Meet : Luhan - Di Seberang

97 13 6
                                    

Di seberang hujan

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Di seberang hujan

Sedang di sini gersang

Engkaukah yang memetiknya?

Sehingga yang tertinggal hanya rindu

Ketika angin berhembus hanya ada namamu 

  🍑  
24 April 2018

***

Luhan termangu didalam cafe yang sudah selama dua tahun ini menjadi tempatnya bekerja paruh waktu. Di luar sedang mendung. "Pasti sebentar lagi akan turun hujan." Pikir Luhan.

Dia Luhan. Perempuan diawal dua puluh dua tahun yang sebentar lagi akan sibuk dengan tugas akhir -jika tidak ada keterlambatan, mungkin Luhan juga bisa lulus di tahun ini juga.

Lu Han. Dia senang namanya hanya sesingkat itu. Tapi kadang Luhan sering sekali merasa jengkel dengan beberapa orang yang selalu bertanya.

"Namamu?"

"Luhan." Dan selalu berakhir dengan sebuah gelak tawa dari mereka. "Luhan, panggil saja begitu."

Luhan memang sengaja tidak menyabutkan marganya, karena menurutnya marganya bukanlah sebuah nama marga yang umum disini.

Luhan berasal dari keluarga terpandang. Hidup berkecukupan bukan sebuah hal yang pantas Luhan banggakan untuk menggantungkan hidupnya dibalik kendali kedua orang tuanya. Luhan memilih untuk menjadi perempuan mandiri -lebih tepatnya pergi meninggalkan rumah karena ayahnya yang menentang Luhan untuk lebih memilih apa yang dia inginkan dibandingkan menuruti kemauan sang ayah yang lagi-lagi selalu menginginkan Luhan untuk meneruskan bisnis keluarga.

Luhan tumbuh dengan kasih sayang kedua orang tuanya meskipun kedua orang tuanya lebih memilih untuk duduk didepan komputer sehabis pulang kerja, namun ayah dan ibunya juga sesekali meluangkang waktu untuk Luhan.

Lantas kenapa Luhan memilih untuk pergi meninggalkan rumah?

Pertanyaan itu juga sama diajukan oleh ibunya dua tahun yang lalu dan jawaban Luhan masih sama. "Karena Luhan ingin menjadi perempuan yang mandiri."

Luhan ingin menjadi perempuan yang mandiri untuk segala hal. Dia ingin menjadi perempuan yang bertanggung jawab penuh atas dirinya dan keputusan yang dia ambil.

Naif jika Luhan bilang, hidup yang dia jalani saat ini sungguh lah mudah. Kenyataannya pada bulan pertama dia pergi dari rumah, Luhan sedikit kesusahan untuk mengatur pengeluarannya karena dia sudah tidak hidup dibalik kekayaan orang tuanya.

Luhan tahu bagaimana rasanya hidup susah. Karena keterbatasan yang dia punya.

Luhan tahu bagaimana rasanya hidup bahagia. Karena keterbatasan yang dia punya dapat dia ubah menjadi sebuah rasa syukur.

Luhan tidak akan pernah melupakan gaji pertamanya disebuah toko roti -yang sampai saat ini juga masih menjadi tempat Luhan bekerja paruh waktu. Meskipun gaji yang dia terima tidak seberapa dari uang jajan yang dia terima dari kedua orang tuanya. Luhan tetap senang bisa membelikan tiga buah es krim untuk ibunya dengan uang hasil kerja usahanya sendiri.

Second ChanceTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang