1. Dingin

8.4K 505 19
                                    

Pada malam itu, tidak ada orang yang berniat keluar dari rumah mereka terlebih lagi saat ini sedang musim dingin. Butiran- butiran putih salju yang jatuh dari langit menambah kesan dinginnya malam itu.

"Siapapun, tolong aku..."

Terdengar suara putus asa dari seorang anak kecil yang berlari tanpa tahu arah tujuannya. Mata berwarna hijaunya memandang lurus jalanan yang tertutupi salju. Perlahan, langkah kaki si anak mulai melambat sampai ia terjatuh karena tidak kuat menahan rasa lelahnya.

Ia mulai terisak ketika mengingat kematian orang tuanya. Semua itu terjadi tepat di depannya dan si pelaku juga mengincarnya.

"Ahhh! Aku sudah tidak tahan lagi! Aku ingin mati saja... yah, mati dalam keadaan membeku tidak buruk juga."

Suara tapak kaki mendekatinya dan samar-samar ia melihat bayangan seseorang,"Siapa...?"

Namun, sebelum ia melihatnya dengan jelas, penglihatannya memburam kemudian menggelap. Ia telah kehilangan kesadarannya di depan orang asing.

•••
K

edua kelopak mata itu terbuka secara perlahan. Tubuhnya terbaring di atas kasur yang empuk dan selimut yang menutupinya memberikan kehangatan.

"Dimana... ini?"

Ia menatap sekeliling dan merasa asing dengan ruangan yang ia tempati. Kamar yang dicat dengan warna coklat muda dan hanya ada beberapa kotak di pojokan. Ingin sekali rasanya ia beranjak dari kasurnya, tetapi rasa lelah dan keram dikedua kakinya membuat ia tidak bisa berbuat banyak.

Terdengar suara decitan pintu. Tampak seorang perempuan yang membawa semangkuk bubur dan teh hangat dengan nampan. Perempuan itu tersenyum ketika melihatnya dan berjalan mendekatinya. Ia meletakkan nampan itu di atas nakas di samping kasur.

"Selamat pagi." ujarnya dengan senyuman.

"Maaf, tapi... kau siapa?"

Perempuan itu terkekeh, "Namaku Mikasa Ackerman. Kalau boleh tahu, siapa namamu?"

"Aku... uhh... kau bisa memanggilku Yaeger."

"Baiklah, Yaeger. Sekarang kau dan aku adalah teman!"

Yaeger mengerutkan alisnya, "Huh? Kenapa kau ingin berteman denganku? Aku hanya orang asing.. kau mungkin akan menyesal berteman denganku."

"Tidak, aku tidak akan menyesal! Lagipula aku selalu menginginkan seorang teman, tapi tidak ada satupun orang yang ingin menjadi temanku. Mereka selalu mengatakan jika aku buruk dalam berbicara..."

Suasana menjadi hening sejenak, Yaeger menghela nafas. Ia menatap Mikasa dan tersenyum, "Baiklah, aku akan menjadi temanmu."

Sejujurnya, ia mengatakan itu hanya untuk menghibur Mikasa. Lagipula ia tidak tahu kapan ia akan pergi dari rumah ini. Setidaknya, ia ingin mencari tahu siapa dalang yang sebenarnya dibalik kematian orang tuanya.

"Terima kasih! Aku sangat senang memiliki seorang teman."

Mikasa yang terlihat senang membuatnya merasa tidak enak karena telah membohonginya. "Yaeger, kau bisa menginap disini.. ah, bukan... kau bisa tinggal disini bersama keluargaku selamanya. Dengan begitu kita akan selalu bersama-sama sampai kita dewasa."

"Y-Ya, aku.. terima kasih karena telah menolongku."

Tiba-tiba Mikasa terlihat panik. Ia memberikan semangkuk bubur padanya, "Maaf, maaf! Aku terlalu banyak bicara sampai lupa memberikan ini padamu. Tenang saja, ini tidak terlalu panas kok! Kau juga tidak perlu terburu-buru memakannya."

"Tidak apa... sekali lagi terima kasih. Kau benar-benar penolong hidupku. Aku akan selalu mengingat jasamu, Mikasa."

"Begitu pula dengan namamu." batinnya.

Mikasa mengangguk. Kali ini ia tidak akan bermain sendirian lagi karena Yaeger ada bersamanya dan musim dingin tahun ini tidak sedingin tahun lalu. Sebuah ikatan telah terbentuk antara mereka berdua. Ikatan yang mungkin saja bisa lebih dari sekedar pertemanan.

Protective! (EreMika) [SLOW UPDATE]Where stories live. Discover now