Thank You

833 103 8
                                    

Hari ini gue ngeliat dia lagi. Berjalan berdampingan dengan laki-laki yang kata orang-orang begitu sempurna. Dia dan laki-laki itu ngelewatin gue. Laki-laki itu tersenyum seperti biasa. Sedangkan dirinya, cih ngeliat gue aja kagak. Dia berpura-pura nggak kenal sama gue seperti hari-hari sebelumnya, seolah apa yang pernah kami jalani nggak pernah terjadi. Sungguh luar biasa.

Jika dipikir-pikir, bukannya gue yang harus marah sama dia? Kenapa ini malah kebalik? Gue yang ngerasain begitu banyak luka karena dia. Tapi sekarang malah gue yang seolah berbuat jahat sama dia. Cewek memang susah untuk dimengerti.

Eh tapi, gue juga cewek. Berarti gue juga sama kayak dia dong? Eh? Emang iya, ya?

"Lid, lo nggak makan siang?" panggilan itu bikin gue langsung tersadar.

"Eh? Enggak, nanti aja. Lo aja yang duluan, Vin."

"Ok, gue duluan ya?"

Gue pun mengangguk. Dia Viny, teman kerja gue. Dan gue Lidya, 26 tahun, seorang assisten keamanan di sebuah mall terbesar di ibu kota.

Singkat, padat dan jelas, kan? Gue nggak suka bertele-tele.

Dan ya, gue cewek yang bekerja di bidang keamanan alias sekuriti. But hey, gue bukan yang berjaga di depan mall, berdiri seharian sampai kaki pegal. Gue lebih memilih di dalam ruangan pemantau cctv yang adem dan juga sejuk. Ngapain repot-repot berdiri berjam-jam, sedangkan lo bisa duduk di ruangan ber-ac, ya kan? Secara gue kan juga punya jabatan di sini, jadi aman.

Tapi kadang, gue juga keliling mall sih. Ngecek sana-sini, memastikan kalau mall besar ini aman dan terkendali. Sama kayak sekarang, gue lagi jalan-jalan di sekitar area pakaian wanita.

Yah mereka lagi, bukannya tadi udah lewat? Kenapa balik lagi sih! Ck ah!

"Kok balik lagi, Pak? Ada yang ketinggalan?" ucap gue ramah kepada laki-laki yang merupakan anak dari pemilik mall ini.

"Iya nih, Lid. Kayaknya dompet saya ketinggalan di kasir. Emn... Kamu temenin Melody dulu ya sebentar, nanti saya balik lagi. Kamu nggak apa-apa kan nunggu di sini sebentar, sayang?" ucapnya kini melirik gadis di sampingnya.

What?! Nemenin dia? Wah! Nggak bisa nih. Lo harus nolak, Lid! Harus nolak!

"Emn... Sa-"

"Iya, nggak apa-apa kok, Nan," ucap Melody sambil tersenyum. Cih... Pengen muntah rasanya.

Si anak bos alias Keenan pun pergi. Dan meninggalkan gue sama cewek mungil yang namanya begitu sulit gue ucap lagi.

Keheningan pun tercipta. Gue nggak ngomong dan begitu juga dia. Mau gimana lagi, sebenarnya gue ogah ketemu sama dia, tapi mau gimana lagi takdir ternyata berkata lain.

Duh... Nggak enak banget sumpah diem-dieman kayak gini. Nggak bisa apa si Keenan cepetan datengnya. Gue pengen kabur rasanya.

"Lid."

Kayak ada yang manggil gue, tapi kecil banget suaranya. Siapa ya?

"Lidya."

Arahnya dari kiri nih. Gue pun noleh dan ya ternyata pacarnya Keenan yang manggil gue. Oh masih inget ternyata, gue kira dia lupa nama gue siapa.

"Ya? Anda manggil saya?"

"Bisa ngobrol sebentar?"

"Kalo ngomong mah ngomong aja."

"Tapi nggak di sini."

Ya elah ribet banget, mau ngomong aja susah. "Emang mau ngomongin apa sih? Di sini kan bisa."

"Tentang kita."

Kita? Masih inget lu? Gue kira amnesia. "Ya udah, maunya di mana?"

"Di parkiran bawah."

Thank You [Oneshot]Wo Geschichten leben. Entdecke jetzt