Chapter 6

2.9K 424 12
                                    

Assalamuaikum...😘

***

"Kun-ssi, bisa kau lanjutkan ceritamu?" pinta Ten.

"Aku tak tau apakah ini hantu, tapi adikku..." *drrrrrtttt*

Kun merogoh saku jaketnya begitu dirasa ponselnya begetar. Tertera nama Irene membuat Kun bergegas mengangkat telfon itu.

"yoboseyo? Irene noona waegurae?"

"..."

"ne? aku pulang sekarang!"

"ada apa?" tanya Doyoung.

"Renjun terluka lagi"

*
*
*

"Apa yang terjadi?" tanya Kun panik dan langsung duduk disamping Renjun yang tengah terlelap di ranjangnya. Baru saja luka di keplanya sembuh, kini Kun melihat pergelangan tangan Renjun terlilit perban dengan sedikit bercak darah yang merembes di sana.

"dia menyayat pergelangan tangannya. Tapi syukurlah dokter bilang ini bukan luka parah dan hampir saja pembulu darahnya terputus" jelas Irene.

"andwae! Aku mengenal siapa adikku. Renjun tak mungkin melakukan hal bodoh dan segila itu!" Kun berujar tak percaya dengan apa yang dikatakan Irene.

"Kun, lalu siapa yang melakukannya? hanya ada aku dan Renjun di rumah. Tak ada orang lain"

"noona, apa ada barang bukti jika Renjun yang melukai tangannya sendiri? apa ada pisau, gunting, dan yang lainnya yang memungkinkan Renjun gunakan untuk melukai tangannya?" Kun bertanya pada Irene seakan membuktikan bahwa Renjun tak melakukannya. Dalam benaknya Irene membenarkan apa yang dikatakan Kun.

"ani... tapi ini aneh" lirih Irene.

"ada yang melukai Renjun, tapi tak bisa kita lihat" ucap Kun irih namun terdengar mantap.

"eungh..." Renjun melenguh dalam tidurnya dan mulai membuka mata.

"Renjun, eodi appa? (mana yang sakit?)" tanya Kun khawatir.

Renjun meringis merasakan perih di pergelangan tangannya. Sedetik kemudian, ia tersenyum kecil. Meyakinkan sang kakak bahwa ia baik-baik saja dan perasaannya lega karena Kun berada di sisihnya sekarang.

"apa yang terjadi, eum?" tanya Kun lagi sembari mengelus surai hitam Renjun memberikan ketenangan pada adiknya.

Renjun terdiam.

FLASHBACK<<<

"Kau haus? mau ku buatkan minum?" tawar Irene pada Renjun yang sedang mengerjakan soal yang ia berikan. Renjun mengangguk. "kau ingin apa? susu? jus buah atau apa?"

susu coklat - tulis Renjun.

"geurae, jankanman"

Irene meninggalkan Renjun sendiri di kamar. Renjun masih setia berkutat dengan soal-soal yang Irene berikan. Tiba-tiba ia merasakan panas yang menusuk pergelangan tangannya.

"akh" erang Renjun begitu lirih.

Mata Renjun membulat dan nafasnya tercekat begitu melihat kabut hitam yang muncul di depannya. Ia terduduk di lantai melihat kabut hitam itu berubah menjadi sosok perempuan yang mengenakan seragam lusuh, rambut terurai, mata lebam dengan sorot mata yang tajam yang seakan menusuk siapapun yang menatapnya. Wajahnya sangat pucat dan jangan lupakan kuku-kuku tajam yang siap mencabik-cabik mangasanya.

"Renjun mau ikut denganku?" suara itu, suara Seulgi yang terdengar seperti bisikan membuat bulukuduk Renjun meremang.

Renjun menggeleng kuat. Sedikit menyeret tubuhnya mundur begitu arwah Seulgi yang mencoba mendekatinya. Renjun mencekram dadanya, sakit. Renjun ketakutan setengah mati hingga mungkin ia lupa bagaimana caranya bernafas.

"tidak mau ya? tapi kau harus menyenangkanku hari ini. HAHAHA"

Tawa itu menggema memenuhi ruangan. Runjun bergerak gelisah seakan ia benar-benar tak mendapatkan oksigen di sana sambil terus memukul dadanya. Sakit, sesak, dan panas bercampur jadi satu.

"hah... hah..." Renjun terengah. Ia membuka mulutnya untuk membantunya bernafas.

Seulgi mendekat ke arah Renjun secepat kilat. Ia menarik paksa tangan Renjun, rasa panas menyeruak dipergelangan tangan Renjun.

"hmph..." Renjun tak bergeming, ia hanya bisa menahan kesakitannya sendiri. "akh!"

"hahahahahahah" tawa Seulgi menggema begitu mendengar Renjun memekik kesakitan.

Perih, Seulgi menyayat pegelangan tangan kanan Renjun dengan kuku tajamnya. Kini Renjun tergeletak di lantai merasakan sensasi sakit yang menjalar ditangannya. ah tidak, seluruh tubuhnya terasa sakit.

"bodoh! Kau anak bodoh! kenapa tidak berteriak, hah?! apa kau bisu?!" maki Seulgi.

*PYAR*

"Renjun!" Irene terkejut bukan main dan melepaskan genggamannya pada nampan yang berisi dua gelas minuman. "ige mwoya? eottokae?" Irene dilanda panik dan berusaha menghubungi dokter. "tetap buka matamu, Renjun. Jebal!"

Irene terus bergumam mendekap Renjun. Ia ngeri melihat darah yang keluar dari tangan Renjun, sedangkan anak itu masih berusaha terjaga meskipun tubuhnya terasa lemah.

"mianhae Renjun-ah, mian. Tak seharusnya aku meninggalkanmu sendiri" Irene menyesal, sangat menyesal.

"apakah aku aka mati sekarang?" batin Renjun.

FLASHBACK END>>>

*

*

*

Tbc

Don't be silent readers. Vote and Comment, please :"

My Secret Wall (END)Where stories live. Discover now