24: Touched by Another Man

1.3K 104 10
                                    

"Highness!" aku menoleh dengan sisa tawaku saat aku sedang bermain dengan Sturdy dan Battista. Seorang penjaga tampak terburu-buru menghampiriku, napasnya juga tampak tersenggal. Aku tidak tahu apakah ia akan menyampaikan kabar buruk atau kabar baik untukku. Biasanya sih, selalu kabar buruk. Aku jarang mendengar kabar baik dalam hidupku.

            "Ada apa?"

            "Ada perkelahian di tengah hutan, kurasa lagi-lagi ulah katolik dan protestan," jawabnya. "Aku meminta bantuanmu untuk menyelesaikan masalah ini. Setidaknya, jangan sampai ada nyawa lagi yang melayang akibat pertengkaran kecil ini."

            Tuh kan, sudah kuduga. "Baiklah, tolong siapkan kudaku sekarang. Aku harus mengembalikan Sturdy dan Battista ke kandang." Ia mengangguk patuh lalu langsung melaksanakan perintahku. Sementara aku kini tergopoh-gopoh membawa kedua temanku ke kandangnya.

            Kudaku sudah siap, aku langsung bergegas ke sana. Aku menunggangi kudaku bersama dua penjaga bersamaku. "Di mana mereka?" tanyaku sambil memacu kuda agar lebih cepat.

            "Di tengah hutan, dekat danau."

            Danau. Tempat pertama kali aku memiliki perjanjian untuk bertemu dengan Sebastian. Aku memacu kudaku agar berjalan lebih cepat lagi. Aku tidak boleh terlambat. Sebenarnya, aku juga tidak tahu apa yang akan aku lakukan nanti di sana. Apalagi tidak ada Sebastian di dekatku.

            Aku berhenti di tempat yang dimaksud. Tidak seperti yang kuduga, tempat ini begitu sepi. Aku pikir bakal ada keramaian dan pertumpahan darah di mana-mana. Jangankan darah, orang saja tidak aku lihat di sini.

            "Apa kau yakin di sini tempatnya?"

            Tidak ada yang menyahut. Aku menoleh ke belakang, ke segala penjuru. Dua penjaga yang menemaniku tadi entah di mana. Apa aku berjalan terlalu cepat sehingga mereka tidak bisa menyusulku? Tidak mungkin. Kami kan sama-sama memakai kuda, tidak mungkin mereka ketinggalan.

            "Guards!" aku berteriak memanggil mereka, namun hanya seliran angin yang menjawab. Aku menelan ludahku, ada yang tidak beres. Mungkin saja mereka dibunuh di tengah perjalanan tanpa aku sadari.

            Aku mendengar suara tapakan kaki seseorang dari arah baratku. Aku menoleh, namun tidak kutemukan siapa-siapa, bahkan aku juga tidak melihat kuda. "Guards?" aku bertanya sekali lagi, semoga saja itu salah satu dari mereka.

            Namun tak kunjung ada jawaban dan lagi-lagi aku mendengar suara itu. Aku berniat mengambil pedang milikku yang selalu ku bawa di punggungku. Namun nihil, aku hanya meraih angin. Aku lupa membawa pedang, benar-benar sama sekali tidak memiliki persiapan apapun.

            Aku turun dari kuda, mengambil pisau cadanganku yang selalu kusimpan di kantong yang kuikat dengan kudaku. Aku yakin sekali siapapun itu, pasti dia musuh—bukan seseorang yang bermaksud baik untuk menghampiriku. Aku berjalan dengan pelan menghampiri sumber suara, namun setelah itu, yang kurasakan seseorang membekap mulutku dari belakang, dan segalanya menjadi gelap.

--

Segalanya gelap. Aku terbangun dari ... tidurku? Aku tidak tahu apakah ini tidur atau pingsan, namun yang jelas segalanya gelap. Aku tak dapat membuka mataku, namun aku sangat merasa kalau aku sudah sadar.

            Dan aku baru sadar kalau mataku ditutup oleh kain.

            Kedua tanganku diikat di pinggiran tangan kursi. Aku mengetahuinya karena aku tak bisa menggerakan kedua tanganku. Sial, aku disandera. Lebih baik mulutku yang ditutup dengan kain daripada mataku. Aku benar-benar tidak bisa melihat apapun di tengah bahaya seperti ini!

The Sword PrincessTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang