5

1.3K 154 7
                                    

Dia sudah terbiasa melihat hal seperti ini. Dia biasa melihat orang-orang yang mengalami rasa sakit, kegelisahan dan depresi yang hebat, tapi belum pernah ia merasa tidak enak karenanya.

Dengan tatapan menyesal dia melihat Hyein merintih dalam tidurnya. Anak perempuan itu berbaring di tempat tidurnya, mencengkeram seprai, menggeliat dan menangis. Air mata membasahi pipinya tapi dia tidak terbangun.

Dengan hati-hati, Chanyeol mengulurkan tangan untuk meraih selimut dan mengangkatnya untuk melihat luka di paha Hyein, luka yang disebabkan oleh dirinya sendiri. Dr. Kang telah mengobati luka-luka yang dalam, namun sebagian lagi masih sedikit berdarah. Kaki rampingnya berkedut dari waktu ke waktu dan Chanyeol bisa melihat otot-ototnya tegang. Sebuah desahan keluar dari mulutnya saat ia meletakkan selimut itu kembali; Dia merasa bersalah pada anak perempuan itu.

Saat pintu kamar terbuka, Chanyeol berpaling dari Hyein. "Hei." Dia tersenyum lembut pada Jongin.

Anak laki-laki itu berjalan mendekatinya dan naik ke pangkuan pria jangkung. "Apakah Yein sakit? Mengapa dia menangis?" Dia tersentak saat melihat air mata di pipi Hyein. "Dia menangis!" Dia membawa kedua tangannya yang kecil itu ke atas mulutnya dan menatap Chanyeol. "Dia mimpi buruk?" Anak kecil itu membisikkan pertanyaannya di balik telapak tangannya.

"Ya." Kata Chanyeol. "Hyein sakit, tidak hanya secara fisik."

"Apa artinya fi... fisi?"

"Fisik." Yeol mengulangi kata itu. "Itu berarti, yang sakit bukan hanya tubuhnya."

Jongin memiringkan kepalanya. "Apa lagi yang sakit?"

Chanyeol berpikir sejenak. "Uhm, hati dan pikirannya sakit juga." Dia kemudian berkata. "Sesuatu yang sangat buruk selalu membayang-bayanginya dan dia tidak bisa melupakannya."

"Dan karena dia tidak bisa lupa, dia merasa sakit?"

Chanyeol tersenyum pada anak laki-laki itu dan mengangguk. "Tepat sekali, kau sangat pintar." Dia memuji dan menyentuh hidung kecil itu. Dia menurunkan Jongin ke lantai dan berdiri.

"Ayo sayang, dia butuh istirahat."

Jongin memegang tangan Daddy-nya dan menatap Hyein sambil mengikutinya. "Tapi..."

"Dia akan segera berhenti menangis, biarkan dia tidur."

Jongin mengerucutkan bibirnya tapi tetap mengikuti Daddy-nya keluar dari kamar. "Bisakah kita mengunjungi Mama?"

"Sayang, aku sedikit lelah hari ini." Kata bos mafia itu. "Kita akan mengunjunginya besok, oke?"

Anak laki-laki itu mendongak ke arah Chanyeol. "Apakah daddy juga terluka?"

"Tidak." Chanyeol tersenyum. "Aku tidak sakit, aku hanya lelah."

"Apakah daddy ingin tidur siang? Bisakah aku tidur siang dengan daddy?"

"Tentu."

"Yay!" Jongin menjerit. "Tapi Teddy juga harus tidur siang, dia mengantuk juga."

Chanyeol hanya tersenyum saat Jongin berlari ke depan menuju kamar pribadinya. Saat dia masuk ke kamar tidurnya Jongin sudah terbaring di ranjangnya, bersembunyi di bawah selimut. Dia tertawa cekikikan dan mencicit saat Chanyeol menarik selimut dari tubuhnya dengan raungan lucu. Tapi raungan lucu itu cepat berubah menjadi erangan yang menyakitkan. Rasa sakit yang tajam di daerah perutnya membuatnya merasa ngeri.

Jongin menyadari jika ia kesakitan lalu mengerutkan wajahnya dan merangkak mendekatinya. "Daddy!" Dia tersentak. "Daddy sakit?!"

"Tidak, tidak." Chanyeol tersenyum, mencoba sedikit menenangkan anak kecil itu. "Aku hanya bergerak sedikit terlalu cepat." Dia naik ke tempat tidur dan berbaring. Dia menunggu sampai Jongin merangkak mendekatinya dan meletakkan selimut di atas tubuh mereka. Dia melingkarkan lengan di tubuh mungil itu dan menarik anak itu agar lebih dekat. "Jangan khawatir, sayang, aku baik-baik saja."

The Phoenix And His Healer || ChanyeolTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang