10

1.5K 121 24
                                    

Merasakan perih di kakinya, Hyein terbangun. Dia menggeliat kesakitan dan membuka matanya, menghela napas saat mendapati dirinya terbaring sangat dekat dengan dada telanjang Chanyeol. Dia menelan ludah dan menatap pria itu. Mafioso itu masih tertidur, bernapas dengan tenang melalui hidungnya dengan kelopak mata yang tertutup dan sedikit berkedut. Hyein tidak bisa menahan diri untuk tidak memandangi wajah Chanyeol. Dia mengamati setiap inci wajah pria itu, bibir kemerahannya yang indah, tahi lalat di jembatan hidungnya dan bekas luka kecil di atas alis kirinya.

Saat Chanyeol mulai bergerak, Hyein dengan cepat memejamkan matanya. Dia mendengarkan suara yang dibuat pria itu saat dia berbalik dan menunggu sampai tidak ada suara lagi. Dia membuka matanya kembali dan disambut oleh punggung bertato sang Mafioso yang lebar. Dengan seketika mata Hyein berkeliaran memandangi permukaan kulit yang berwarna merah, kuning dan hitam itu. Selimutnya sedikit melorot dan membiarkan Hyein melihat hampir seluruh tato besar itu. Itu adalah sebuah mahakarya dan semakin lama Hyein memandangi karya seni itu, semakin dia merasa bahwa gambar di punggung Chanyeol itu hidup. Mata burung api itu begitu ekspresif, rasanya seolah-olah makhluk itu bisa berkedip kapan saja.

Hyein memiliki keinginan untuk menyentuhnya. Dia mengangkat tangannya dan menahan napas saat keempat jari tangannya bersentuhan dengan kulit pria itu. Merasa Chanyeol tidak bereaksi pada sentuhannya, Hyein perlahan mulai menelusuri tato Phoenix itu. Dia memindahkan jarinya dari bahu Chanyeol, di antara tulang punggungnya, menuruni tulang punggungnya dan kembali ke tulang rusuknya.

"Di situ yang paling menyakitkan."

Dia membeku, tapi bukannya melepaskan jarinya dari permukaan kulit itu, Hyein hanya memindahkannya ke atas setelah beberapa saat.

"Di situ tak apa." Kata Chanyeol kali ini. "Bahu tidak terlalu menyakitkan."

"Ini indah."

"Ini menyakitkan."

Jarinya masih di punggung Chanyeol, lalu ia memindahkannya ke wajah burung Phoenix itu. "Setimpal?"

"Pasti, ini menutupi semua hal yang ingin kau lupakan."

Hyein mengerutkan keningnya sedikit saat Chanyeol memegang tangannya dan perlahan mengarahkannya ke bagian bawah punggung pria itu. Tangannya menghilang di bawah selimut dan berhenti hanya satu inci di atas tempat ikat pinggang celana pria itu. Hyein merajut alisnya saat pria itu menekankan jari-jarinya ke sana. Permukaan kulit di sana terasa berbeda dengan kulit di punggung atas Chanyeol. Tidak halus dan terasa tidak rata.

"Saat aku masih seusiamu, mungkin sedikit lebih muda." Pria itu memulai. "Aku suka memberontak dan melarikan diri, tidak memikirkan konsekuensi yang akan diterima Irene. Ketika aku kembali, sudah terlambat, ayahku telah melampiaskan amarahnya kepada Irene. Aku sangat marah dan menyerangnya, aku terlalu naif dan dibutakan oleh kemarahan untuk menyadari bahwa ayahku memiliki tingkat yang sangat jauh di atasku. Dia hanya melakukan satu gerakan dan hal terakhir yang kusadari adalah, ada pisau di punggungku dan ayahku perlahan-lahan menekannya ke depan, lama sekali sampai aku meminta maaf karena melarikan diri."

Hyein menelan ludah mendengar kata-kata itu.

"Ayahku memang gila karena telah menikamku. Itu bukan hal yang terburuk yang pernah dia lakukan. Hal yang ingin ku lupakan adalah kesalahan yang telah kulakukan dan Irene yang harus menderita karena diriku."

"Beberapa hal yang tidak bisa kau tutupi dengan tato." Ujar Hyein, akhirnya melepaskan tangannya dari punggung Chanyeol. "Beberapa hal yang tidak seharusnya dilupakan."

Chanyeol menghela napas pada komentar itu dan berbalik untuk menghadap Hyein. "Itu mungkin benar, tapi kau bisa belajar untuk bertahan hidup dengan masa lalu, dengan apa yang telah terjadi." Katanya.

The Phoenix And His Healer || ChanyeolTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang