01. Word: Harsh

250 30 15
                                    

Disclaimer: Chapter ini merupakan extended version dari cerita "I'm The Boss" yang dipublikasikan di akun Sweek pribadi.

Disclaimer: Chapter ini merupakan extended version dari cerita "I'm The Boss" yang dipublikasikan di akun Sweek pribadi

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

⚠️Warning: including crime, blood, and violence ⚠️


Jangan lupa klik 'Vote' dan tinggalkan 'Komentar' ya :3

Jangan lupa klik 'Vote' dan tinggalkan 'Komentar' ya :3

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

"Bawa dia masuk."

Sebuah perintah absolut telah dilontarkan oleh sang pemimpin. Nada bicaranya terdengar datar. Wajah stoic itu tak menunjukkan ekspresi apapun. Hanya dengan suara baritone yang menggema, sudah cukup membuat aura mengerikan di sekitarnya begitu ketara.

Para tikus pesuruh yang semula berjaga di depan pintu masuk tak ada yang berani membantah. Mereka masih berada pada posisi masing-masing selagi dua orang lainnya berjalan membuka pintu kayu yang berdiri megah di ujung ruangan. Dua laki-laki dewasa itu bergerak, membuka knop pintu kemudian menyeret masuk seorang lelaki dengan kondisi jauh dari kata baik-baik saja.

Bajunya compang-camping, wajahnya babak belur, memar serta luka di mana-mana, dan jangan lupakan jejak darah segar yang mengalir di kakinya --sebuah simbolis bahwa dirinya tak mampu berjalan dengan kendalinya sendiri.

Dua orang yang sempat membawa lelaki malang itupun menghempaskan dengan kasar tubuh tak berdaya di genggaman mereka ke hadapan pria yang masih setia duduk tenang di singgasananya.

Sosok yang ditakuti.

Sosok yang disegani.

Sosok yang mereka sebut dengan 'Boss'.

"Boss, aku--"

Duak!

Suara benturan nan memilukan menggema di aula megah yang didominasi warna cokelat gelap itu, berbarengan dengan kepala si lelaki malang yang menghantam permukaan keras lantai marmer dengan cukup keras.

Ya, sang 'Boss' baru saja melayangkan sebuah tendangan padanya.

Pria itu bangkit dengan wajah mendongak angkuh. Dirinya hanya diam di tempat selagi salah satu pelayannya sibuk membersihkan noda darah di sepatu kulit miliknya.

Tidak membutuhkan waktu lama, Sang Boss kembali bergerak. Kedua kakinya melangkah mendekati sosok yang kini terkapar tak jauh dari tempatnya berpijak, mengamatinya dalam jarak dekat.

Srak!

Boss menarik paksa rambut pemuda itu, memaksa netra keduanya untuk beradu dalam satu garis lurus meski pendengarannya harus dinodai dengan desisan memuakkan dari sang korban.

Tatapan pria dewasa di sana cukup mematikan, seolah mampu menguliti seseorang hanya dengan kontak mata. Sungguh kontras dengan keadaan kucing kecil yang ada di hadapannya. "Berani sekali kau masih memanggilku Boss, sampah rendahan," tuturnya.

Sorot mata lelaki yang lebih muda bergetar, sarat akan ketakutan yang ketara.

Oh, ayolah. Siapa yang tidak akan gemetar kala berhadapan dengan godfather kelompok mafia kelas atas semacam Red Satan?

"Boss, sungguh... ini hanya salah paham..." rengeknya dengan nada memelas.

"Salah paham?" Seringaian mengerikan tercetak jelas di bibir pria itu. "Kau menjual rahasia organisasi pada musuh dan kau bilang ini salah paham?!!"

Pemuda itu bungkam. Nyali untuk menjawabnya hilang entah kemana usai mendengar suara Sang Boss yang penuh dengan penakanan nan mengintimidasi.

"Kau pikir, aku tidak tahu kau salah satu mata-mata dari mereka?" desis sang pemimpin  Red Satan setelah beberapa detik terbungkam.

Mata sang tertuduh melebar, tak percaya jika kedok yang sudah ia bangun dengan apik terbongkar begitu cepat. Bahkan ini baru hari ke-17nya bergabung dengan organisasi laknat ini. "B-boss--"

"Aku tidak tahu apa yang kalian rencanakan," potong pria dewasa itu. Dirinya kini bangkit, kembali pada posisi berdiri dengan angkuhnya. "Tapi, aku akan ikuti alur permainan kalian."

Pemuda yang masih tergeletak di atas lantai itupun sontak mendongak kaget, tak percaya dengan apa yang baru saja didengarnya. "A-apa?"

Adakah harapan untuk hidup?

Sang Boss Red Satan mengendikkan bahunya, memberi gestur seolah mengatakan 'terserah-mau-percaya-atau-tidak'. "Satu hal. Kembalilah ke godfather-mu dan suruh dia menungguku..." ucapan pria itu terpotong di tengah jalan, membiarkan rasa penasaran si pendengar terbang hingga ke langit-langit ruangan.

  "...di neraka." 

Dengan gerakan cepat, Sang Boss menyambar sebuah revolver dari balik jas mahalnya. Tangan itu tergerak membidik ke depan, disusul dengan suara dentingan timah panas yang menembus tubuh pemuda di hadapannya tepat di bagian kepala. Membuat kesadaran dari sosok itu hilang bersamaan dengan nyawanya yang melayang.

Tak sampai di situ, Sang Boss terus saja menghujani tubuh si mata-mata dengan peluru demi peluru di banyak titik. Mulai dari kepala, jantung, tangan, kaki, perut, bahkan leher.

Sosok pemimin organisasi gelap itu menyeringai kala netranya mendapati cairan merah mulai tergenang di sekitar sampah itu. Tangannya yang bebas kini meraih sebuah sapu tangan yang tersimpan di kantung celananya, menggunakan benda ringan itu untuk membersihkan debu-debu yang menempel di revolver kesayangannya.

"Ingatlah, di underground yang kejam ini..."

Dor!

Sebuah timah panas kembali meluncur dan kini mendarat pada bagian kening pemuda yang sudah menjadi mayat di sana.

Sebuah peluru yang bersumber dari dari revolver yang baru dibersihkan.

Seringaian setan itu kembali mengembang, disusul dengan ucapan angkuh yang sudah menjadi ciri khas dari pria dewasa di aula itu. "...akulah bosnya."


Chapter 01 : Sadism

-END-

.

.

RosyidinaAfifah

14/06/2018

14/06/2018

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.
[⏸️] K O N T R A SWhere stories live. Discover now