i love you mr. park! (bagian I)

1.4K 278 26
                                    

Pukul dua belas lebih sepuluh menit waktu dini hari. Sebagian orang sudah berlayar menuju mimpi, namun beberapa orang lebih memilih untuk menikmati malam bertabur bintang di langit kota. Menikmati gemerlap malam yang semakin gelap maka semakin riuh dengan orang-orang yang hilir mudik memasuki bar ditengah kota yang cukup ramai.

"Shift ku sudah selesai hyung"


Taehyun mengangguk, menawarkan diri untuk mengantar Hyungseob hingga rumah. "Ku antar ya?"

Hyungseob menolak halus, beberapa kali pria dengan tinggi yang tak seberapa-- bukan berarti ia pendek, terang-terangan menunjukan rasa tertarik padanya. Hyungseob bukannya tak tau atau tak peka, hanya saja jika Taehyun tau identitasnya yang sebenarnya habis sudah Hyungseob.

"Meski umurmu duapuluh tiga, kau terlihat seperti anak sma Hyungseob-ah"


Hyungseob tertawa kikuk dalam hati membatin nelangsa.  aku memang anak sma!

Bukan tanpa alasan Hyungseob bekerja malam dibar, bukan sebagai pelacur tentusaja! hei ia masih waras untuk tidak menawarkan tubuhnya dengan nominal uang yang tak seberapa. Hyungseob tak se sinting itu hanya untuk uang.

Mengambil segala risiko, ia memutuskan menjadi pengantar minuman di bar sekitaran kota yang cukup ramai oleh pengunjung. Disaat beberapa pelanggannya yang menawarkan uang lebih dengan ganti tubuhnya yang digempur semalaman, Hyungseob tentu menolak dengan tegas. Ia hanya pelayan disini bukan pelacur.

"Hyung, aku duluan"

Baru satu langkah, Hyungseob kembali mundur. Sekelompok pria muda yang asik mengobrol nampak tak asing untuknya. Sial! pria berambut coklat gelap dengan iris tajam itu-- Park Woojin! guru matematika disekolahnya. Sungguh sial nasib Hyungseob hari ini. Jika Woojin sampai mengenalinya, ia yakin besok akan berakhir di ruang konseling. Mendengar guru Hwang mengoceh sepanjang hari diakhiri dengan skorsing satu minggu.

Yang musti Hyungseob lakukan hanya pergi secepat mungkin, tanpa menujukan gerak gerik mencurigakan agar tak mengundang rasa penasaran gurunya.

"Hei, mau kemana manis? bagaimana jika menghangatkan ranjangku malam ini?"

Hyungseob mengumpat dalam hati. Sial sekali. Ia tau benar Woojin tengah menatapnya dari posisi dimana ia duduk dengan teman-temannya. Memperhatikan Hyungseob yang kembali ditawari untuk memuaskan nafsu pria hidung belang.

"Maaf tuan, saya hanya pelayan disini. Jika anda ingin seseorang memuaskan anda, saya bisa hubungi manager. Saya permi--"


Pria tua dengan perut buncit menggebrak meja, merasa tak terima dengan penolakan Hyungseob.

"Panggil bosmu! ck jalang jaman sekarang benar-benar sok jual mahal sepertimu? panggil bosmu! aku ingin komplain!"

Hyungseob meringis, mati sudah kau ahn hyungseob, ucapkan selamat tinggal untuk gajimu. dasar tua bangka sialan!

"Tuan, sebaiknya tidak mengganggunya. Dan sebaiknya anda tidak membuat keributan disini. Ditempat ini bukan hanya anda yang membayar, jika tak terima penolakannya anda bisa pergi dan mencari pelacur yang lain"

Jantung Hyungseob rasanya mendadak berhenti. Melirik takut-takut kearah pria yang sedang menahan lengan pria tua yang hendak memukul pipinya.

Ia pastikan setelah ini akan memasuki ruang konseling dan mendengar guru Hwang mengoceh tanpa kenal haus.

"Kau Ahn Hyungseob muridku kan? besok seusai jam sekolah kutunggu diruanganku. Aku tidak akan memberi tau guru Hwang sebelum mendengar alasanmu, Hyungseob-ssi. Dan lekaslah pulang, aku akan memesankan taxi"

Seperti inukah rasanya tertangkap basah seperti seorang pencuri? Hyungseob rasanya ingin mengubur dirinya hidup-hidup.

"Dan jangan mencoba kabur dariku, atau guru Hwang yang akan turun tangan"

Hiiiy, kau benar-benar akan mati ahn hyungseob!!


Keesokan hari, Hyungseob memberanikan dirinya mengetuk ruang guru, menyembulkan surai hitamnya lantas berjalan menuju bilik guru matematikanya. Jam pulang sekolah sudah berakhir sekitar setengah jam yang lalu, Hyungseob baru saja menyelesaikan piketnya lantas berharap dalam hati semoga guru Park sudah pulang, namun pria itu nampaknya setia menunggunya.


"Mari bicara santai, dan aku tak akan berbasa basi Hyungseob-ah. Kau tau benar bukan larangan remaja dibawah umur bekerja terlebih di bar? selain berbahaya, tempat itu tak cocok untuk murid sma sepertimu"


Hyungseob menunduk. Seharusnya memang ia mengambil pekerjaan paruh waktu sebagai kurir pengantar makanan alih-alih pelayan bar yah meski gajinya lebih besar. Lagi pula ia bekerja untuk biaya sekolah adiknya, tolong ingat jika ayah Hyungseob telah tiada dan ibunya memutuskan menikahi pria kaya tanpa membawa ia dan adiknya yang saat itu baru berusia lima tahun.


"Jadi?"


Hyungseob menengadah. Menatap manik tajam guru matematikanya dengan pandangan sendu.


"A-aku, harus membiayai sekolah adikku pak. Dan, bapak tau bukan aku-- tak lagi memiliki orang tua? aku bisa mengandalkan beasiswa disini, tapi tidak dengan adikku"


Oke. Hyungseob tak mengada-ada, ia memang siswa dengan otak encer yang selalu mengisi daftar juara kelas setiap tahunnya. Kendala biaya hanya untuk adiknya dan makan sehari-hari, juga uang sewa flat mereka.

Woojin tak enak hati begitu menekan salah satu siswa kebanggaannya (selain lee euiwoong). Ia tak berpikir jika kehidupan siswa cerdas seperti Hyungseob amat berat.


"Baiklah, aku akan diam. Aku tak akan melaporkan masalah ini kepada guru Hwang, hanya saja jika ia memergokimu langsung aku tak bisa membantu banyak Hyungseob. Kau mengerti?"


Hyungseob tersenyum cerah. Berucap terimakasih berulang kali hingga membuat Woojin melebarkan kurva meski nyaris tak terlihat.


"Ah, dan aku memiliki syarat untuk itu"


"Ye ?"


Senyum dibibir Hyungseob meluntur dengan cepat. Kembali duduk kaku dihadapan Woojin yang menatapnya intens.



"Kau harus dalam pengawasanku, mulai detik ini dan seterusnya. Jangan menggunakan bus ketika pulang, sebagai gantinya aku yang akan menjemputmu. Tak ada bantahan Hyungseob"



Tamat sudah hidup Hyungseob.






















TBC.

Sweet and Sour ;jinseobWhere stories live. Discover now