18. Good Bye!

883 141 34
                                    

Happy reading :)


〰️〰️〰️

"Gue benci, kenapa dulu semesta pernah mempertemukan kita, jika akhirnya kita akan sama-sama menyakiti?"

-Gisya Maharantika

〰️〰️〰️

Seorang gadis yang memegang buket bunga itu menatap nanar gundukan tanah berwarna merah di hadapannya. Kelopak bunga yang bertaburan di atas makam masih terlihat segar. Tangannya bergetar ketika meraba nisan itu.

Rasanya ia sedang bermimpi sekarang. Tawa sarkas itu berurai, menciptakan kegetiran bagi siapa saja yang mendengarnya. "Bang, ini pasti mimpi, 'kan? Masa gara-gara ketabrak dia bisa meninggal?" Seorang pria yang di tanya gadis itu hanya terdiam kaku.

Air matanya meluruh, tidak menyangka kejadian seperti ini akan menimpanya. Ditinggalkan oleh seseorang yang sudah ia anggap keluarga sendiri, teman segalanya.

"Kok lo ninggalin gue sih?" ujar gadis itu mengusap nisan yang bertuliskan Assyila Romeesa Yaqdhan.

"Padahal bentar lagi lo ulang tahun loh." Dengan pelan Gisya mengusap gundukan tanah itu seolah takut menyakiti Syila.

"Tadinya gue mau nimpuk lo pake telur lagi, hadiahnya juga udah gue beli kok."

"Terus katanya lo mau ikut lomba lari lagi, gue udah izin sama ayah bahkan gue juga di izinin ikut lo ke villa aunty Rissa," Gisya terus saja mengoceh di samping makam itu.

"Sya...."

"Abang diem dulu deh! Gisya tuh lagi cerita sama Syila," ujar Gisya sambil mengelap air matanya.

Bayu yang melihat itu menghela napas, bukan perkara mudah untuknya melepaskan seorang adik perempuan kesayangannya. Awalnya pun ia frustasi, tapi semakin hari ia harus bisa mengikhlaskan Syila.

Ia kembali melirik Gisya, gadis itu sudah cukup sehat mengingat dua minggu kemarin dia koma. Bayu memalingkan wajahnya saat Gisya mulai berbaring di samping makam Syila, air matanya tak kuasa ia tahan. Gadis itu juga mendekap erat makam itu seolah-olah yang ia peluk adalah Syila.

"Syil, lo pasti ketakutan di sini. Lo, kan gak suka gelap. Malam ini gue temenin ya, lo gak perlu khawatir."

Perkataan Gisya tidak ada yang menyahut. Bayu sekalipun masih memalingkan wajah dan mengusap air matanya.

Cukup lama Bayu menemani Gisya di makam Syila, gadis itu tidak mau pergi dan tetap kekeh ingin menemani Syila. "Sya, pulang ya? Ini hampir maghrib."

"Abang pulang aja. Gisya, kan udah janji mau temenin Syil-"

"GISYA!"

Gisya hanya melirik tak peduli pada Bayu yang sepertinya sudah kehabisan akal untuk mengajak ia pulang. "Abang pulang aja, nanti Gisya nyusul," kata gadis itu masih sambil mendekap makam Syila.

Bayu menghela napas lalu pergi meninggalkan Gisya. Selepas kepergian Bayu, tangis Gisya semakin menjadi. Gadis itu bahkan menjerit, meraung seolah meratapi takdir ini.

The Power Of StalkerWhere stories live. Discover now