Tik, (Sapamu ku namai)

27 1 0
                                    

"Pagi" kata singkat yang tertulis pada cerita ini, "rain-Breaking Benjamin" sebuah lagu yang melantun dengan fotomu yang masih menjadi pelampiasan senyum. Kapan ya; kau dan aku menjadi nyata yang Tuhan pertemukan pada satu paragraf yang se dimensi. Kau, semenjak kelas semester tiga; menjadi wujud yang aku impikan. Menjadi cerita yang aku tuangkan dalam tulisan, menjadi puisi yang aku lantunkan, menjadi indah pada benak yang kadang tak terarah; namun belum menjadi kesempatan yang Tuhan anugerahkan. Barangkali, semua yang aku ucap sebatas pujian yang engkau pun tak akan pernah tahu disana; di tempat kau tak mengenal aku yang mengagumi parasmu.
Pada senja saat hadir, secerca rasa ini biasa saja; penasaran kemudian stalking menjadi alat bahagia. Semenjak aku tahu instagrammu, aku menjadi pengunjung setia saat harus menghemat paket data yang menipis; menjadi anonim yang tak berwujud, menjadi penyusup yang menghampiri mediamu. Tapi kau tak usah khawatir, aku hanya sesosok tubuh yang bernyawa sebagai pengagum ciptaan-Nya; tak berani berkata pada nyatamu. Fiksi indah, serangkaian paragraf curhatan hati barangkali menjadi tempat ternyaman aku berani ungkap sosokmu. Sosok yang aku pun tak mengenal bagaimana ceritamu, tak tahu tentang keseharianmu, tak bergeming saat Tuhan memberikan kesempatan untuk mengenalmu; itu lah aku, sosok pemberani dengan sejuta takut menghadapi nyatamu.
Memang, tak pernah selama ini aku dan kau saling senyum; apalagi saling sapa. Hanya saja, aku terlalu becanda sampai memiliki hasrat memiliki hati dan ragamu; kau sepenuhnya milik Tuhan. Jujur, jika serangkaian kebetulan Tuhan anugerahkan pada jalan ceritaku, aku hanya ingin kita saling mengenal; meski kau tak akan sampai pada titik membalas kagumku. Apa kau juga akan melihat aku disini? Mungkin tidak; aku meragu kita akan berada pada satu dimensi, namun berharap Tuhan takdirkan dimensi itu. Dimensi dimana aku berhasil mengenalmu, berhasil mencuri hatimu, berhasil meminjam ragamu untuk aku miliki; jika Tuhan takdirkan, kita menua dengan nyata dan dimensi yang sama. Kau tahu, hujan akan terus datang; akan membasahi bumi dengan airnya yang menyejukkan. Begitu denganmu, kadang aku berfikir kau hujan yang turun saat aku haus, saat aku gerah dengan setiap rasa sendu; tapi lagi-lagi kau belum menjadi kenalan dalam arti "kita"; entahlah.
Sendainya kau punya firasat yang berj aku ruang untuk mengenalmu, hal yang pertama aku pinta; jangan hadir untuk sesaat. Aku ingin kaj menjadi kebetulan yang berakhir takdir, menjadi kenalan yang berakhir menjadi pemdamping hidup, dan menjadi nyata sampai aku kembali pada-Nya. Maafkan aku, beberapa kali stalking pada mediamu, sebagian itu aku manfaatkan untuk menyimpan kenangan (fotomu) pada galery dan kini aku jadikan catatan dengan penuh puisi; pengaharapan kita menjadi nyata. Puisi yang aku tulis menjadi cerita yang mungkin saja suatu hari kau juga akan membaca, kau akan menyaksikan aku lebih dahulu tertarik padamu; atau bahkan hanya menjadi serangkaian catatan yang berdebu, catatan yang akan aku hapus. Hakikatnya, aku tak akan pernah tahu tentang bagaimana seseorang yang akan mendampingi-ku kelak; menjadi misteri yang masih menyelimuti pemikiran yang kacau ini. Dan, itu dirimu; jika kita memang dipertemukan untuk saling mengenal, barangkali aku berharap kau menjadi pendamping aku kini, esok, di hari tua.
Aku lelaki, aku akan berjuang untuk keluarga; terutama ibu dan ayah. Alu terlahir sebagai tunggal yang akan penuh perjuangan, membahagiakan ibu dan ayah; dan pada akhirnya membahagiakan keluarga kecil yang akan aku bina, atau menjadi besar saat keluargaku juga menjadi keluargamu; hingga sebaliknya.
Berharap, sudah menjadi takdir yang selama ini pernah aku jalani, bukan hanya padamu aku pernah kagum; bahkan luka akibat mencintai ia yang waktu terlalu cepat memindahkannya; ia pada kenangan. Kenangan itu hanya ingin aku tutup rapat; sebatas cerita dahulu. Sebagai pelajaran cara mencinta dengan benar, bekal aku tak terlalu berharap pada manusia (lagi), bekal aku tak terlalu mati-matian memperjuangkan.
Tik, maafkan aku; kita belum saljng terbuka. Namun kini biar saja, aku ingin tetao menjadi pengagummu dahulu. Tak lepas berharap, jika Tuhan berkata kau dan aku menjadi kita; ini tulisan yang akan aku ungkap, akan aku pamerkan padamu. Aku berjanji, tulisan ini menjadi bukti aku kagum dan jika takdir menyertaimu, menjadi cerita yang membuat aku mampu jatuh cinta padamu, ingin lebih dari sekedar kebetulan; menjadi takdir.
Tik, aku jadikan ini cerita bagaimana hariku, bagaimana aku mengagumimu; sebagai anonim yang tak pernah kau sadari.
Sudah hari ini terlalu rumit untuk mengalir
...

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Aug 14, 2018 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

Dimensi Wajah PengagumWhere stories live. Discover now