10

2.2K 153 2
                                    


Rommy baru saja membuka pintu dan celingukan memandang ke arah dalam rumah. 

"Flori sudah pulang?" tanyanya pada pegawainya. 

Pegawai itu terdiam.Matanya mengarah pada kamar, kemudian kembali ke Rommy. 

"Tadi sudah , Pak. Terus keluar lagi. Dan tadi saya—" 

"Ada apa?" Rommy mendesak maju. 

"Ada suara pecahan kaca di kamar." 

Rommy tidak menunggu kelanjutan cerita pegawainya, kakinya seperti melayang menuju kamar. Pecahan kaca berkeping-keping di depan meja hias. Sprei kasur berantakan. Karena intuisi, ia membuka lemari. Kosong.Rommy berlari ke kamar mandi.Tidak ada orang. 

"Dia pergi mulai jam berapa?" tanyanya saat berbalik keluar. 

"Satu jam lalu, Pak." 

Rommy memukul udara kosong.Sambil berkacak pinggang, ia memaksa pikirannya, "Kemana dia pergi?" Satu gambaran mengambang di pikirannya membuatnya takut.Rommy memacu mobilnya keluar dari rumah. 

***

Rumah adalah kata yang pertama-tama mampir di bibirnya.Tanah tempat kakinya menjejak agak basah. Tanah di depan rumahnya memang kosong dan agak becek. Lahan tempat membangun rumahnya memang bekas rawa, sehingga sungai beberapa meter di depannya sering meluap dan membuat sisa-sisa biji atau rerumputan kembali bersemangat hidup. 

Flori duduk pada sebuah sofa bekas yang dibuang orang.Pantatnya masih merasa nyaman diatas spon. Sayang sekali, pikirnya, kenapa mereka tidak memperbaiki saja daripada membeli yang baru. Sesekali ia menyibak rumput setinggi orang dewasa agar dapat melihat rumah di depannya. 

Rumah adalah kata aneh kedua setelah cinta.Keduanya singgasana bahagia dan sedih. Kesedihan ingin melupakan rumah tetapi kerinduan akan suasananya membuat kita ingin kembali ke rumah. Mungkin ini maksud dari kata-kata mutiara hujan batu di negeri sendiri lebih baik dari hujan emas di negeri orang lain. Rumah Rommy memang emas.Tak ada yang kurang disana. Apalagi karena ia juga mencintai Rommy. Pria itu hangat.Tidak pernah marah.Kadang lucu.Kadang serius.Tetapi apakah ia masih pantas tinggal disana jika Rommy memang menyukai Martha. Flori tidak ingin menunggu diusir.Lebih baik harga dirinya disimpan daripada terbanting oleh kehadiran Martha. 

Angin menerpa pelan membuatbeberapa helai rambutnya melambai.Ia mendongak. Burung-burung berwarna hitam mencicit lengking.Tampaknya mereka ketakutan karena awan meredupkan warna.Dugaan Flori membuat suara mereka sama sekali tidak mengganggu Pengertiannya melembutkan penilaiannya. Flori memakai tas ranselnya lagi. Tangannya masih sempat melipat kemeja flanel di kedua ujung lengannya sebelum kakinya melangkah menuju rumah. 

Baru beberapa langkah, mulutnya seketika panas. Sesuatu menutupnya.Badannya terseret meskipun ia berusaha berontak sekuat mungkin. Semakin berontak sesuatu itu semakin erat menutup mulutnya. 

***

Rommy mengendap-ngendap.Matanya terbuka lebar-lebar.Warung di samping kirinya hanya terisi dua orang.Satu orang menyeruput kopi. Satu lagi sedang membaca koran. Ia berjalan dan berdiri di bawah pohon sono berdaun lebar di seberang warung. Salah satu orang di warung melihatnya sekilas, kemudian bangkit dan berjalan ke arahnya. 

"Kamu melihat perempuan muda lewat sini?" 

"Tidak, Pak." 

"Apa kamu melihat ada seseorang berteriak dari rumah itu?" Rommy menunjuk dengan dagunya. 

"Tidak, Pak." 

"Aku mencari gadis muda.Aku rasa dia berada di rumah itu.Salah satu dari kalian bisa bantu aku masuk kesana?" 

Floriana : Cinta Beda Usia 🌹Wo Geschichten leben. Entdecke jetzt