Bagian Empat

1.5K 347 46
                                    

Sudah memasuki hari ketiga ujian, tapi belum ada kenangan spesial bagi Celine di ruangan ini. Harapan agar seorang Lee Felix mengajaknya berbicara ternyata hanyalah khayalan semata. Hanya imajinasi belaka yang sangat sulit untuk jadi nyata. Tidak sadar saja, sikap dinginnya sendirilah yang membuat impiannya tidak bisa terkabulkan.

Setiap melihat ke arah Felix, Celine tak pernah mendapatkan respon apa pun. Jangankan respon, melihat ke arahnya saja tidak. Itu yang dia tahu, meski sebenarnya kenyataan tidak seperti itu. Felix beberapa kali meliriknya, tapi tak pernah ia sadari.

"Celine, mau roti, nggak?" tawar Jisung yang entah sejak kapan berada di samping Celine.

"Nggak."

"Ya udah, kalo dia nggak mau. Rotinya buat gue aja!" ucap Felix yang langsung mengambil roti cokelat itu.

"Ih, kok lo yang ambil, sih?" protes Jisung.

Namun, bukannya memakan roti itu, Felix justru dengan sengaja menjatuhkannya di atas meja Celine. "Emang buat dia kali, ya? Jatuhnya ngepas gitu," cowok berjaket hitam itu berbicara seolah-olah hal itu adalah ketidaksengajaan. Felix keluar ruangan, meninggalkan Celine dengan wajah bingungnya.


Jisung berjalan ke bangku Celine. "Dimakan, ya. Gue tau lo belum sarapan," dia langsung melengos pergi setelah menepuk pelan bahu gadis itu.

Ingin rasanya Celine berteriak detik itu juga. Bukan karena Jisung menepuk bahunya, tapi penyebabnya adalah drama singkat yang baru saja dilakukan oleh Felix. Sangat mudah bagi gadis itu untuk membaca bahasa tubuh seseorang, termasuk Felix yang notabenenya hampir setiap saat menjadi pusat perhatiannya.

Apakah Felix sedang memperhatikannya secara tidak langsung? Apa maksud dari dramanya barusan? Bagaimana bisa roti itu jatuh dengan posisi yang tepat di depannya jika tidak disengaja?

Pertanyaan-pertanyaan itu mendominasi otaknya. Seakan menghapus materi tentang jenis-jenis tulang manusia, mekanisme Indra manusia, sistem-sistem di tubuh manusia, bahkan membuatnya lupa cara menentukan gen pada manusia. Celine harus siap mendapat nilai rendah dalam mata pelajaran biologi hanya karena sikap Felix barusan. Ini di luar ekspektasinya. Gadis itu masih terdiam menatap roti cokelat yang ada di dekat buku catatannya.


"Harus gue awetin," gumamnya lalu menyimpan roti itu dalam tas ranselnya.

Tanpa dia sadari, ada sepasang mata yang memperhatikannya sedari tadi. Dengan seulas senyum tipis di wajahnya. Bersama jutaan kupu-kupu yang beterbangan di perutnya.

"Liat lo sebahagia ini, ternyata buat gue makin jatuh hati, Cel! Mungkin bukan sekarang, tapi suatu saat nanti gue yang bakal buat lo tersenyum setiap pagi."

"Liatnya nggak usah gitu banget, ntar lo makin baper gue nggak tanggung jawab."

"Apaan, sih? Ganggu aja, Lix!"

"Bucin banget lo sama dia? Hati-hati kecewa."

Tanpa mempedulikan ucapan Felix, Jisung berbalik ke arah Felix dan tersenyum lebar. "Terima kasih, Lix! Lo udah bantuin gue. Jadi makin sayang, deh."

"Jijik banget, bego!"

==================

Deepest, Bagian Empat
Hollapac present
©2018

==================

DEEPEST✔Where stories live. Discover now