Sesuatu antara Teratai dan Kelahiran Anak itu

2.1K 321 238
                                    


Sesuatu antara Teratai dan Kelahiran Anak itu

BTS fanfiction

Characters belongs to God, BTS belongs to Bighit

.

.

.

.

.

.

kinda complicated, but please enjoy it

.

.

.

.

.

.

Kami mau anak, tapi aku tak bisa. Empat kali sudah aku keguguran. Itu sakit. Aku jadi trauma, ingat tiap kali aku disuruh mengangkang lalu dokter akan mengorek-ngorek kelaminku untuk mengeluarkan sisa janin yang masih menempel di rahim. Anak-anakku yang masih seperti agar-agar itu sudah meninggal semua. Mereka bahkan tak sempat kuberi nama. Baru sebulan-dua bulan, mereka kabur. Yang paling lama hidupnya cuma tiga bulan dalam perutku. Katanya, kandunganku lemah. Kecil kemungkinan untuk bisa memiliki anak.

Di tahun-tahun awal pernikahan kami, Jimin masih mau berusaha bersamaku. Tapi lama-lama dia bosan. Dia sendiri yang bilang padaku kalau pernikahan kami yang sudah enam tahun ini makin lama makin terasa hambar. Malah nambah beban, katanya. Lantaran semenjak menjadi istrinya, aku tak lagi bekerja. Padahal dulu aku punya posisi bagus di kantorku. Aku rela meninggalkan dunia karirku yang cemerlang demi dirinya. Itu karena aku cinta dia. Niatku melayani suami, menjadi apa yang suami mau sama saja dengan beribadah. Aku ingin di akhirat nanti aku dan dia tetap bersama. Kalau bisa, masuk surga berdua. Tapi, Jimin mau menceraikanku. Ternyata setelah menikah, cinta itu tak cukup.

Braang!

Aku menangis sesenggukan di lantai. Apalah aku ini, perempuan lemah. Aku takut pada suamiku. Jimin yang marah itu seperti seekor harimau. Dia memang tak memukulku, tapi benda-benda di sekitar kami yang jadi pelampiasannya. Ruang tengah tempat kami berada sudah tak jelas bentuknya. Gelas pecah, isi vas tumpah, Jimin terengah-engah. Kami bertengkar. Sepulangnya dia bekerja, aku memintanya untuk mengawiniku. Dia tak mau, alasannya karena capek. Mau tidur saja. Masalahnya aku tak suka diabaikan begitu. Sudah terlalu lama dia mendiamkanku. Aku tak lagi tahan berada dalam keadaan seperti itu. Jadi aku paksa dia. Jimin sedang sentimen. Perkataanku menyulut emosinya. Dia mengaum keras di depan wajahku, "Kita cerai!" begitu katanya.

Buku-buku jari Jimin memerah habis dipakai memukul meja. Aku memandangnya diam-diam di balik tangan yang menutupi wajahku. Jimin masih berdiri dengan napasnya yang sebagian diambil lewat mulut. Sesak pasti, dia perokok. Saat itu ponselku yang tergeletak di lantai bersama beling-beling tiba-tiba berdering dan Jimin mendengarnya. Dia sambar benda pipih itu. Tanpa lama-lama menatap layar, dia lempar ponselku ke dinding, hingga terdengar bunyi prak yang keras. Kuyakin ponsel itu tercerai-berai. Aku tak tahu siapa yang menelepon, Jimin tak katakan apa-apa. Pertengkaran kami berakhir tak jelas. Jimin membawa jas dan tas kerjanya, pun dengan kunci mobil. Dia pergi meninggalkan aku dan kekacauan di rumah kami. Aku menggebuk kaca pintu mobilnya tapi dia tak mau buka. Dia malah melajukan mobil tanpa acuh padaku sama sekali.

Tiga hari kemudian, dia baru kembali. Malam itu aku menyambutnya yang pulang dalam keadaan mabuk berat. Napasnya bau alkohol. Jalannya sempoyongan. Aku tak tahu bagaimana dia menyetir dalam keadaan seperti ini. Kepulangannya adalah sesuatu yang menakjubkan.

Sesuatu antara Teratai dan Kelahiran Anak itu [BTS ff]Where stories live. Discover now