03

166 36 6
                                    

14 Oktober 2011

Hari ini adalah hari yang berbahagia, hari dimana tak mungkin dilupakan oleh pasangan yang saling mencintai untuk saling mengikat janjinya lebih dalam lagi sampai maut memisahkan mereka. Samuel dan Daehwi, kedua insan manusia yang tengah berbahagia tersebut. Dua bulan dari jarak lamaran mereka sampai hari bersejarah ini sangatlah cukup untuk mempersiapkan segalanya. Bahkan sebelum melamar Daehwi pun sebenarnya, Samuel sudah meminta ibunya di Amerika untuk membantunya mempersiapkan segala keperluan untuk menikah.

Di ruang ganti di sebuah hotel ternama di Seoul, Daehwi tengah duduk menatap dirinya di depan cermin. Tubuh mungilnya kin terbalut tuxedo putih tulang yang sangat pas di tubuhnya. Ia menyeringai tipis, melihat wajahnya manisnya yang terlihat pucat.

'Apa aku bisa terus bersamamu Samuel?'

Pintu ruangan itu terbuka, Daehwi pun mengalihkan pandangannya pada cermin, menoleh ke arah pintu untuk melihat siapa seseorang yang datang mengunjunginya. Senyumannya melebar, tatkala ibundanya lah yang datang mengunjungi putra sematanya wayangnya itu. Nyonya Lee berjalan mendekat kea rah Daehwi yang masih memandangnya lekat.

"Kau terlihat sangat cantik, nak,"

"Terima kasih, ibu," Daehwi langsung mengusakkan wajahnya dan di peluk eratnya tubuh nyonya Lee. Tentu saja, dirinya sangat terkejut mendapat pelukan tiba-tiba dari putranya. Nyonya Lee melepaskan pelukan itu perlahan, menangkupkan kedua tangannya pada kedua pipi Daehwi yang kini telah basah dengan air mata.

"Kenapa menangis?"Nyonya mengusap-usap pelan ibu jarinya menghapus air mata putranya. Daehwi tidak mampu menjawab. Dirinya masih tersedu-sedu dengan air matanya.

"Sstt, anak ibu tidak boleh menangis seperti ini, apa perlu ibu buatkan susu putih kesukaan mu agar kau berhenti menangis hm?"

Perkataan nyonya Lee berhasil membuat senyuman tipis terpatri di wajah manis Daehwi. "Ibu~ memangnya aku bocah lima tahun yang terus-terusan meminta susu pada mu," rajuknya.

Nyonya Lee terkekeh mendengar putra manisnya ini merajuk padanya. Dipeluknya kembali sang putra dengan begitu erat. Kini dirinya yang bergilir menangis. Suaranya ia tahan, agar Daehwi tidak mendengar bahwa dirinya tengah menangis. Akan melepaskan putra semata wayang pada seseorang yang mencintai putranya itu.

Daehwi melepaskan pelukannya, dengan sigap nyonya Lee menghapus air matanya agar jejak-jejaknya tidak terlalu terlihat oleh Daehwi. Keduanya saling memandang, melemparkan senyuman indah mereka.

"Jadilah pasangan yang baik. Berbaktilah padanya. Niscaya, surga ada padamu nak. Jangan kau sesekali menyakiti hati dan perasaannya. Ibu juga akan selalu mendoakan kalian agar selalu bahagia selamanya,"

Daehwi mengangguk berkali-kali, memeluk tubuh ibundanya sekali lagi. "Terima kasih ibu, terima kasih,"

Nyonya Lee kembali melihat wajah putranya. Dahinya ia kerutkan, wajah Daehwi sangatlah pucat. "Kau harus terlihat cantik di hari pernikahanmu. Kemarilah," Nyonya Lee mendudukkan dirinya di salah satu kursi disana, diikuti oleh Daehwi duduk di depannya. Dipoleskannya bedak dan lipstik agar wajah putranya tidak terlalu tampak pucat.

"Sudah. Sekarang persiapkan dirimu. Sebentar lagi dimulai,"

Daehwi mengangguk mantap bersamaan dengan nyonya Lee yang berjalan keluar ruangan.

.

.

Samuel tengah berdiri di depan hallroom yang sudah disewanya untuk menjadi tempat saksi janji suci yang akan diucapkan olehnya dan juga Daehwi. Kedua telapak tangannya ia tiup berkali-kali untuk menghalau rasa gelisah yang ia alami. Pundaknya pun secara tiba-tiba ditepuk oleh seseorang yang ternyata saudara sepupunya – Woojin.

"Mengapa kau masih tetap disini, ayo masuk! Para tamu undangan sudah menunggu mu,"

Samuel memandang sepupunya ini dengan pandangan memelas. Woojin pun tahu situasinya. "Sudahlah, aku yakin kau bisa. Percayalah. Jika kau seperti ini terus, kau ingin pernikahanmu ditunda hingga tahun depan hm?"

Samuel menggelengkan kepalanya cepat. "Baiklah, aku pasti bisa," Dengan tekad yang sudah dikumpulkan, Samuel berjalan masuk ke dalam hallroom hotel yang sudah didekorasi banyak bunga-bunga berwarna warni yang ia dan Daehwi pilih. Para tamu undangan disana memandang takjud pada sosok Samuel yang tengah berjalan di atas karpet merah menuju depan altar. Sebagian pun mengatakan bahwa Samuel sangatlah tampan.

Samuel membungkuk hormat, memberi salam kepada para tamu undangan yang datang ketika dirinya sudah mencapai altar. Sekarang tinggal menunggu kehadiran sang permaisuri yang segera akan ia pinang.

Pintu hallroom itu pu akhirnya terbuka sekali lagi. Tampak disana sosok lelaki manis dengan tuxedo putih tulangnya tengah berdiri sambil membawa sebuket bunga mawar berwarna merah. Samuel melebarkan bola matanya takjub dengan sosok lelaki manis itu. Pandangannya tak juga ia alihkan ke arah lain, sampai sosok tersebut berada dekat dengan dirinya. Lelaki itu tersenyum tipis pada Samuel, Samuel pun berjalan mendekati sosok itu dan membawanya ke depan altar untuk membacakan janji suci mereka.

"Apakah semuanya sudah siap?" tanya seorang pastur pada keduanya.

Samuel dan sosok lelaki manis itupun mengangguk mantap. Pastur itu segera memimpin pemberkatan setelah mendapat jawaban dari keduanya. "Baiklah pemberkatan akan dimulai, untuk saudara Kim Samuel, apakah anda bersedia menjadi seorang suami dari saudara Lee Daehwi?"

Samuel menatap sekilas ke arah Daehwi – calon istrinya—yang kini berada di sampingnya, lalu dipalingkannya lagi pandangannya pada pastur yang tengah berdiri di hadapan mereka. "Ya saya bersedia. Menjadi seorang suami bagi Daehwi. Untuk saling memiliki dan menjaga dari detik ini hingga selama-lamanya, pada waktu susah maupun senang, pada waktu kelimpahan maupun kekurangan, pada sehat maupun sakit, untuk saling mengasihi dan menghargai, sampai maut memisahkan kita,"

Daehwi menundukkan kepalanya sejenak, air matanya pun perlahan jatuh, ia sangat terharu mendengar ucapan janji dari orang yang sangat ia cintai.

"Bagaimana dengan saudara Lee Daehwi, apakah anda juga bersedia menjadi seorang istri dari saudara Kim Samuel?"

Daehwi mengangkat kepalanya perlahan, ia mengangguk mantap. "Saya bersedia. Menjadi seorang istrinya. Untuk saling memiki dan menjaga dari detik ini hingga selama-lamanya, pada waktu susah maupun senang, pada waktu kelimpahan maupun kekurangan, pada waktu sehat maupun sakit, untuk saling mengasihi dan menghargai sampai mau memisahkan kita,"

Pastur pun akhirnya memberi ucapan jika keduanya telah resmi menjadi sepasang suami istri. Samuel dan Daehwi kini saling berhadapan. Senyuman indah terpatri pada wajah keduanya. Samuel menangkupkan kedua tangannya pada sisi pipi kanan dan kiri. Ditatapnya wajah sang istri dengan sangat lekat.

"Kamu cantik,"

"Kamu juga, tampan."

Entah siapa yang memulainya terlebih dahulu, bibir keduanya menyatu. Menyalurkan rasa cinta yang bermekaran diantara mereka tanpa adanya rasa nafsu sekalipun. Diantara undangan yang hadir, nyonya Lee menangis terharu, melihat putra dan menantu barunya itu bahagia.




***

Paper Heart (at 14th)   [✓]Where stories live. Discover now