chapter 2

2.7K 144 2
                                    

Pagi yang cerah, burung burung berkicau dengan merdunya. Sinar matahari menyinari bumi. Orang orang mulai sibuk dengan pekerjaannya masing masing. Konohagakure, itu nama desa di tengah hutan. Dimana terdapat orang orang yang selalu hidup rukun dan gotong royong.
Pagi yang cerah seperti ini warga Konoha selalu di si bukan dengan pekerjaan mereka sendiri.

Seperti di gubuk kediaman Haruno

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Seperti di gubuk kediaman Haruno. Wanita tua yang sibuk dengan dapurnya. Sesekali ia melirik ke arah cucu laki lakinya yang tengah memotong sayuran yang dipetik kemarin. Senyuman terukir diwajah penuh keriputnya.

"Sasori - kun." panggil sang wanita tua
"Iya nek." sahut Sasori sembari menatap sang nenek. Tidak lupa ia memberi senyuman kearahnya.
"Bangunkan Sakura. Kasihan dia belum makan tadi malam." perintahnya.
"Baik nek." Sasori segera beranjak pergi ke kamarnya. Ke kamarnya?
Ya. Karena tadi malam Sakura tidur bersamanya. Sebab ia takut terjadi apa apa dengan adiknya setelah kejadian menakutkan beberapa jam yang lalu.





Disebuah ruangan kecil, terdapat gadis kecil dengan surai merah muda masih memejamkan matanya. Menyembunyikan emerald indahnya yang selalu didambakan  oleh semua orang termasuk Sasori dan nenek Chiyo.

Tidak lama kemudian, mata itu berkedut, tanda ia terusik dalam tidurnya. Bagaimana tidak. Sinar matahari menerobos masuk melewati jendela dan menerpa wajah ayunya.

"Enghhh" lenguhnya. Perlahan ia mulai membuka kelopak matanya. Silau. Itu yang dirasakannya.
Lalu ia mendudukan dirinya. Matanya ia edarkan ke setiap sudut ruangan. Ia mulai beradaptasi dengan suasana ruangan itu yang menurutnya berbeda. Ini bukan kamarnya. Pikir gadis musim semi.

"Kau sudah bangun Sakura." suara bariton terdengar jelas di telinganya. Suaranya begitu familiar menurutnya.
"Sasori-nii...."
"Cepat mandi dan kita akan sarapan pagi bersama." ujar Sasori mendekati adik pinknya.
"Baik nii-san" jawab Sakura. Tanpa menunggu lama, Sakura beranjak dari tempat tidur dan pergi ke sumur yang berada di belakang rumahnya.


Waktu terus berjalan. Matahari mulai tepat diatas kepala. Namun tidak melunturkan semangat anak anak Konoha yang asyik berlatih senjata yang ia buat sendiri. Anak anak disana memang mandiri. Selalu berfikir dewasa.
Mereka memiliki cita cita yang begitu besar dan berharga. Namun di usianya yang masih dibawah umur, membuat para orang dewasa khawatir sekaligus takjub. Bagaimana tidak. Mereka termasuk anak yang tak lagi memiliki orang tua, mempunyai keinginan untuk melawan para Vampire yang selalu menyerang desanya. Hokage atau pemimpin desanya pun tewas karena Vampire yang menyerangnya.

Seperti anak muda ini. Sakura, Ino, Tenten dan Hinata asyim berlatih memanah dan bermain pedang.
Tenten, gadis bercepol dua bisa dibilang ahli dalam menciptakan senjata.
'Siiing....siiing' suara pedang yang diasanh dengan batu.

"Wahhh.... K k kau he hebat Tenten-chan." puji gadis beriris lavender dengan suara gagapnya.
"Terimakasih Hinata. Kau selalu memujiku." ucap Tenten tersenyum.
"I iya. Ka karena Tenten-chan hebat."
Tenten menganggukkan kepalanya paham. Dengan adanya pujian dari teman sebayanya, membuatnya semakin semangat menciptakan dan membuat senjata senjata baru untuk menyerang para Vampire.

Ditempat lain ada Sakura dan Ino yang sibuk dengan kegiatannya.
Sakura yang sibuk dengan panahnya dan Ino asyik memetik bunga dan merangkainya menjadi mahkota.

Gadis berambut blonde dan dikuncir ponytail kini menoleh sekilahbkearah gadis musim semi yang tengah menarik tali busur untuk memanah pohon yang jauh ada di depannya.

"Jidat. Kau tidak lelah?" tanya Ino heran. "Tidak sama sekali Pig." jawab Sakura tanpa menatap ke arah Ino.
"Kau itu sudah hebat. Untuk apa latihan lagi." cibir Ino menatap Sakura sekilas lalu kembali merangkai bunga.
Tak ada jawaban dari mulut Sakura. Ia kembali pelepas anak panahnya dan 'ctak!!' tepat mengenai sasarannya tanpa melenceng sedikitpun.

'Tap tap tap' suara langkah kecil menghampiri Sakura. 'Pluk'
"Hihihihi kau cantik sekali Jidat" pujian Ino melihat Sakura yang mengenakan rangkaian bunga yang ia buat sendiri.
"Ck. Pig jangan ganggu konsentrasiku." ucap Sakura mengingatkan. Ino kembali mengambil rangkaian bunga di atas kepala merah muda sahabatnya dan memasangkan di kepalanya sendiri.
"Yare yare. Si Jidat lagi konsentrasi."

Di tempat lain, Hinata dan Tenten menatap ke langit yang ternyata mulai tertutup awan hitam.
"Hinata. Seperti hujan akan turun." ujar Tenten. "Em. Kenapa tiba tiba ya Tenten-chan?" tanya Hinata heran.
Tenten menganggu kan kepalanya.

"Ino!! Sakura!! Sepertinya kita harus mengakhiri latihannya." seru Tenten sembari mengemasi senjata yang ia ciptakan.
Ino dan Sakura menatap ke langit. Dan benar. Langit biru sudah tertutup awan hitam.
"Ayo kita pulang." ajak Sakura. Ino mengangguk setuju. Dan diikuti Hinata dan Tenten.

Baru beberapa mereka melangkah, hujan mengguyur desa Konoha. Suasana begitu mencengkam tak seperti sebelumnya.
Rasa takut hinggap pada diri mereka.
Kaki mungilnya mulai membawa tubuh mungilnya dengan langkah cepat. Dan lama kelamaan langkah itu sangat cepat - lari -

"Teman teman. Ayo!!" ajak Tenten pada tiga temannya. Mereka mulai mempercepat langkahnya.

Tanpa mereka sadari, ada beberapa pasang mata mengawasi mereka. Seringai hinggap di wajah pucatnya.

~Sakura~
Kami-sama, kenapa perasaanku tak enak. Semoga saja tidak terjadi apa apa. Tapi... Aku merasa ada apa apa setelah ini. Aku takut, mereka datang.

-Sakura end-

"Jidaaaaat!!"
"Jangan berteriak Pig!!" ketus Sakura.
"Kau kenapa. Aku panggil sep____"

'Sraaaaakkk' Tenten menghentikan larinya secara mendadak saat ia melihat ada empat orang pria berusia belasan tahun dan satu pria berambut reven berkuncir berusia sekitar 20 tahunan.
Sakura dan Ino yang sedari tadi sedang beradu mulut ikut berhenti karena dua temannya tiba tiba berhenti mendadak.

"Ada apa ini?" batin Sakura cemas. Emeraldnya menatap onyx yang menatap tajam kearahnya.
Mata Sakura terbelalak saat melihat iris mereka berubah menjadi merah darah.
Sakura harap ini semua mimpi belaka.

"Me mereka......."  Sakura menggantungkan ucapannya.

Tbc....

LOVE IS LIKE A LIFEWhere stories live. Discover now