#2. Teman kecil

136 16 0
                                    

Pria itu duduk di atas rooftop sembari menyesap teh hijau miliknya. Mencoba untuk menetralisir pikiran yang terus berkecamuk memenuhi otaknya. Dendam, benci dengan kejadian masalalu terus berputar tanpa jeda di dalam sana. Karenanya, ia menjadi kehilangan arah dan tujuan. Hidupnya hanya dipenuhi dengan kebencian, dan dendam.

Ia meletakkan cangkir teh tersebut. Lalu kembali memejamkan matanya sejenak. Menikmati setiap embusan angin yang menerpa wajahnya. Setidaknya, dengan cara itu ia merasa lebih tenang dari sebelumya. Walau, kaset memori itu masih terekam jelas di dalam otaknya.

Ia menghela nafas panjang. Nada dering ponsel membuyarkan lamunannya. Ia pun meraih benda pipih berwarna grey yang tergeletak di meja hadapannya.

Revand.

Woy Arland, lo di mana? Gak mau ngumpul malam ini bareng kita?? Stok minuman udah menipis. Udah ngertikan maksud gue? Hehe.

Arland tersenyum sinis menanggapi pesan dari sahabatnya itu. Entah mengapa, akhir-akhir ini Arland begitu malas untuk berkumpul ria bersama Revand dan sahabat lainnya. Kadang ia merasa, dunia malam hanya menenangkan pikirannya sejenak, namun bukannya berkurang malah semakin terasa berat. Entah karena apa itu. Saat Arland berusaha menjauh perlahan dengan dunianya, pikiran yang biasa bergemuruh dua kali lipat berangsur pergi dengan perlahan.

Bahkan, Arland pernah meninggalkan dunia malam beberapa bulan, entah ada keajaiban apa, pikiran kacaunya itu sempat ia lupakan beberapa minggu. Namun, saat ia kembali tenggelam dengan minuman-minuman itu pikirannya menjadi hancur kembali. Oleh karena itu, Arland berusaha untuk tak ikut larut dengan sahabatnya. Selain karena menghindari penurunannya kesehatan, Arland juga ingin menenangkan diri.

Arland.

Sorry bro. Kapan-kapan ya... Gue lagi pengen nenangin diri.

Arland menarik napasnya panjang. Kemudian meletakkan benda pipih itu kembali di samping cangkir tehnya. Ia kembali tenggelam menikmati udara malam yang membuatnya merasa tenang.

———

"Bang Land... Temenin Niesya jalan-jalan ke mall yuk...," gadis kecil berambut pirang bak para anak perempuan bule biasanya, tengah mengguncang tubuh seorang pria yang sedang asyik tertidur lelap.

"Bang Arland... Bangun dong. Udah pagi. Niesya lagi libur sekolah... Abang...," cercah gadis kecil itu sekali lagi sambil menepuk-nepuk pipi pria itu.

Bukannya terbangun, Arland malah menaikkan selimutnya. Membuat gadis bermata hazel itu menjadi kesal. Ia pun menarik dan memencet hidung mancung Arland dan memainkan bulu mata Arland yang begitu lentik. Dengan jahil Niesya menarik—mencabut bulu mata milik Arland yang sukses membuat pria itu mengaduh kesakitan.

"Abang bangun! Niesya mau jalan-jalan dengan abang."

Arland mengambil posisi duduk. Mencoba untuk mengumpulkan kesadaran diri. Bola matanya menangkap seorang gadis kecil tengah menunjukan ekspresi yang membuatnya menjadi gemas. Ia tersenyum sekilas. Mata tajamnya menjadi teduh seketika ketika melihat Niesya tengah mengerjap-ngerjapkan kedua bola matanya.

"Jalan-jalan ke mana?" tanya Arland dengan suara seraknya.

"Ke Mall. "

"Ngapain?"

"Beli Tas. Tas Niesya udah rusak."

I Find The Shine Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang