20. Sorry

5.2K 383 10
                                    

Maaf udah lama ga lanjut ia :')

Udah berapa lama ya? 1/2 tahun kah? :'D

Cuma mau ngabarin kalo saya udAH LULUS SMA YES!

Ga deng, sekalian upload chapter baru loohh. Belakangan ini sibuk ngurusin bla bla bla dan dll yah, intinya ngurusin masa depan gitu. (Padahal ya lagi abis ide)

*uhuk* Jadi ya gitu, cus lah. Maap kalo banyak typo sip.

Kalo lupa cerita sebelumnya, baca lagi ya hehe :)

——

Sasuke keluar dari ruang rawat Naruto, mengantar Naruko ke ruangannya sendiri. Naruko berada di atas kursi roda yang di dorong oleh suster yang bertugas untuk merawatnya.

"Ne ne, Sasuke-kun." Panggil Naruko menoleh ke Sasuke yang berjalan di samping kursi rodanya.

"Hm?"

"Hidup ku udah ga lama lagi, loh!" Cetus Naruko mengerjap, menyentil Sasuke untuk sadar dari khayalannya. Ia sontak menoleh ke arah Naruko yang kembali menatap sendu lorong rumah sakit yang mereka lalui.

"Aku sadar apa yang aku minta dari mu pada hari Naruto-nii menghilang itu salah, waktu itu rasanya aku jahat sekali," Gumam Naruko. "Aku minta maaf." Lanjutnya lirih. Sasuke hanya membisu menyimak kata demi kata yang disampaikan Naruko.

"Jadi tolong lah, berbaikan dengan Naruto-nii. Dan berbahagia bersama lagi, ya?" Naruko menoleh, menatap penuh percaya diri ke Sasuke yang balas menatapnya.

"Aku tak ingin di masa hidupku yang tinggal sedikit ini, aku melihat wajah sedih saudara dan sahabat ku. Tolong sekali, ini permintaan egois ku yang terakhir." Naruko masih terus bertutur, berharap Sasuke mendengarnya dengan baik dan benar. Sasuke hanya diam sembari menatap Naruko.

"Aku tahu perasaan kalian bagaimana untuk satu sama lain, dan perasaan itu masih bisa ditanam dan ditumbuhkan lagi. Ya?"

——

"Maaf," Naruto menunduk, memainkan jemarinya. Sai masih menatap wajah Naruto dari samping. "Kau orang yang pengertian, Sai. Kau lelaki yang baik. Tapi aku tidak bisa." Lanjut Naruto menatap Sai lagi.

"Walaupun aku seperti ini, perasaan ku belum bisa berubah." Naruto menjelaskan, berharap Sai mengerti keadaannya. Sai sendiri sedang menekuni warna mata sebiru langit musim panas milik Naruto dalam diam. Meneliti perasaan yang tergambar di dalamnya. Lalu ia menghela nafas, dan tersenyum. Tak lupa mengusap lembut rambut pirang Naruto lembut, penuh perasaan.

"Hm, aku mengerti." Sai kembali tersenyum, lalu melirik ke belakang kepala Naruto seiring suara langkah kaki yang mendekat. "Dan orang itu sepertinya memiliki perasaan yang sama dengan mu." Lanjut Sai membuat Naruto menoleh ke arah pandangan Sai tertuju. Di sana, terlihat Sasuke yang sudah berdiri di samping tempat duduk yang Naruto dan Sai singgahi.

"Naruto, aku ingin berbicara." Ucap Sasuke setelah hening beberapa detik.

"Um-umm.." Naruto gelagapan, sudah lama sejak ia mendengar Sasuke berbicara langsung kepadanya. Suara yang biasa ia rindukan dalam diam, dan sang pemilik yang seakan memaksanya untuk menangis mengakui rasa rindunya.

"Hm, aku pergi dulu ya. Jangan bertengkar lagi." Sai berdiri dari duduknya, mengusap gemas rambut Naruto sembelum melambai ke arah Sasuke. Lalu ia berlalu, menghela nafas untuk membuang rasa sesak di dadanya.

"Hh, setidaknya aku sudah menyampaikannya." Gumam Sai mengusap tengkuknya sembari berjalan ke arah pintu keluar rumah sakit.

——

Kurama menenteng rantang di tangannya sembari memasuki lahan rumah sakit, ia bersiul dengan ritme yang sama dengan langkah kakinya. Rambut merahnya yang tertimpa matahari berkilauan ala duta shampo.

Ga gitu.

Sampailah ia di depan pintu ruangan Naruto. Saat ia hendak membukanya, pintu tersebut terbuka sendiri dan memperlihatkan Sai yang memasang wajah datar.

"Ah, Kurama ..-nii." Sapa Sai tersenyum seperti biasanya. Apa-apaan dengan jeda tadi? Batin Kurama menghela nafas.

"Oh kau, Sai. Mau pulang?" Tanya Kurama hanya sebagai formalitas, lalu mengintip di balik bahu Sai. "Dimana Naruto?" Tanyanya lagi menemukan ranjang rumah sakit yang kosong.

"Naruto ada di taman. Tadi saat mau pulang, ternyata handphone ku tertinggal di sini. Jadi aku kembali lagi." Jelas Sai di balas Kurama dengan anggukan paham.

"Ya sudah, hati-hati di jalan." Kurama menepuk bahu Sai yang di balas dengan anggukan, dan lalu berjalan ke arah ruangan adiknya yang satu lagi. Sampainya di pintu, saat hendak membukanya, tiba-tiba ada yang menepuk bahunya.

"Hei!" Kurama menoleh, wajah santainya berubah kusut seketika. Tentu saja, yang menepuk bahunya itu ternyata sang dokter yang baru saja menghabiskan paginya bersama-sama.

"Itachi..-san." Dejavu?

"Menjenguk?" 'Tidak, sedang memasak. Kau buta, ya?' Ingin rasanya Kurama menjawab seperti itu, tapi ia sadar bahwa dari kemarin ia sudah kasar sekali ke Itachi.

"Kau gila, ya?" Yah walaupun yang keluar tetap kalimat yang kasar. Tapi Itachi membalas dengan senyum lembut.

"Gila karena mu." Bisik Itachi menunduk, mendekatkan wajahnya ke wajah Kurama yang memerah. Bukan memerah karena marah seperti biasanya. Justru, yang timbul adalah rasa malu yang luar biasa. Kurama reflek mendorong wajah Itachi menjauh dan membuang pandangannya.

"B-bodoh!" Kurama segera memasuki ruang inap Naruko, dan lalu menyapa Naruko yang sedang membaca buku dengan rantang yang ia lambaikan.

"Halo, Kurama-nii! Are? Kenapa, Nii? Wajahmu memerah."

——

To be continue ..


A/N : Tamat tida yaaaaaaa~ :v

Minnal Aidzin Wal Faidzin, mohon maaf lahir dan batin ya teman-teman.

Terima kasih untuk pembaca lama maupun baru yang sudah mendukung cerita abal saya ini sekian lamanya. Sayang kalian semua.

Comment and vote ya, maaf ga bisa balas komentar kalian semua satu persatu, tapi komentar kalian selalu saya baca♥

Kalo chapter ini kurang memuaskan dan kurang jelas, maaf ya. Soalnya ini langsung type and publish. Ga cukup waktu buat preview dan baca ulang ceritanya, udah malem banget dan besok harus cek ke Univ.

See you next chapter~

Stand Still (Naruto Fanfict). [END]Where stories live. Discover now