Iruka's point of view
Pagi hari di hari Jumat, seorang murid perempuan kelas 3A menukar bunga lili merah muda yang sudah layu dengan Musaenda yang masih segar di meja guru di kelasnya. Aku baru saja memasuki kelas dan ribut-ribut khas kelas anak sekolah dasar lenyap. Topik yang aku ajarkan sama dengan kelas lainnya, yaitu Geografi. Mereka baru saja ujian harian dan kini mereka belajar tentang arah mata angin.
Aku menggambar wajah Doraemon di papan tulis hitam, lalu aku beri label 'Pulau Doraemon'. Di sekitar 'Pulau Doraemon' aku menggambar empat geometri abstrak di atas, bawah, kanan dan kiri 'Pulau Doraemon', beri label masing-masing 'Pulau Nobita', 'Pulau Shizuka', 'Pulau Suneo' dan 'Pulau Giant'.
Murid kelas 3 memperhatikan gambar Doraemon di papan tulis dengan wajah penuh tanya. Ada murid yang tangannya melayang di atas kertas, bingung apa yang mau ia tulis. Setelah aku pikir gambarku sudah sempurna, aku menggambar keempat arah mata angin.
"Sensei... Apa itu Doraemon?"
Aku hanya tertawa pelan mendengar pertanyaan muridku. Sudah jelas itu gambar Doraemon, bukan Sailor Moon.
"Kita akan belajar arah mata angin bersama Doraemon", ujarku sebagai jawaban anak yang super polos itu. "Sudah pernah dengar tentang empat arah mata angin?"
"Sudah, Senseeeeiiii!!!", jawab mereka serempak.
"Nah kita bandingkan gambar empat arah mata angin dengan Pulau Doraemon. Di sebelah utara ada pulau apa?"
"Nobitaaaa!!"
"Pulau Suneo ada di mana?"
"Baraaaaatt!!"
Inilah enaknya mengajar anak sekolah dasar. Materinya ringan, jarang sekali ada masalah kesiswaan seperti tawuran misalnya. Yang paling penting, mereka masih anak-anak. Polos dan tidak malu untuk berteriak di kelas sebagai bukti semangatnya mereka belajar.
"Nah, siapa yang mau menjelaskan gambar Pulau Doraemon?"
Mereka bungkam. Duh!
"Yang bisa menjelaskan tentang Pulau Doraemon, Sensei beri setengah poin untuk ujian empat arah mata angin."
Sayangnya rayuanku tidak berlaku. Mereka tetap diam. Mereka bukannya tidak tahu, tapi tidak berani. Seperti inilah penyakit anak sekolah dasar. Mereka kompak tetapi jarang yang benar-benar percaya diri.
Aku pun duduk di kursi, menyerah untuk menunggu muridku. Mungkin sebaiknya aku memanggil mereka saja. Tetapi siapa?
"S-saya .... Sensei ...."
Akhirnya ada seorang murid yang cukup percaya diri menggambarkan Pulau Doraemon. Aku akan mencatat namanya namanya dan memberinya tambahan setengah poin dalam ujian nanti.
"Di utara Pulau Doraemon ada Pulau Nobita. Lalu di sebelah selatan ada Pulau Giant. Di sebelah timur ada Pulau Shizuka dan di sebelah barat ada Pulau Suneo".
"Kalau di sebelah selatan Pulau Nobita ada apa?", tanyaku. Aku harus menanyakan kembali setiap jawaban yang keluar dari mulut muridku untuk melihat ketegasan atau keraguan dalam jawabannya. Jangan sampai ia mengetahui jawabannya, tetapi tidak menalarinya.
"E-eh? Oh, ada Pulau Doraemon"
"Bagus .... Sensei beri setengah poin untuk ujian nanti.". Aku pun menulis angka 0,5 di buku presensi kelas 3A sebagai reward. "Nah, Koharu sudah menabung untuk nilai ujiannya. Sensei tidak bohong lohh kalau memberi nilai tambahan ...."

YOU ARE READING
Shōgakusei
Fanfiction✔ Seorang guru Ilmu Sosial yang masih junior mendapat amanah besar dengan hadirnya Naruto yang dua kali tidak naik kelas. Nakal dan suka melawan, tetapi yang namanya anak-anak pasti memiliki problematikanya sendiri. Apalagi sekarang sudah kelas 6, y...