14. Move on?

314 44 40
                                    

"Selain pengecut dia juga sedikit ceroboh, asal kau tahu itu."

Harim terkekeh mendengar penuturan NaBi yang mulai melebar. Saat ini Harim sedang belajar pada NaBi, bagaimana membuat latte art yang benar selagi cafe masih sepi.

Mulanya, Harim hanya bertanya apa Namjoon akan memarahinya karena datang terlambat? Tapi rupanya pertanyaannya itu justru memancing NaBi mengatakan segala hal tentang Namjoon, termasuk cerita SMA penuh bullying. Namjoon yang di bully karena sikap pengecutnya. Itu yang NaBi bilang.

Harim tersenyum, satu informasi berhasil didapatkan. Ternyata Namjoon dan NaBi sudah berteman sejak lama. Pantas saja mereka sangat dekat.

Kepala Harim menoleh ke kanan dan ke kiri, memastikan kalau orang yang dibicarakan memang sedang tak ada dalam radius dekat hingga harus mendengar perbincangan mereka yang mungkin sedikit tak sopan.

Setelah dirasa aman, barulah Harim menanggapi.
"Ah, kalau yang itu aku sudah tahu," ia tertawa kecil. "Aku sering melihatnya. Bahkan saat ia menjatuhkan slide etalase, aku diam-diam tertawa. Eonni.. kau harus lihat bagaimana ekspresinya saat itu. Muka melongonya cocok dijadikan...meme." Untuk kata terakhir Harim sengaja mengatakannya dengan suara kecil, takut ada yang dengar.

Tapi saat NaBi tertawa, Harim kembali melanjutkan ucapannya yang tertahan, merasa ada yang sependapat dengan opininya yang kurang ajar.

"Setelahnya ia langsung mencari eonni. Seperti anak kecil yang langsung mengadu pada Ibunya." Tawa renyah keduanya menggema sampai akhirnya Harim memutusnya lebih dulu.

Bibirnya yang terbuka berangsur mengatup. Ia memperhatikan gadis tomboy didepannya lekat, menatapnya penuh makna sebelum senyum tipisnya kembali tercetak pada wajah kecilnya.

"Rasa-rasanya Tuan tak bisa jauh-jauh darimu," lirihnya, masih berusaha menampilkan senyum terbaiknya yang dipalsukan.

"Kalian berdua serasi. Kenapa tidak pacaran saja, eonni?" Hal itu otomatis membuat aktivitas NaBi terhenti seketika. Dan Harim masih berusaha tenang kala NaBi mendelik cepat ke arahnya.

Sejak hari pertama ia menginjakan kakinya di tempat ini dan sejak salah satu karyawan mengatakan hanya ada satu barista perempuan yang dipekerjakan disini, Harim selalu penasaran dengan 'jalur khusus' yang mereka bicarakan.

Apanya yang khusus? Meski beberapa menit lalu, tanpa sepengetahuannya NaBi sudah memberinya sedikit jawaban atas hubungan mereka. Namun, tetap saja tak membuat pertanyaan-pertanyaan dalam benak Harim berhenti disitu saja. Justru dengan begitu,  keingintahuannya semakin mencuat.  Ingin memancing NaBi supaya wanita itu mengatakan soal perasaannya pada Namjoon.

Ayolah, tak ada persahabatan antar cewek-cowok tanpa melibatkan hati. Karena Harim juga begitu.

Harim tak mengelak soal hatinya yang sudah lama terkunci pada sahabatnya sendiri.

Terdiam sejenak, NaBi menangkap hal lain dari sorot mata Harim yang bergerak gusar sampai akhirnya ia mendeklarasikan hal ini. Harim sedang cemburu padanya.

"Kau cemburu?," Sarkasnya menatap Harim dengan mata memicing.

Harim membiarkan rahangnya jatuh untuk sejenak. Tak menduga kalimat yang paling dihindarinya justru lolos dari mulut NaBi. Apa sebegitu terlihat jelasnya kekhawatiran Harim atas jawaban NaBi?

"Ti-tidak. Kau sepertinya salah menangkap maksudku, eonni."

Tentu saja. Menurut Harim, apa yang diucapkan NaBi seperti sebuah lelucon. Untuk apa dirinya merasa cemburu pada laki-laki yang belum pasti ia cintai? Harim terlalu yakin kalau perasaannya pada Namjoon masih berada pada tahap 'mulai menyukai' bukan 'mulai mencintai'.

DNAWhere stories live. Discover now