10. Dia Sahabat Baikku

24 5 0
                                    

“Jadi… itu ada di kotak keluar?!” mata Angga terbelalak. Takdir sudah mempertemukan kami dengannya di taman kampus. Tangisku benar-benar tak bisa ku bendung meski Angga berada di depanku. Cherly sudah menceritakan semuanya kepada Angga. Aku tak menyangka pesan itu benar-benar berada di kotak keluarku.

“Kamu yakin gak pinjemin ponselmu ke siapapun, Fatimah?” tanya Cherly yang masih mengelus punggungku.

Aku hanya menggeleng karena aku yakin, ponselku selalu berada di salam kantong bajuku. Dan aku yakin tidak ada seorangpun yang aku pinjamkan ponselku sembarangan.

“Atau mungkin ada orang lain yang tau passwordmu?” tanya Angga dan seketika aku menghentikan sesenggukanku.

Cherly merogoh tasnya tergopoh-gopoh. Ternyata ada panggilan masuk dari ponselnya. “Hallo, nek?”

“…”

“Ya ampun! Di rumah sakit mana?!” Spontan ia berdiri dari tempat duduknya dan terlihat sangat cemas.

“…”

“Oke, aku langsung ke sana, ya!”

“…”

“Aku naik taxi aja. Tolong jaga nenek ya, mang.” Raut wajah Cherly sangat ketakutan dan terburu-buru untuk pulang. Baru saja ia menerima telepon dari Mang Ujang, supir pribadi mereka yang mengabarkan bahwa nenek Cherly baru saja dilarikan ke rumah sakit karena serangan jantung mendadak.

Akhirnya, tinggal aku dan Angga di taman kampus. Sedikit canggung, namun aku sangat butuh bantuannya. “Angga, kamu bisa bantu aku?”

“Aku pasti bantu kamu,” sorot matanya menyiratkan kesungguhan. “Aku coba hubungi temanku yang ahli soal beginian, ya.”

Seketika aku teringat satu hal. “Angga! Sekarang pukul berapa?!”

“Sekarang? Emm… 15.00.” jawabnya setelah menengok jam tangan.

“Oh, Ya Allah!!” Aku menangkup wajahku dan kembali terisak. Aku seharusnya sudah ada di tempat kerja sekarang. Tidak mungkin aku izin lagi. Dan tidak mungkin aku masuk kerja di situasi seperti ini. Aku sungguh sangat terbebani.

“Fatimah… Jangan menangis. Jangan buat aku semakin cemas. Ada apa? Apa kamu ada janji hari ini?”

Angga… Aku seharusnya tidak bersikap seperti ini. Aku akan membuatnya repot. Ku coba menarik napas dan menenangkan hatiku. Soal pekerjaan, aku akan segera mengundurkan diri karena pekan inipun aku akan mengajar les privat. Aku harus menyelesaikan masalah ini terlebih dahulu karena ini menyangkut keberlangsungan kuliahku.

“Maaf, Angga. Kamu bisa hubungi temanmu sekarang? Aku pengen masalah ini cepet kelar.”

Angga kemudian menelepon seseorang dengan ponselnya. “Hallo, lo dimana sekarang?”

“…”

“Gue butuh bantuan nih.. soal teror email."

“…”

“Ceritanya panjang. Bisa kita ketemu sekarang?”

“…”

“Bukan gue, tapi ada temen sekelas gue yang kena masalah ini.”

“…”

“Oke, gue langsung ke sana,” Angga menutup teleponnya. “Kita disuruh langsung ke rumahnya. Gimana?” tanya Angga.

“Hmm… Memangnya rumahnya dimana? Jauh gak?” Aku khawatir akan memakan waktu lama dan malah membuatku pulang terlalu malam. Sudah cukup aku berbohong pada bapak karena pulang larut saat acara ulang tahun Ayana waktu itu.

Tak Semulia Fatimah Az-ZahraOnde histórias criam vida. Descubra agora