"Mereka menamainya Snow Globe. Permainan akan berakhir saat salah satu dari kita ada yang mati dan terhapuskan dari dunia ini."
"Lalu, apa mereka bisa kembali?"
"Ya, mereka akan melupakan seluruh kejadian yang mereka alami termasuk dunia ini, saat kembali. Mereka akan kembali di waktu yang sama dengan manusia pertama yang memutuskan untuk masuk dan membuka jalur manusia lainnya masuk ke dunia ini."
"Baiklah, kalau begitu, bunuh aku."
Suara tegas yang diucapkan Ratu Tiana membuat emosiku semakin naik.
Bagaimana jika Malca berbohong?
Apa Ratu Tiana benar-benar ingin menyerahkan hidupnya di tangan saudarinya sendiri dengan cara seperti itu?
"Kau kelewatan sekali Ratu Malca!" Sela suara seorang wanita, yang terdengar familiar bagiku.
"Ella, lancang sekali kau berbuat seperti itu!" balas Ratu Malca, terdengar Murka.
"Maaf, aku tidak bisa menahan diri lagi. Selama ini aku hanya kau jadikan sebagai seorang pasukan? Dan ternyata pasukan itu hanya kau gunakan untuk melawan saudarimu sendiri? Aku Daniella, selaku salah satu dari ratusan manusia, seorang manusia pertama yang dengan begitu bodohnya masuk ke dunia ini, memohon agar engkau mengembalikan kami!"
Aku tersentak. Suara itu mengingatkanku pada seseorang. Aku berjalan menuju pintu ruangan dan berniat untuk masuk untuk melihat apa yang terjadi.
Ella? Nama yang begitu familiar. Tapi seingatku banyak orang yang kukenal yang bernama Ella. Tapi siapa?
Namun, lagi-lagi langkahku terhenti saat mendengar sebuah rintihan kecil yang tidak jauh dariku. Ah sial, aku harus memilih. Namun pada akhirnya aku memutuskan untuk meredam seluruh rasa penasaranku dan mengikuti sumber suara itu. Aku berharap, aku memang menyelamatkan orang dan hal ini bukanlah sebuah jebakan untukku.
Suara erangan kesakitan itu semakin keras. Aku mengepakkan sayapku dan melaju kencang hingga menemukan seorang peri berambut cokelat meringkuk di lantai sambil mengerang kesakitan.
Tanpa berkata apa pun lagi, dengan paniknya aku mengambil sisa obat yang kubawa. Aku tahu, siapa peri itu. Ada rasa lega sekaligus sakit, saat melihatnya.
"Tenanglah, aku membawa sedikit ramuan untukmu."
Aku tidak yakin apa suaraku ini terdengar olehnya, yang pasti aku begitu gugup dan panik saat melihat kondisinya.Aku membantunya duduk dan menyandarkannya di dinding lorong.
Aku dapat melihat bercak darah di sepanjang lorong, yang kuyakini sebagai bentuk usahanya menyelamatkan diri.Perlahan, aku mengoleskan sisa obat yang kumiliki pada lukanya dan membiarkannya menutup.
"Terima kasih," ucapnya parau.
"Aku minta--" ucapanku terhenti seketika.
Aku tidak tahu harus bagaimana untuk menyikapi hal ini, tapi sepertinya aku merasa...
"Tenanglah, ini semua bukan salahmu."
Aku dapat mendengar suaranya lebih jelas dan merasakan tangannya yang menepuk pelan kepalaku. Aku tidak tahu harus bagaimana, apa aku harus membalas pelukannya atau membalas ucapannya, aku tidak bisa melakukan itu semua. Tiba-tiba saja aku merasa tidak bisa menggerakkan tubuhku, dan mungkin saja, jantungku ikut berhenti sementara.
Tangannya gemetar, setidaknya itu yang dapat aku rasakan. Kondisinya begitu menyedihkan. Baru saja kusadari, sayap indah miliknya sudah tak ada di sana.
Penyiksaan macam apa yang ia terima?
Dengan panik aku mencari cari obat dan ramuan penetral rasa sakit, semacam obat bius, kalau di dunia manusia. Ace terkekeh pelan lalu mulai terbatuk-batuk. Aku mengerutkan kening dan menatapnya dengan rasa heran. Kenapa malah tertawa?
KAMU SEDANG MEMBACA
Snow Globe [END]
FantasyTerbangun di sebuah dunia yang indah, siapa yang akan menolaknya? Natasha, gadis berumur lima belas tahun yang tinggal bersama seorang wanita yang mengadopsinya. Bukan disayang, ia justru merasa diperlakukan seperti pelayan pribadinya. Tak heran ji...