saja waktu sebelum dua minggumu itu sebaik-baiknya" Ujarnya diikuti kedipan mata penuh maksud.

Sang junior awalnya terkejut namun tersenyum senang setelah mencerna maksud perkataannya. Ya, seharusnya mereka menikmati yang ada dan menyerahkan masa depan di tangan waktu. Sama seperti Kongpob yang menyerahkan bibirnya dieksplorasi oleh orang yang dia cintai. Dalam hatinya tersenyum menang, selama sebulan ini, dirinya akan punya alasan untuk terus menempel pada Arthit tanpa khawatir diusir atau ditendang 😉

Pillow TalkTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang