[1] Not a Normal Person

3.5K 476 47
                                    

"hyung, ini warna apa?"
"ini warna merah"
"uhh aku benci warna merah"
"kenapa?"
"itu warna darah, hyung"

★✩-definitely felix-✩★

'
'
'

"Kau hebat!" Felix membuka pintu ruangan itu semakin lebar. Dia sangat merasa kesulitan untuk membuka pintu yang berat itu.

"Kau dengar aku? Kau hebat!" Felix berjalan mendekati pria berambut hitam yang memiliki tatapan dingin itu setelah berhasil masuk ke ruang yang bertuliskan RUANG MUSIK.

"Hei?" Tidak mendapat jawaban, felix duduk disebelah lelaki itu dan memencet satu tut pada piano tersebut.

"Siapa kau?" Lelaki disampingnya akhirnya mengeluarkan suaranya walaupun sangat kecil. Seperti mendesis, auranya benar-benar dingin.

"Aku Felix. Felix Lee." Felix tersenyum. Memajukan tangan kanannya. Ingin bersalaman.

"Sedang apa kau disini?" Lelaki itu tidak membalas. Hanya merapikan buku-buku musik yang berada di sekitarnya.

"Aku sedang bersekolah. Ini seragam baru ku!" Felix berdiri dan menunjukkan seragamnya sendiri dengan bangga.

"Bukan itu" Lelaki itu akhirnya menatap Felix. Tatapan itu menghangat saat melihat Felix memberikan senyum khasnya. Tetapi dalam sepersekian detik, rasa hangat itu lenyap. Benar-benar hanya sesaat.

"Siapa namamu? Apa kau seniorku?"
Felix kembali duduk disampingnya. Sekali lagi, ia menekan tut piano dan tersenyum.

"Kau belum menjawab pertanyaanku"
Lelaki itu masih sibuk dengan buku-buku musiknya, yang beberapa lembar terlepas. Seperti buku yang telah lama sekali digunakan.

"Pertanyaanmu? Sudah ku jawab. Namaku Felix, siswa tingkat 2 dan aku sedang bersekolah" Felix memajukan kepalanya, menengok ke arah lelaki itu. Mencoba mencari mata dingin itu lagi.

"Mengapa kau bisa masuk sini?"
Lelaki itu selesai dengan urusan buku-buku musiknya yang berantakan dan beranjak berdiri dari kursi nya.

"Oh itu, aku mendengar permainan piano mu!" Felix kembali ingin menekan tut itu, tangannya telah bersiap menekan sambil mengatakan "Siapa namamu?"

Lelaki itu menahan jari Felix dan menatap dingin Felix. "Kau tak baca nametag ku?" katanya.

"Ah ya.. Hwang Hyunjin?" Felix membulatkan mulutnya seraya mengerti bahwa lelaki dihadapannya ini telah memiliki tanda pengenal.
"Rasanya aku ingin cepat memiliki Nametag. Agar semua orang mengenalku!" Felix menarik jarinya dari tangan Hyunjin.

"Kau ingin terkenal?" Hyunjin menatapnya heran. Seperti bocah, pikirnya.

"Tidak, tapi aku ingin punya banyak teman" Sahut Felix. Hyunjin semakin yakin, lelaki didepannya yang mengaku bahwa namanya adalah Felix Lee merupakan bocah. Ya, bocah.

"Kau bercanda.." Hyunjin pergi meninggalkan Felix. "Jangan merusak" katanya, tanpa berbalik sedikitpun.

"Rusak? Aku tidak seceroboh itu, Hyunjin-ssi"

"Kupegang kata-katamu"

"Ah.. dia keren"

'
'
'

Ponsel Felix berdering. Hanya ada dua kemungkinan. Changbin Hyung atau Ibunya. Tetapi ibunya tidak mungkin menelponnya di jam sekolah seperti itu. Lalu ini pasti Changbin Hyung, pikirnya.

"Ah benar, si bawel itu" Felix menggerutu dan mengangkat panggilan tersebut.

"YA! FELIX LEE" Dalam sepersekian detik, suara diseberang sambungan telpon tersebut mengagetkannya.

"Hyung, suaramu! Tidak usah berteriak seperti itu"

"KATAKAN DIMANA KAU SEKARANG" Intonasi Changbin tidak menunjukkan dia sedang marah kepada Felix. Tetapi seperti induk ayam yang kehilangan anaknya. Khawatir dan.... bergetar?

"Hyung.. ada apa?"

"Tolong jawab aku... Felix"

"Aku diruang musik"

"Aku akan kesana. Aku sedang dikantin. Tunggu disitu."

"Tidak, aku yang akan ke kantin. Lagipula aku haus"

"Baiklah, datanglah kesini. Perhatikan jalanmu, jangan matikan telponnya"

"Aku bukan anak kecil!"

"Kau hanya kusuruh untuk membiarkan telponnya tetap tersambung, aku tidak menyuruhmu membeli balon dan memakan ice cream. Jadi itu bukan hal yang membuat kau terlihat seperti anak kec-"

"Hyung, mengapa pintu ruangan musik susah sekali dibuka?"

"Pintu ruangan musik? Ah.. kau tahu, ruangan musik merupakan ruangan yang kedap suara, jadi-"

"Ahh.." Felix mendesis. Matanya menatap telapak tangannya tak percaya. Darah keluar sedikit demi sedikit. Ia tertusuk kawat di dekat pintu tersebut

"Felix? Are you ok?"

"I'm.... bleeding"

"Shit! Felix, jangan matikan telponnya"

"Hyung, but I'm ok"

"You never be ok when you're bleeding!"

Changbin berlari secepat yang ia bisa. Ia berlari ke kelas, mengambil beberapa obat dan plester dari tasnya di kelas. Dan berlari seperti orang kesetanan menuju ruang musik.

"Felix" Suara Changbin masih terdengar dari sambungan telepon mereka

"Yes hyung"

"Aku hampir sampai"

"Hmm.." Felix menggumam, melangkahkan kakinya ketempat piano tersebut berada. Menekan beberapa tuts disana.

Changbin membuka pintu ruangan musik yang ia akui memang sedikit berat. Ia menemukan Felix duduk di kursi depan piano.

Darahnya disana mengalir dari telapak tangan menuju jarinya, membekas di tuts piano yang ia tekan satu persatu.

"Shit" Changbin mendesis pelan. Ia menjatuhkan semua isi didalam kantong plastik yang ia bawa. "Seberapa besar lukamu?"

"Mungkin sepanjang 7cm hyung"

"God! Seberapa dalam?" Changbin mengambil obat dan memperkirakan panjang plester dan perban yang diperlukan untuk menutup luka Felix. "Kemarikan tanganmu"

"Tidak tahu, ini terkena kawat disana" Felix menunjukkan lukanya kepada Changbin. "Kuharap saat istirahat berakhir, darah ini berhenti keluar"

"Ya.. aku akan mengobatinya" Changbin bergetar.

"Kau tahu apa hal yang aku benci di dalam hidupku, hyung?" Lirih Felix. Changbin terdiam. Ia tahu, sangat tahu apa yang akan Felix katakan.

"Menjadi penderita Hemofilia"

Changbin terdiam.

Ia tahu, luka ini tidak akan membuat Felix pingsan dalam sekejap karena kekurangan darah. Tapi, psikologis Felix yang akan sangat terguncang dan dapat membuat kondisinya semakin memburuk.

"Kau... tolong jangan katakan itu lagi. Kau istimewa Felix-ah"

'
'
'

Hello,
Definitely felix, here!

Gimana chapter pertama ini?
Aku pelan-pelan memunculkan karakter tiap chapternya.

Tenang, abang Channie akan muncul di chapter depan 👀👀

Sejujurnya aku sedikit ragu untuk melanjutkan FF ini, karena membawa kasus penyakit seperti ini. Takut ada pihak yang (mungkin) tersinggung ataupun kesalahan dalam riset.

(Mohon maaf kalau ada kesalahan dalam penulisan, pemilihan kosa kata, dan detail lainnya.)

Vote and comment if you want me to continue this story :')

Best regards,
Definitely felix

Perhaps Love [Bangchan x Felix Straykids]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang