» Satu

35 8 4
                                    

🍁🍁🍁

Embun pagi terlihat menerpa kaca jendela rumah-rumah sekitar komplek tempat Anggita Septa tinggal. Udara dingin di pagi ini seakan mampu membuat seorang Anggita enggan beranjak dari kasur empuknya. Hingga jarum jam menunjukkan pukul 06.30 pagi pun, gadis cantik berambut pirang ini masih saja bergelung dengan selimut tebalnya. Rambut acak-acakkan, serta boneka dan buku-buku berserakan entah ke mana arahnya.

Gadis kelahiran tahun 1998 ini terlihat begitu nyaman dengan kondisi tempat yang berantakan seperti itu. Bisa dibilang, kamarnya saat ini tidaklah seperti kamar seorang anak gadis pada umumnya. Jika para pria datang dan melihat ini, mungkin mereka akan mundur dengan teratur.

Ingat! Kunci utama untuk disukai oleh pria adalah rapi dan bersih. Jika kita tidak rapi, pasti pria yang menyukai kita langsung feeling bad dan wush! Pergi dari hadapan kita. Apalagi yang jarang sekali mandi. Contohnya seperti Anggita.

Anggita jarang sekali mandi jika ingin berangkat ke mana pun. Entah itu semasa dirinya masih sekolah, kuliah, bahkan hingga sudah bekerja seperti ini pun, dia masih tetap malas mandi. Ingat! Malas mandi! Oh God! Dia benar-benar gadis yang sangat pemalas!

Anggita selalu mendapat gunjingan dari para sahabat akibat kebiasaan buruknya itu. Ada yang mengatakan dirinya akan susah mendapatkan jodoh karena malas mandi, dan lain-lainnya. Akan tetapi, Anggita tak peduli. Dia terlihat masa bodoh ketika semua orang menggunjingnya seperti itu.

"I don't care." Kata itu yang selalu diucapkan Anggita dalam hati. Dia hanya diam tanpa membalas gunjingan itu. Menurutnya, itu hanya akan membuang-buang energi.

Gadis yang sebentar lagi menginjak usia ke 24 tahun di bulan Juli ini masih terlihat aman dan damai di atas kasur empuknya. Dia membiarkan setitik cairan keluar dari mulutnya yang sedikit terbuka, dan mengenai bantal berwarna biruㅡbermotif dolphin. Sepertinya, dia memang cukup mengantuk karena semalam suntuk ia membaca berbagai macam novel percintaan. Mulai dari novel remaja sampai novel dewasa. Semua koleksi novel itu dia punya. Dan memang hobinya adalah membaca novel. Jadi tak heran jika dirinya lebih suka menyendiri bersama dengan buku-buku novel itu. Tak peduli itu di kantor atau di tempat umum sekali pun. Baginya, novel adalah kebutuhan sehari-hari.

Benar-benar gadis penggila novel.

"Anggit, bangun! Kamu mau kerja atau enggak?!" Sebuah ketukan bercampur teriakan dari luar kamar pun berhasil mengganggu tidur damai seorang Anggita. Gadis ini menggeliat seraya menghapus jejak air liur yang keluar dari sudut bibirnya. Kesadarannya masih belum sepenuhnya kembali. Butuh beberapa menit untuk membuatnya tersadar bahwa ia sudah terlambat untuk pergi ke kantor.

"Anggit! Ini udah jam tujuh loh! Buruan bangun!"

Anggita mencebikkan bibir, lalu mengambil sikap duduk dan melirik sekilas ke arah jam dinding. Ia pun menggumam kesal, "Ck, masih jam tujuh loh! Heboh banget sih!"

Namun, sepersekian detik berikutnya, Anggita terlonjak kaget dan bergegas menuruni tempat tidurnya sambil mengumpat, "Sial! Telat lagi jadinya!"

Anggita langsung mengambil handuk, lalu berlari menuju kamar mandi. Ia mengambil pasta gigi beserta sikatnya, setelah itu ia menyikat giginya dengan cepat. Selesai menyikat gigi, Anggita langsung membasuh wajahnya dengan air dingin berulang kali agar terlihat lebih fresh. Ia pun segera membersihkan bagian-bagian tertentu saja dari tubuhnya, terutama pada area kewanitaannya.

Setelah semuanya beres, Anggita keluar dari kamar mandi dengan balutan seragam kantor yang lengkap. Ia merapikan sedikit kemejanya agar sedap di pandang mata saat berada di kantor.

"Oke! Siap!" serunya penuh semangat dan bergegas keluar dari kamar dengan tergesa-gesa. Bahkan dirinya tak sempat untuk sekedar sarapan. "Ma, aku pergi dulu ya. Doa'in semoga rezeki Anggit lancar hari ini."

"Amin. Mama selalu doa'in yang terbaik buat kamu, Nak. Kamu juga harus rajin kerjanya, biar nggak dimarahin sama atasan kamu," nasehat ibu Anggita.

"Anggit! Ayo buruan!" Itu suara teriakan ayahnya Anggit. Ayahnya sudah bersiap di dalam mobil dengan seragam kepolisiannya.

Polisi? Ayahnya Anggita seorang polisi? Ya, ayahnya Anggita adalah seorang polisi yang pangkatnya sudah bergaris dua. Sementara Anggita, bekerja sebagai pegawai honor lepas di kantor tempat ayahnya bekerjaㅡlebih tepatnya berada di unit Reserse Kriminal. Berbeda dengan ayahnya yang mengemban tugas sebagai seorang Kepala Unit di bagian Provos.

Anggita merupakan anak tunggal di keluarganya. Dia tidak memiliki kakak ataupun adik sebagai tempatnya berbagi. Ia selalu bercerita pada ibunya. Ayahnya tipe orang yang tidak suka banyak bicara. Sangat berbanding terbalik dengan ibunya. Itu sebabnya, Anggita terlihat lebih nyaman dengan ibunya ketimbang dengan ayahnya.

Hanya butuh waktu 30 menit untuk Anggita sampai di kantor, karena saat itu dirinya harus mengikuti apel pagi pukul 07.30. Dan waktu dia sampai di kantor sangatlah pas-pasan. Dilihatnya para polisi, polwan, serta beberapa staf honorer lainnya sudah mengambil barisan masing-masing.

Karena begitu terburu-buru, Anggita pun tak menyadari jika sepatu heels hitam khas kantorannya menginjak batu kerikil besar, sehingga membuat tubuhnya hilang keseimbangan dan hampir terjatuh ke tanah. Anggita sempat memejamkan mata, karena dia merasa malu jika harus jatuh di depan seluruh peserta apel pagi ini. Namun, apa yang dia rasakan sekarang? Dia justru tak merasakan sakit, dan tak mendengar suara tertawa sama sekali.

Perlahan, Anggita membuka matanya dan terkejut ketika tubuhnya sudah berada dalam dekapan seseorang. Seseorang yang menjadi cinta pertamanya sejak masuk dan bergabung dengan kesatuan ini. Seseorang yang mampu membuat detak jantungnya berhenti seketika saat menatap mata hitam kecokelatan itu. Seseorang yang mampu mengunci bibirnya rapat-rapat hanya dengan melihat senyumannya.

Masya Allah. Sungguh indah ciptaan-Mu.

"Kalau jalan, hati-hati." Pria itu membenarkan posisi Anggita yang sepertinya masih mematung tak percaya dengan apa yang dilihatnya pagi ini. Seseorang itulah yang selalu menjadi penyemangatnya setiap kali ingin pergi ke kantor. Suara bass yang dikeluarkan pria itu begitu lembut dan merdu di telinga Anggitaㅡmembuat seluruh tubuhnya bergetar sempurna.

"Ada yang sakit?"

Anggita hanya menggeleng tanpa berkedip karena merasa tak ingin menyia-nyiakan kesempatan yang indah ini. "Ya udah. Buruan baris. Nanti kamu dimarahin sama atasan kamu."

Dan seketika itu juga, Anggita mengerjap seraya tertunduk lalu berlari menuju barisan yang terlihat sudah rapi. Ia bahkan lupa mengucapkan terima kasih pada pria tampan itu.

Siapakah dia?
















ㅡ To be continue ㅡ

Halo, aku bawa cerita baru lagi. Ini pertama kalinya aku angkat tema kayak gini. Sebagian dari tema ini, aku ambil berdasarkan pengalaman aku selama kerja di instansi kepolisian dulu. Tapi soal percintaannya itu fiktif yak 😅 Pengalamannya hanya seputar pekerjaan yang pernah aku jalani aja 😂 Semoga kalian suka dan terhibur yak. Jangan lupa berikan dukungan kalian berupa vote dan komentar di setiap partnya. Terima kasih 😘❤

Real? Or Not? (18+)Where stories live. Discover now