White & Grey #3

77 6 0
                                    

Semalaman Mia memikirkan taktik bagaimana cara menghadapi Grey. Jika ia bisa kabur dari Grey seperti kemarin, ia pasti selamat. Tapi ia tidak bisa selamanya kabur. Suatu saat ia pasti tertangkap. Ketika itu terjadi, ia akan diam. Karena seperti pengalamannya yang lalu-lalu, semakin ia menentang Grey, semakin banyak ia bicara, Grey akan semakin menjadi-jadi. Namun, jika ia tetap tenang tanpa melawan, Grey akan bosan dan meninggalkannya.

Hari ini Mia datang pukul tujuh. Tepat saat bel masuk berbunyi. Ia melihat Grey dan komplotannya berdiri di koridor Tata Usaha. Grey melihatnya memasuki gerbang, tersenyum jahat. Dengan segera Mia menggabungkan diri di antara kerumunan anak-anak yang membanjiri koridor. Lenyap dari pandangan Grey. Mia tersenyum, dengan begini, Grey tidak akan punya waktu untuk mengganggunya di luar kelas.

Area neraka Mia adalah di luar kelas dan tempat sepi. Di dalam kelas Grey tak akan main-main, karena jika itu terjadi, pasti anak sekelasnya akan melapor pada guru.

Girang, akhirnya ia berhasil menginjakkan kaki di dalam kelasnya tanpa insiden. Namun setelah membaca tulisan besar-besar di papan tulis bahwa kelas dibebaskan sampai dengan jam pelajaran ke lima, semangat Mia merosot sampai ke perut bumi.

Setiap pertengahan bulan, ada jadwal pembebasan kelas untuk kegiatan bersih-bersih. Selama itu pula, para murid harus bergotong royong membersihkan kelas dan halaman depan. Semua berbaur tanpa pengawasan guru, yang berarti akan datang banyak kesempatan bagi Grey untuk mengganggunya.

Apes banget, rutuknya muram.

Mia mengelap kaca dengan tidak tenang. Sesekali ia mengamati sekitar untuk menemukan Grey dan komplotannya. Namun Mia tidak menemukan mereka sejak kegiatan bersih-bersih dimulai. Entah sedang berada di mana komplotan menyebalkan itu. Mungkin sedang sembunyi di kamar sapu atau sedang nongkrong di kamar mandi demi menjauhi kegiatan bersih-bersih. Apa pun itu, kealfaan mereka membuat Mia sedikit lega.

Ia berusaha tenang. Teman-temannya bergerombol di kanan-kirinya sambil bekerja. Ia pikir, mungkin baik jika ia tidak perlu jauh-jauh dari mereka. Bersembunyi di mana pun malah akan membawa masalah. Rio, si ketua kelas sedang berkeliling seperti mandor untuk mencatat keaktifan anak buah kelasnya. Mia tidak ingin mendapat masalah lain lagi.

"Mia, repot banget enggak?"

Mia terlonjak kaget, seseorang berbicara dari balik bahunya.

"Oh Lia," sahutnya lega.

"Bisa tolongin gue buangin sampah ini?" Cewek itu menyorongkan dua buntelan plastik sampah besar kepada Mia.

"Buang sampah?" ulangnya. "Itu kan tong sampah," Mia menunjuk ke arah tong sampah depan kelas.

"Gue tau di situ ada tong sampah, tapi bisa enggak tolong buangin di gerobak sampah dekat Lab Kimia? Ada bekas makanan basi. Kalau terus disimpen di tong sampah depan kelas, baunya bikin enggak tahan," Lia mengerutkan hidungnya lalu berlagak muntah. "Gue yang enggak tahan."

Berpikir sesaat, Mia mengamati sekeliling, mencari Grey. Masih tidak terlihat di mana pun. Berarti aman.

"Ya udah sini biar aku buangin."

Mia menerima uluran plastik sampah tersebut, lalu Lia melanjutkan, "Sini gue gantiin bersihin kacanya dan jangan lupa bawa balik plastiknya ya,"

XXX

"White, ngapain lo cuma mager depan kelas? Bantu-bantu bersihin kaca kek," sembur Alan, sahabatnya.

White menjulurkan kemoceng tepat ke muka cowok itu, "menurut kamu saya lagi ngapain?"

Alan tertawa pelan. "Lagian lo bersih-bersihnya asal banget. Tangan di mana pikiran di mana. Tangan lo emang lagi bersihin kaca tapi gue yakin pikiran lo lagi di dojo. Lihat tuh sarang laba-laba masih nampang di pojok jendela."

White & GreyWhere stories live. Discover now