[40] Sesak dan Tawa

1K 63 4
                                    

40 :: Sesak dan Tawa

"Gue takut benteng pertahanan gue selama ini runtuh gitu aja lihat senyuman simpel dia. Simpel, tapi efeknya ngga simpel buat gue." - Davin.

"Lihat lo begitu bahagia dengan dia. Gue bisa apa?" - Levin.

"Dia begitu dekat kelihatannya. Tapi dia jauh juga rasanya. Dia menyebalkan, konyol dan senang mengumbar tawa hangatnya. Bahkan dia tertawa saat dia sedang terluka, bodohnya aku baru mengetahui ketika kita sepakat berjalan memunggungi begini." - Natchadiary

-Feel Real-

"MASIH belum mau cerita juga?"

Cessa terus saja menodong Davin dengan pertanyaan itu dari beberapa menit yang lalu karena Davin sedari tadi hanya diam saja membuatnya gemas.

Iya gemasnya lagi cowok itu justru berdiri dengan menyandarkan punggungnya pada salah satu tiang pada sebuah ruko. Hujan yang begitu deras saat mereka pulang tadi membuat Davin menghentikan motornya begini, hanya ada mereka berdua saja.

"Dav!" Seru Cessa karena suaranya kalah keras dengan suara hujan yang begitu mendominasi langit yang menggelap sekarang.

Davin menoleh kearah Cessa dengan tatapan bertanyanya. Davin berbeda, ada yang di sebunyikannya, Cessa paham betul mengenai hal itu.

"Apasih lo?" cibirnya sebal sembari mengacak rambut cokelat gelapnya dengan gemas. "Kenapa kepo?"

"Karena gue sahabat lo, nyet!" balas Cessa sinis.

Mendengarnya membuat Davin tersenyum miris.

Karena dia sahabat lo, nyet. Sahabat. Sahabat doang, ngga lebih. Jangan ngarep, bego.

Cessa menatap Davin heran, dia lalu melangkahkan kakinya mendekat kearah Davin yang masih asyik menatap air hujan yang terus menerus menampar-nampar jalanan di depannya.

"Kata orang hujan itu indah, ngga takut jatuh berkali-kali, masih aja semangat nyapa bumi, kayak usahanya tuh gigih banget ngebuat daun-daun pada ketawa, bangkitin semangat mereka yang meluruh layu karena kepanasan," ujarnya sembari tersenyum mengulurkan tangannya, merasakan tetes demi tetes air menyapa tangannya.

Mendengar ucapan Cessa barusan membuat Davin terdiam. Masih membiarkan Cessa membicarakan semuanya. Semuanya yang ada dalam benak cewek bawel satu itu.

Melihat respon Davin yang hanya diam saja membuat Cessa menoleh, mengerti cowok itu menunggunya selesai bicara. Cewek berambut hitam yang sengaja digerainya itu tersenyum menatap mata Davin.

Anjir, Dav biasa aja. Jangan baper.

"Tapi mereka kadang lupa sama prosesnya," sambung Cessa sembari menatap air hujan kembali. "Proses mengenai siklus air yang ngga semudah itu, panjang. Dari air laut yang menguap, terus jadi gas lalu awan dan mengalami kondensasi sampai akhirnya terbawa angin dan turun menjadi hujan. Rumit dan semuanya butuh proses, kadang orang lupain hal itu. Kalau hujan jatuh berkali-kali itu juga harus ngelewati proses yang panjang."

"Lo ngomong apa sih? Ngga paham gue."

Gemas membuat tangan Cessa terulur mengacak poni panjang Davin dengan gemas. "Banyak yang anggap hujan itu kuat dan tegar, tapi dibalik itu semua dia juga butuh usaha, Dav. Jadi salah satu usahanya ya cerita, berbagi luka sama sahabat lalu kita selesain bareng-bareng, gue bakal kuatin lo."

Gimana Davin ngga makin baper kalau gini caranya? Cessa itu biar njelimet dan kadang bikin pusing tapi dia perhatian banget anaknya.

"Gue bisa selesain sendiri, Cessa."

Feel RealTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang