epilogue

2.9K 401 23
                                    

July 6th 2014

Sudah 1 bulan semenjak pertemuan terakhir Harry dan Arabella. Tidak banyak yang berubah. Harry masih selalu datang ke kedai kopi tempat dia bertemu dengan Arabella, gadis misterius yang membuatnya jatuh cinta. Arabella, dia masih sering menghisap rokok sembari menyenderkan punggungnya di tiang yang berada di sebrang kedai kopi. 

Yang berbeda hanyalah Arabella tidak lagi pergi ke kedai kopi. Dia hanya menatap Harry dari sebrang jalan, begitupun sebaliknya. Mereka seakan berkomunikasi lewat tatapan mata. Selama satu bulan ini juga, Arabella memilih untuk keluar dari pekerjaannya. Dia sendiri juga tidak tau apa yang membuatnya memilih untuk keluar dari pekerjaan yang sudah dia geluti selama satu tahun belakangan ini. 

Harry. 

Laki-laki itu salah satu alasan kenapa dia berhenti. Dia tidak yakin pasti apa sangkut pautnya Harry dengan keputusannya. Namun, satu bulan ini dia menyadari sesuatu. Dia juga mulai jatuh cinta dengan laki-laki berambut keriting itu. Masalah pekerjaan, sampai sekarang dia belum mendapatkan pekerjaan baru. Tapi dia beruntung. Karena kakaknya, Brent, masih bersedia membiayai segala kebutuhannya.

Hari ini, Harry memutuskan untuk menghampiri Arabella yang baru saja selesai menghisap rokok. Gadis itu sontak menundukkan kepalanya begitu Harry menghampirinya. "Arabella, bisakah aku berbicara denganmu? Berdua?" tanya Harry.

Arabella mendongakan kepalanya, menatap mata Harry. Dia bisa melihat Harry yang sedang menunggu jawabannya. Perlahan, dia menganggukkan kepalanya. 

"Ayo ikut aku." Harry menjulurkan tangannya ke arah Arabella. Ragu-ragu, Arabella menerima uluran tangan Harry. Ketika tangan Harry telah berhasil menggenggam tangan Arabella, laki-laki itu menarik tangan gadis itu pelan, mengajaknya untuk berjalan menuju tempat yang Harry maksud. 

Selama perjalanan, Arabella tak henti-hentinya mengamati tangannya yang kini sedang berada di dalam genggaman Harry. Tangan Harry yang besar seakan melenyapkan tangannya yang berukuran lebih kecil. Walaupun Harry tidak menautkan jari-jari mereka berdua, namun Arabella merasakan sebuah kenyamanan yang tak bisa dia deskripsikan dengan kata-kata.

Rasanya, sangat nyaman.

Mereka akhirnya sampai di taman kota. Taman yang terletak di pusat kota. "Taman? Tempat yang mainstream sekali untuk membicarakan sesuatu yang serius." komentar Arabella. Harry hanya tersenyum miring untuk menanggapi komentar singkat dari Arabella. 

Mereka duduk di salah satu bangku panjang yang ada disana. Sinar matahari kini tak terlalu terang dan terik, membuat suasana menjadi sejuk. Belum lagi angin yang bertiup pelan. Harry dan Arabella sama-sama terdiam, menunggu salah satu dari mereka untuk membuka percakapan. Arabella menatap orang-orang yang juga sedang berada disana.

"Sudah lama kita tidak mengobrol ya." suara Harry akhirnya terdengar.

Arabella mengangguk, "Ya begitulah." 

Arabella menolehkan kepalanya ke arah Harry yang kini sedang memandang lurus ke depan. Dia bisa melihat mata hijau Harry yang terkena pantulan sinar matahari, membuat mata Harry terlihat semakin indah. "Like what you see?" celetuk Harry. Arabella langsung memalingkan wajahnya ke arah lain.

"Kau tau? Aku sudah mengikhlaskan kepergian Ayahku." 

"Kau tidak melaporkanku ke kantor polisi?"

"Sudah. Tapi mereka malah berterimakasih padamu karena kau telah membantu mereka membunuh salah satu buronan yang mereka cari-cari. Ayah memang sering sekali berganti-ganti apartment. Tidak banyak orang yang tau kalau dia seorang bandar narkoba yang para polisi cari. Kemampuannya untuk memalsukan identitasnya juga menjadi salah satu faktor kenapa para polisi sulit untuk menangkapnya.

"Bahkan, teman-temanku tidak tau kalau aku mempunyai Ayah yang bekerja sebagai bandar narkoba. Tidak ada satu pun teman atau orang-orang yang mengenalku mengetahui hal itu. " Harry menjelaskan semuanya. 

"Aku keluar dari pekerjaanku sebagai pembunuh bayaran." ucap Arabella.

"Benarkah? Aku senang akan hal itu. Kau bisa mendapatkan pekerjaan yang lebih baik, Arabella. Aku yakin." Harry tersenyum ke arah Arabella. Bibir Arabella membentuk sebuah lengkungan ke atas, membalas senyuman Harry. "Jadi Arabella, kau tidak perlu merasa bersalah lagi, oke? Aku sudah mengikhlaskan kepergian Ayahku dan para polisi berterimakasih padamu. Tidak ada yang perlu kau khawatirkan." kata Harry.

"Ya, terimakasih, Harry." 

Harry beranjak dari bangku taman, berdiri di hadapan Arabella. "Bisa kita mulai dari awal lagi?" tanyanya mengulurkan tangannya ke arah Arabella. Gadis itu menganggukkan kepalanya menerima uluran tangan Harry.

"Tentu saja. Kita masih berteman kan?", Arabella tersenyum miring.

"Percayalah padaku, Arabella. Status teman itu akan berubah cepat atau lambat." 

"Menjadi sahabat?"

"Tidak, menjadi sepasang kekasih."

Arabella mendorong tubuh pelan membuat Harry tertawa, "Berhenti menggodaku seperti itu,keriting." 

Sore itu, Arabella dan Harry habiskan untuk berjalan-jalan mengelilingi taman sembari membicarakan hal-hal ringan, agar mereka bisa lebih mengenal satu sama lain. Arabella tidak pernah menyangka. Bahwa dia dan laki-laki berambut keriting yang di kedai kopi selalu duduk di meja di sampingnya, akan berakhir seperti ini. Semuanya berawal dengan keberanian Harry untuk menyapa gadis misterius yang menarik perhatiannya.

*

a/n

happy ending wohoo. maaf kalau epiloguenya kurang memuaskan, maaf banget. but, makasih juga yang udah mau baca sampai sini. thank you so much, guys(: 

miss jackson → harryWhere stories live. Discover now