BAB 21

13.2K 567 51
                                    

😭😭😭 Sebelumnya aku mon maaf setulus lubuk hati yang terdalam karena udah menelantarkan cerita ini.

Ada beberapa work juga yang aku unpub karena ngerasa ga sanggup lanjutin. 

Sebenernya aku — nyerah nulis karena satu alasan yang bikin mentalku hancur. Hampir mungkin aja. Tapi aku mohon doanya supaya aku bangkit lagi.  Please. 😣

Happy Reading guys!

21

Masih terlalu pagi. Setidaknya janji makan siang pada pukul 11.30 bukanlah agenda yang penting untuk Ginda lakoni saat ini. Karena telepon dari sekretarisnya, cukup menolong disaat momen bersama sang istri yang semula romantis mendadak jadi runyam dipicu percikan-percikan api kecil. Mengingatnya membuat pria itu menggeram tertahan diantara langkah panjangnya menyusuri lobby menuju ruang restoran yang masih berada di lantai yang sama di hotel Victoria.

Begitu Ginda tiba di dalam restoran ia langsung disambut kehadiran Helga yang sigap menuntunnya ke salah satu meja berisikan empat kursi dimana Esa Baskara dan putrinya menanti dengan wajah cerah.

"Selamat siang Pak Ginda, " Sapa Esa hangat, langsung berdiri dan menyalami Ginda. Tak lupa melirik putrinya yang kelihatan sedikit heboh memperbaiki tatanan rambut dan gaun merah menyala yang ia kenakan.

Ginda tersenyum tipis pada Esa dan melirik gadis itu sekilas tanpa minat. Esa tak terpengaruh sikap datar Ginda pada anaknya, tanpa malu memberi kode agar sang putri menyapa pria yang sudah sejak dulu menjadi incarannya sebagai calon menantu itu.

"Siang mas Ginda, masih ingat aku kan? " Tanya gadis itu yang Ginda perkirakan udianya sedikit lebih tua dari Clara.

"Ini Vony lho, putri saya yang waktu itu ulang tahun. Pak Ginda masa lupa pernah menghadiri party-nya beberapa waktu lalu? "

"Oh ya?!" Ginda tak berniat mengingat memori tak penting dalam hidupnya namun tentunya dia harus sedikit menunjukkan rasa respect dengan sebuah senyuman sopan. Kalau boleh jujur, Ginda tidak terlalu berminat bertemu satu orang pun beberapa hari ini. Dia baru saja menikah kemarin dan tiba-tiba saja Helga memberi tahu ada pertemuan penting. Dia sadar, Helga hanya menjalankan tugasnya sebagai sekretaris merangkap asisten yang harus selalu mengingatkan segala urusan dalam pekerjaannya. Apalagi Ginda tidak memberitahu satu orang pun pekerjanya mengenai pernikahan dadakannya kemarin. Oleh sebab itu Helga mengiyakan permintaan Esa untuk menghubungi dan membuat janji makan siang bersamanya. Sekali melihat Vony, Ginda sudah tau maksud tersembunyi Esa.

"Maaf, akhir - akhir ini saya terlalu sibuk sampai lupa kalau pernah menghadiri acara ulang tahun kamu," tambahnya jujur.

"Namaku Vony Cornelia. Panggil aja Vony." Vony tersenyum manis. Esa ikut tersenyum begitu merasa keadaan beranjak seperti yang dia inginkan.

"Silahkan duduk pak Ginda, " Kata Esa yang langsung dituruti pria itu.

Saat ini suasana restoran belum terlalu ramai karena jam makan siang yang biasanya berlangsung sekitar pukul 12 keatas. Seorang pelayan datang membawa buku menu dan mencatat satu persatu pesanan ketiga orang itu kecuali Helga yang masih berdiri karena hendak pamit kepada bosnya untuk kembali ke kantor.

"Pak, saya pamit ke kantor ya?" Tanya Helga pada Ginda yang baru saja menyebutkan pesanannya.

"Kamu ikut makan aja, lagipula hari ini saya masih cuti."

"Tapi saya harus bantu Andi selama bapak gak ke kantor,"tolak Helga sopan namun dengan mimik serius. Dia harus menjaga intonasi dan sikapnya pada sang bos di depan orang lain demi menjaga citra Ginda sebagai atasan yang dihormati. Padahal, jika di lingkungan kantor dirinya dan Andi sebagai dua orang kepercayaan Ginda tak pernah terlalu formal begini.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Aug 17, 2019 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Billionaire's Wife (On-Hold)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang