PROLOG

45 2 3
                                    

Bandung, 23 Febuari 2015

Dear Puteri,

Malam ini, seperti biasa aku mengirimkan surat untukmu. Keadaanku saat menulisnya, sama dengan kamu yang sedang membacanya saat ini, ditemani sang rembulan dan ribuan bintang yang menghiasi indahnya langit malam.

Kamu apa kabar? Aku harap kamu baik-baik saja disana. Puteri, andai kamu tau disini sangat dingin, dan aku rasa sebuah jaket tidak membuatku hangat begitu saja, aku rindu pelukanmu put, merasakan bagimana hangatnya dekapan kita dulu, membuatku sadar jika aku disini sekarang harus cepat-cepat sembuh, dan kembali bersamamu disana.

Doakan aku put, semoga aku kuat melawannya, tunggu aku disana. Aku janji aku akan pulang. I love you…

Salama manis untuk kamu yang paling manis,

Bintang yang kau rindukan. ..

Puteri meremas kertas itu, jarinya kini dengan cepat menghapus air mata yang tidak sengaja turun. Setiap hari, di dinginnya angin malam dan ditemani sang rembulan dan juga ribuan bintang, ia hanya bisa menghabiskan waktu malamnya dengan membaca selembar surat dari seseorang yang sedang berjuang di negeri orang.

Tidak, Puteri tidak pernah bosan membaca surat itu, bahkan bisa dibilang sudah ratusan surat darinya yang Puteri baca, Puteri hanya merasa… kecewa, bukan padanya tapi pada dirinya sendiri, ia kecewa karena entah mengapa sampai sekarang ia belum sanggup untuk menemuinya disana.

Ia hanya tidak tega melihat tubuh yang dulunya sering memeluk dirinya dikala sedih, menjadi lemah seperti sekarang.
Puteri hanya ingin merasakan hangat tubuhnya dikala memeluknya erat seperti dahulu..

Tok-tok

Kakinya melangkah kearah pintu kamarnya yang tadi diketuk, membukanya pelan berusaha melihat siapa yang mengetuknya tengah malam seperti ini, dan sebuah terangnya lilin menyambut kehadirannya ditengah gelapnya lampu ruangan

"Happy birthday Puteri…"

"Happy birthday Puteri…"

"Happy birthday, happy birthday, happy birthday puteri..."

"Happy birthday Puteri Ayah yang sangat cantik.”

Sebuah senyum terukir dibibir tipisnya, membiarkan sang Ayah mengacak rambutnya pelan dan meninggalkan kecupan didahinya

“Terimakasih Ayah,”

“Sama-sama, Ayo, sebelum tiup lilinnya, make a wish dulu ya. “ ujar Fadli,
yang di jawab dengan anggukan oleh Puteri

Tangan puteri mulai terangkat, mengucapkan sebuah syukur kepada Tuhan karena telah membuatnya bisa menikmati indahnya dunia sampai saat ini, diikuti dengan doa yang ia pinta di dalam hatinya untuk sang Ayah yang sudah menemaninya, dan juga sang Almarhuma Bundanya yang sudah pergi meninggalkannya, dan ditutup dengan permintaan terakhirnya,

“Aku mohon, kembalilah!”Batinnya

Setelahnya ia membuka mata, dengan senyum ia meniup lilin dan seketika gelap menemani keduanya.

Semoga suka :)

Hmm, Next?

Untuk selanjutnya, mohon comment di bawah ya, untuk kritikan dan saran hihi


FEODORAWhere stories live. Discover now