Prolog #2

5 0 0
                                    

“Blaamm!”

Suara guntur, mirip suara guntur menggema di udara.

Di susul kilatan kilatan lain yang menyambar tubuh monster itu dengan ganas. Sekali, dua kali, tiga kali, empat kali serangan. Seperti memutilasi tubuh monster itu. menjelang serangan kelimanya, tangan sang monster menampar tubuh sang pria dengan keras hingga terlempar ke daratan. Terlihat darah segar mengalir melalui celah celah tepi mulutnya.

Ia mencium tanah dengan hentakan yang keras, namun tubuhnya seperti sudah terlatih untuk menghadapi hal seperti ini. Tak lama, ia bangkit lagi dan meludahkan darah yang menyumpal mulutnya sesaat. “Harus lebih cepat lagi... sepertinya...” gumamnya.

Pria itu memundurkan satu kakinya, lalu kembali mengambil ancang ancang dan melakukan satu kuat untuk kembali ke udara dan menyerang sang monster dengan teknik yang sama, namun dengan lintasan yang berbeda dan dengan kecepatan yang jauh semakin tak kasat mata. Nampaknya, nafas tuanya sudah mulai tersengal di ujung hidung. Namun split kecepatannya masih cukup untuk menyerang dan mengakhiri lintasan serangannya itu di atas. Hingga ketika satu sentuhan akhir di perlukan untuk membuat gerakan mematikan - yang kemungkinan akan membunuh dirinya sendiri karena kekuatan yang ia keluarkan telah melebihi batasnya - tiba tiba dadanya seperti di tusuk oleh sesuatu.

Serangan monster itu nampaknya menyebabkan luka dalam yang cukup parah. Ia merasakan luka bekas cakaran itu menganga di dadanya. Kilatan kilatan di sekitar tubuhnya terlihat mulai memudar meskipun dirinya masih melayangmeninggalka

   Suara tangisan bayi, menggema di telinganya. Walaupun jauh, pria itu bisa merasakan kehadirannya. Darah mulai keluar dari mulutnya, seiring ia meraba tempat dimana biasanya orang di keluarganya menggantungkan pisau belati kecil. Ia memejamkan matanya, sambil tersenyum siku.

Di sisi lain, di sebuah rumah di desa itu, tangisan seorang bayi mengaluni nada api yang bergejolak di lingkungan sekitarnya. Sang ibu telah lunglai, namun masih tegar tersenyum. Sambil memeluk bayinya erat erat. Ia merasa bahwa anak ini akan tumbuh menjadi seseorang yang kuat, sangat kuat. Sang ibu mengusapkan pipinya yang berlinang air mata ke pipi bayinya yang masih sangat halus itu.
Sang bayi pun berhenti menangis, memandang sang ibu dengan kedua matanya. Mata mungil yang berwarna sama seperti sang ibu, yaitu coklat gelap di kanan, dan hijau di kiri. Ia lalu menangkap telunjuk sang ibu dengan jari jari tangan kanannya yang putih. Tidak, bukan kuning langsat seperti area kulit lain. Lengan kanannya benar benar putih, seperti kertas.
“Kau, akan menjadi pelindung dunia suatu saat nanti. Kekuatan kristal Crades, dan kekuatan naga putih, akan membantu tujuanmu. Anakku, tumbuhlah besar, jadilah ksatria yang baik...” kalimatnya tertahan, seraya memeluk sang bayi sambil terisak, lalu bibirnya melanjutkan kalimatnya dengan lemah, dengan nafas nafas terakhirnya. “... seperti ibu... dan ayahmu...”

   Sang ibu memberikan anak laki lakinya itu kepada wanita di sisinya. “Bawa dia pergi dari sini, ke tempat yang aman. Tolong rawat dan jaga dia dengan baik...”
“Kau tidak perlu khawatir, kak...”. jawab sang wanita di sebelahnya, yang tidak lain adalah adiknya yang terisak isak. “Aku akan merawatnya, dan melindunginya seperti anakku sendiri.” Tangannya menggenggam erat tangan sang kakak, tatkala pegangan balik dari kakaknya mulai melemah, dan melemah. Hingga akhirnya lepas.

   Sang adik menahan air mata, agar tidak membangunkan si bayi yang terlihat telah tertidur pulas, lalu pergi meninggalkann rumah itu bersama sang bayi.

   Sementara kilatan petir semburat di langit langit desa, ketika sang pria yang masih melayang di udara dengan perban di tangan kanannya yang telah terlepas mulai mengeratkan urat urat lengannya yang hitam legam dengan lambang beberapa garis putih. Sambil melengkungkan sebuah senyuman bangga dengan bibirnya yang penuh darah, ia memejamkan matanya sejenak. Menggumamkan beberapa kata, sebelum ia meluncur ke bawah dengan tinju petir matangnya yang tertuju pada monster itu. dengan sengatan ribuan, bahkan puluhan ribu volts listrik halilintar sang pria membenamkan dirinya bersama monster itu ke daratan kering di bawah. Di susul sebuah ledakan cahaya yang menyilaukan mata.

   "Selanjutnya, kuserahkan padamu, anakku... “

Você leu todos os capítulos publicados.

⏰ Última atualização: Jul 20, 2018 ⏰

Adicione esta história à sua Biblioteca e seja notificado quando novos capítulos chegarem!

Mage Sword MasterOnde histórias criam vida. Descubra agora