Tears

10.8K 970 247
                                    

"Tambah lagi, Jim."

Pemuda bermarga Jeon berucap asal seraya mengulurkan gelas bening kosongnya serampangan; ke hadapan pemuda yang bahkan dua tahun lebih tua darinya. Persetan dengan sopan santun, bagi Jungkook tidak ada seorang yang pantas ia hormati selain keluarga terhormatnya sendiri.

"Hei... sudah cukup, bocah."        Pemuda dibelakangnya berucap memperingati, menarik pelan gelas dari genggaman yang membuat Jungkook merasa tertantang seketika. Menjadikannya reflek memutar tubuh hingga keduanya saling berhadapan. Jungkook menatapnya garang, tidak ada rasa bersalah atau terima kasih, bahkan setelah nyaris dua jam ia menyandarkan punggung berototnya pada dada kurus Kim Taehyungㅡ pemuda itu.

Lantas kekehan geli dari Taehyung menjadi balasan. Tidak menakuti sama sekali, tatapan tajam Jungkook justru membuatnya gemas. Taehyung memang tidak mengungkapkan perasaan gemas dan semacamnya saat itu, akan tetapi kekehan rendah yang terdengar seperti ejekan itu menjadikan Jungkook murka. Merapalkan kata bangsat dan bajingan berulang-ulang sembari mendorong kepala Taehyung asal. Benar-benar tipikal pemuda yang tidak tau sopan santun.
"Berhenti ikut campur urusanku."

Meski sedikit pening, tetapi Jungkook belum sepenuhnya mabuk, sisi waras masih menguasai dirinya. Setidaknya ia masih bisa melihat senyum Taehyung yang meluntur perlahan, seiring dengan munculnya jutaan gurat kecewa tergambar jelas diwajahnya.

Lalu apa Jungkook peduli?

Tidak sama sekali.


"Biarkan saja, Tae. Jangan terlalu banyak mengaturnya."
Dan Park Jimin turut membuka suara, memberi pembelaan pada yang lebih muda.
Menjadikan Jungkook reflek tersenyum pongah merasa seseorang berada dipihaknya. Lantas memutar tubuh kembali, menjadikannya berhadapan dengan Jimin dan membelakangi Taehyung tanpa bersandar seperti sebelumnya.

Dan Taehyung hanya mendengus persetan. Tangan kanan terulur meraih satu kotak kecil berisi beberapa batang nikotin yang tergeletak dihadapan Jungkook. Sedangkan tangan kirinya meraih pemantik api yang berada tidak jauh dari sana. Menjadikan Jungkook harus sedikit membungkuk saat Taehyung mengambil kotak itu menggunakan dua tangan, yang mana masing-masing berada disisi tubuhnya, memberi pose seolah Taehyung memeluknya dari belakang.

Pemuda Kim terlihat tenang menikmati batang laknat itu dengan seksama. Menggeser tubuh sedikit mundur kebelakang, menyandarkan punggung pada kaki sofa. Memandang punggung tegap Jeon Jungkook, kekasihnya yang tampak bahagia bermain kartu sambil sesekali bertukar minuman bersama Park Jimin sahabatnya. Ketiganya duduk dikarpet ruang keluarga, dalam apartment kecil milik Taehyungㅡ pemberian Jimin ketika mereka masih duduk dibangku sekolah menengahㅡ yang sudah cukup lama berubah kepemilikan menjadi milik bertiga. Sejak Jungkook memaksa tinggal bersama, dan Jimin menyusul beberapa bulan setelahnya.

Dan khusus malan ini ketiganya sengaja berencana menghabiskan malam minggu untuk bersenang-senang sampai pagi. Kemudian akan tidur panjang di minggu pagi hingga besok paginya lagi.


Jam setengah tiga malam menjelang pagi, kedua pemuda itu masih terlihat sibuk dengan kartu-kartunya. Jungkook sendiri sudah tidak berdaya, dikuasai alhokol sepenuhnya, kedua mata sayu serta tubuh yang sesekali nyaris limbung jika saja Jimin tidak menahannya dari samping. Dan sialnya, bocah itu terlalu keras kepala untuk dihentikan. Tangannya masih serampangan mengais kaleng bir dan meminumnya rakus.


Hingga detik ini kesadaran Park Jimin tampak masih terkontrol, sedang Taehyung sendiri masih sepenuhnya sadar sebab dirinya tidak turut mencicip minuman laknat itu barang setetespun.
"Sudah cukup, Jim. Jangan beri lagi."
Berucap acuh sembari menghembus asap nikotin dari sela-sela bibir. Taehyung masih betah dalam posisi semula tanpa berniat beranjak sekedar melarang atau membuang kaleng bir dalam genggaman Jungkook.

YIELDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang