Part : 01

3.6K 42 20
                                    


=> Cerpen ini belum direvisi ...
(Ditulis tahun 2018)

______

"Bu, Anggi pamit sekarang," ucap seorang laki-laki berseragam khas SMP, lengkap dengan tas ransel di punggungnya. Ia menyalami seorang wanita separuh baya berbaju daster panjang, di depannya. Ditemani sang adik di sampingnya yang ikut menyalami ibunya setelah kakaknya.

"Kalian hati-hati di jalan, ya," Ibu dari kedua anak itu mengusap punggung Raihan seraya berjalan menemani mereka ke luar rumah.

"Iya, Bu," jawab Raihan, sang adik. Mereka berdua bergegas menghampiri rak sepatu, kemudian memakai sepatunya masing-masing di tepi keramik teras rumah.

"Ayo Dek, cepetan." Anggi berjalan menuju motor matic-nya sambil menyuruh Raihan untuk cepat-cepat menyelesaikan memakai sepatunya.

"Iya Kak, bentar," jawab Raihan sambil mengikat tali sepatu kanannya. Setelah selesai, ia kemudian berdiri dan menepuk-nepuk pantatnya, mengusap celana merah miliknya dari sedikit debu.

"Assalamualaikum, Bu," pamit Raihan setelah naik ke motor Anggi yang sedari tadi sudah siap ditumpangi olehnya.

"Waalaikumsalam. Jangan ngebut ya, Anggi," jawab Rahmah seraya mengingatkan Anggi.

"Iya, Bu," Anggi lantas melajukan motornya. Setelah melihat kedua anaknya semakin menjauh, Rahmah kemudian kembali masuk ke dalam rumahnya.

****

Ya ampun, hampir aja lupa! Gue harus jemput Nisa. Tapi Raihan, gimana ya? Batin Anggi teringat sesuatu. Ia menjadi bingung sendiri. Di jalan raya seperti ini mana mungkin ia meninggalkan adiknya, sementara rumah Nisa sudah terlewati cukup jauh dan dia baru ingat bahwa dia sudah mengatakan ke Nisa, akan menjemputnya setiap hari mulai dari sekarang.

Anggi menepikan motornya ke tepi jalan, berhenti di dekat trotoar, hal itu membuat Raihan mengernyitkan dahi, bingung.

"Kenapa berhenti, Kak?" tanya Raihan

"Dek, Kakak lupa, hm ... harus itu beli buku. Iya! Beli buku dan tokonya udah kelewat." ucap Anggi gelagapan sambil memutar badannya, melihat Raihan.

"Ouh, kalau gitu putar balik aja Kak. Gak apa-apa kok."

"Eh, gini. Kamu kan harus cepat-cepat ke sekolah, daripada lama lagi dan nanti yang ada kamu telat, mending kamu duluan aja ke sekolahnya ya, Dek?"

"Aku, duluan, Kak?" tanya Raihan masih tidak mengerti.

"Iya, kamu naik angkot aja yah. Sekarang turun,"

"Tapi, kak?"

"Oh! Ini uang sakunya Kakak tambahin," Anggi merogoh uang di saku celananya kemudian memberikan satu lembar uang bernilai sepuluh ribu ke Raihan "Cukup kan?"

"Kak, masalahnya Raihan belum pernah naik angkot sendiri. Raihan takut,"

"Nggak akan kenapa-kenapa. Kakak do'ain. Cepet dari pada keburu siang. Kakak tungguin sampe angkotnya datang,"

"Tapi kak—"

"Dek, Kakak harus cepet-cepet ini. Nanti Kakak kesiangan, gimana?"

"Hm, yaudah deh."

"Iyah, ini ambil uangnya."

"Gapapa, kak. Raihan masih ada uang lebih, sisa kemarin."

"Oh yaudah. Tuh, Dek, angkotnya. Cepetan turun."

Raihan turun dari motor Kakaknya, kemudian tersenyum kepada Anggi sebelum ia berjalan maju mencegah angkot. Setelah angkot itu berhenti tepat di depan Raihan, Raihan menengok Anggi sebentar. Ia mendapati Anggi yang tersenyum kepadanya, tak lama kemudian segera masuk ke dalam angkot.

Setelah angkot itu melaju semakin menjauh, Anggi kemudian dengan gerak cepatnya langsung memutar motornya ke jalan yang sebelumnya sudah ia lewati, hendak menyusul ke rumah Nisa.

****

"Lama banget sih? Capek tahu, berdiri nungguin kamu," keluh seorang wanita, berambut pirang dan panjang. Bibirnya yang kecil dan bentuk wajah yang imut membuat amarahnya terlihat lucu bagi Anggi.

"Kenapa nunggu di tepi jalan begini? Aku kan padahal mau jemput kamu sampe rumah." kata Anggi, masih berada di atas motornya.

"Lama lagi kalau kamu harus masuk gang, belom lagi belok kanan-kiri. Lebih baik aku nunggu di sini aja. Tadinya hampir aja mau telepon Bagas buat jemput aku."

"Eh jangan dong. Aku kan sekarang udah ada di depan kamu."

"Yaudah cepet! Kenapa diam aja, nanti telat lagi ke sekolahnya."

"Iya-iya, ayo. Naik," ucap Anggi menyuruh Nisa naik ke atas motornya.

"Kamu gak bawain aku helm?" tanya Nisa seketika, membuat orang yang ditanyai langsung menggaruk keningnya, bingung.

"Aku aja gak pake helm," ucap Anggi.

"Nanti kalau kecelakaan gimana? Kok kamu ceroboh sih?"

"Yah jangan dong, kok malah ngomong gitu. Dijamin selamat deh sama aku, santai aja, ya?" Anggi mengangkat satu alisnya seraya menatap Nisa, niatnya menggoda wanita itu justru membuatnya mencebikkan bibir tetapi pasrah langsung naik ke motor Anggi.

"Awas, lho. Nyawa nih."

"Iya-iya santai aja. Cerewet amat si. Makin gemes jadinya Aw—-" pekik Anggi ketika Nisa mencubit pinggangnya.

"Yaudah cepet jalan."

Anggi hanya tertawa geli, melihat wanita yang duduk di belakangnya melalui kaca spion. Dia sudah menyukai wanita itu dari kelas tujuh SMP sampai sekarang kelas sembilan. Anggi baru bisa mendekati Nisa karena emang dia merasa banyak saingan buat mendekati wanita itu, sekaligus Tuhan seakan mempermudah dirinya sehingga di kelas sembilan lah, Anggi bisa satu kelas dengan Nisa.

Nisa adalah wanita yang dinilai sebagai salah satu wanita paling cantik di sekolahnya. Wajahnya terkesan lebih imut sehingga ada yang bilang "meski yang cantik banyak, tapi yang paling imut di sekolah hanyalah Nisa seorang".

Berjalannya waktu, Anggi kini sering menjemput sekaligus mengantarkan Nisa ke sekolah. Mengandalkan alasan demi alasan kepada adiknya berulang kali. Selama itu juga ia kerap terbiasa menurunkan adiknya di tengah jalan sehingga lagi dan lagi, Raihan harus menaiki angkot untuk ke sekolahannya. Tanpa mempedulikan sang adik, Anggi hanya merasa puas bisa lebih dekat dengan Nisa.

Perlahan, gosip mengenai kedekatan antara Anggi dan Nisa, mulai meluas ke banyak telinga. Dari satu mulut ke banyak mulut, dari satu telinga ke banyak telinga, membuat Bagas——lelaki yang juga mengincar dan menginginkan Nisa, marah sekaligus kesal. Begitu ia tahu tentang laki-laki yang digosipkan dekat dengan Nisa, tanpa banyak berpikir dia menghampiri Anggi ke kelasnya. Mengebrak meja keras-keras dengan gumpalan tangannya. Napasnya naik turun, hendak memarahi Anggi. Anggi yang dibuatnya terkejut, langsung saja berdiri. Merasa tak terima dengan perlakuan kasar yang tiba-tiba, Anggi hendak bertanya. Namun, belum mengucap sepatah katapun laki-laki di depannya sudah lebih dulu menonjok pipi kanan Anggi. Hal itu langsung saja menarik sorot mata dari penghuni kelas yang mendengarnya, terkejut. Mereka yang mulanya sibuk dengan aktivitasnya masing-masing mendadak menjadi tegang, melihat Bagas yang mulai menarik kerah baju Anggi.

"Mati? Atau jauhi Nisa?" ancam lelaki bertubuh jangkung dan sangar itu di depan wajah Anggi. Kalimatnya penuh penekanan. Hal itu mampu membuat Anggi heran tidak mengerti. Namun pipinya yang terasa sakit dan memanas akibat tonjokan dari laki-laki di depannya, membuat amarah Anggi bangkit. Dia tentu tidak terima. Terlebih dengan ancaman yang dilontarkan seenaknya. Anggi menatap laki-laki itu geram. Mata bertemu mata. Di tengah keheningan mereka, Anggi mulai bertindak! Ia langsung mendorong tubuh Bagas, membuat laki-laki itu terhuyung keras ke belakang sehingga punggungnya mengenai bangku.

To be continued...

__________

baca terus lanjutannya, ya?😉

Jangan lupa Vommentnya :)

Kumpulan Cerita PendekWhere stories live. Discover now