Asheeqa 6

8.9K 1.2K 58
                                    

بِسْــــــــــمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ

"Adakah sesuatu yang bisa menjadi obat atas rasa sakitku? Seperti susu yang menghilangkan rasa pedas."

-Asheeqa-

Brukk

Aku jatuh tersungkur di depan Pria bersnelli yang aku tabrak bahunya.

Kurasakan nyeri di bagian lutut, yang membuatku sulit untuk berdiri.

Kasar, Aku menampik uluran tangan seseorang yang hendak menolongku berdiri. Aku kembali menghapus air mata dengan kasar. Dan segera berdiri, walaupun lututku masih nyeri. Tapi aku tak peduli, sakit di hati ini lebih menyakitkan. Aku harus pergi dari sini. Iya harus!.

"Kamu nggak apa-apa?" Tanya pria yang aku tampik tangannya tadi.

Aku hanya menatapnya sekilas dengan tatapan marah masih menyelimutiku. Dengan sisa tenaga, dan lagi-lagi menolak bantuan dia aku bisa berdiri. Dan memilih berjalan cepat keluar dari rumah sakit ini. Tanpa menoleh kembali.

"Aku lelah" sesalku di dada.

Aku kembali terjatuh di pinggir jalan. Entah berapa lama aku berlari dan menabrak beberapa orang. Makian dan cacian orang-orang sama sekali  tak kuhiraukan.

Aku menangis sesenggukan di bawa pohon. Nggak peduli dengan pandangan orang yang kasihan serta iba melihatku.

Aku benar-benar terpuruk, hanya bertemu dengannya saja membuatku hancur seperti ini. Rasa sakit ini benar-benar menghantuiku, sama sekali nggak memberiku celah untuk berdamai. Kembali ku pukul dadaku yang sesak ini. Cairan bening sialan ini juga sama sekali nggak berhenti membasahi pipiku. Dengan kasar kembali ku hapus.

Dengan sisa tenaga, aku kembali berdiri berpegangan pada pohon. Ku rasakan bahuku di pegang seseorang, membantuku berdiri. Aku menoleh pada dia, sebuah senyum manis terlukis di bibirnya. Tak ada rasa iba pada kedua netranya, senyumnya benar-benar menjadi kekuatanku sekarang.

Ku paksakan bibir ini tersenyum walaupun sulit, aku nggak boleh sedih di hadapan dia. Aku nggak boleh menangis di hadapan dia. Tapi lagi-lagi aku kalah, airmataku sama sekali tak tertahankan.

Aku merasakan tubuhku menghangat, dia memelukku. Dan membelai rambutku yang tak lagi tertutupi topi dengan lembut. Entah topi kesayanganku jatuh dimana. Tak ada sepatah kata pun keluar dari bibirnya. Beberapa detik dia memelukku menyalurkan kekuatan untukku.

Dia melepaskan pelukannya, dengan tatapan yang hangat. Dan jari-jarinya yang putih dan lembut, dia menghapus airmataku. Memapahku naik ke mobil berwarna hitam. Tak lupa dia memasangkan seatbelt, setelah memastikan ku duduk dengan baik.

"Abang ..." panggilku lirih.

Dia hanya mengangguk dan tersenyum.

Akhirnya dia duduk di sebelahku, di belakang kemudi. Tak ada niat buat dia memulai pembicaraan atau menanyakan kenapa aku seperti ini. Sesekali dia tersenyum padaku.

Mobil yang kami tumpangi mulai bergerak, aku masih menatap laki-laki yang duduk di sebelahku. Entah sejak kapan dia sekarang memakai kaca mata hitam. Tampak gagah.

Tak terasa airmataku mulai jatuh lagi. Aku nggak tahu kenapa airmata ini kembali mengalir di pipiku. Ku palingkan wajahku menghadap jendela, menghindari dia. Aku nggak mau dia kembali melihatku menangis.

Kurasakan bahuku disentuh. Beruntung airmataku sudah kering, jadi aku bisa menengok ke arah dia.

Dia kembali tersenyum. Membuatku ikut tersenyum walau masih sakit di hati ini.

Asheeqa (SUDAH TERBIT)Where stories live. Discover now