"Woo,"
"Hm?"
"Sebenernya gue sedikit banyak nyelidikin sesuatu sih, tapi gue nggak mau lo suudzon, jadinya gue diem aja," Daniel menggigit satenya cepat, hingga saus kacang mencar di sekitar bibirnya hingga ke dagu.
Seongwoo mengernyit, dia mengambil tisu terdekat dan melipatnya menjadi segiempat. "Bentaran, jangan gerak dulu," Seongwoo mengulurkan tangan dan mengelap saus kacang di sekitaran bibir Daniel, "udah gede masih aja berantakan makannya, heran."
"Halah, lo juga berantakan,"
"Tapi kan nggak diluar juga,"
"Gue laper, Woo. Kasihanilah,"
Seongwoo terkekeh geli, menoyor main-main kening Daniel dengan ujung jarinya. "Udah tadi lo mau nyeritain apa? Nyelidikin soal apa?" Seongwoo meminum es jeruknya, sebenarnya dia tidak terlalu lapar tapi dia tahu Daniel belum makan dari tadi dan nggak bakal makan sebelum kerjaannya selesai, makanya Seongwoo sedikit berpura-pura agar Daniel mau diajak makan.
"Sebelum itu, lo sadar nggak sih lo sedikit berubah?"
"Hah? Berubah? Darimananya?"
"Gue nggak tau ngomongnya gimana sih," Daniel mengerutkan kening sembari menatap Seongwoo lekat, berusaha mencari kata yang tepat untuk menggambarkan karena dia tidak mau kena tabok dadakan, "semacam lebih lembut gitu? Lebih keibuan? Apa lo lagi buang perangai atau semacam itu? You know... kek mauㅡ"
"Buset, Dan. Jauhkan bala."
Buk.
Nah kan gue ditabok, salah juga guenya ngomong sih. Hhhhhh. Tabahkanlah. Daniel misuh-misuh dalam hati sambil meringis.
"Udahlah nggak usah ngelantur, lanjut aja."
Daniel menelan hasil kunyahannya, terdiam lama masih dengan mata melekat pada Seongwoo. Agak ragu untuk bilang. "Tapi janji ya lo nggak usah mikir macem-macem, bisa juga ini semacam gak beralasan."
"Iya buru cepet napa dah."
"Inget nggak kalo gue nyurigain orang yang bisa bedain loker kita? Soalnya kan nggak ada yang bener-bener bisa mastiin mana loker lo mana loker gue. Kita juga nyimpennya tuker-tukeran, barang lo ada di gue atau punya gue ada di tempat lo. Remember?" Daniel menunggu reaksi Seongwoo. Cowok dengan konstelasi bintang di tulang pipinya itu mengerucutkan hidungnya, kemudian mengangguk dan membalas tatapan Daniel dengan gumaman pelan 'gue inget'. "Terus gue bikin taruhan sama diri gue sendiri dan minta beberapa orang, acak, buat masukin buku atau snack ke loker gue atau loker lo selang-seling. Dan lo tau? Ada lima orang yang bener."
Kelopak mata Seongwoo membulat sempurna. "Siapa?"
Daniel melihat sekeliling sebelum menggeser piring berisi lontong dan tusuk sate yang sudah tandas, menumpukan sikunya di atas meja dan merunduk ke arah Seongwoo. "Minhyun, Euiwoong, Guanlin, Jihoon, sama kak Jonghyun."
"Tapiㅡ"
"Masih belum," Daniel sengaja memotong, ia merentangkan kelima jarinya di depan wajah Seongwoo kemudian melipat ibu jari, kelingking, kemudian jari manis, "kalau mines orang yang udah deket dari kita dari jaman baheula, artinya coret Minhyun, Guanlin, sama bang Jonghyun. Tinggal dua. Dan keduanya ikut kepanitiaan bareng kita. Weird? Gue aja nggak nyangka."
"Masa sih?" Seongwoo mengerutkan kening. "Jihoon? Euiwoong? I know them since they were in first year, they are literal fluffball. Gue nggak liat alasan mereka bisa bikin... atau bahkan rencanain yang bau-bau psikopat gini. Macem nyelakain gue sama Sanggyun kemaren, Guanlin kecelakaan, sempat racunin gue dan nyerempet Somi. Astaga. Nggak mungkin banget, Nyel. Nggak mungkin."

ANDA SEDANG MEMBACA
[h] sohib
Fiksyen PeminatKang Daniel dan Ong Seongwoo itu sohiban sejak orok, tapi sama-sama bego. Daniel nggak sadar diri, Seongwoo kelewat nggak peka. Jadi kalau tiba-tiba ada suka, nggak tau mau ngapain. +boys love, slowburn, semi-baku. ©browniemuff, 2017.