4. Dilema Teman Lama

13.7K 760 8
                                    

Aku tertidur lebih dari 12 jam, menyebabkan kepalaku pusing dan aku tidak bisa kerja. Tebak coba apa yang di lakukan suamiku karena aku tidak melayaninya? Membanting meja? Bah.. terlalu ringan.

Aku berdiri dan berjalan sambil menyeret kaki, karena memang aku masih pusing. Di dapur ku dengar kasak-kusuk dari para asisten. Aku ini heran, ini rumah siapa, yang nge-gosip siapa, dan yang digosipin siapa. Bah..

"Kasihan nyonya, dia belum bangun juga, bagaimana kalau terjadi apa-apa?" bisik Ina sambil menggigiti kukunya.

"Sebaiknya kita bawa nyonya ke rumah sakit, mumpung tuan tidak di rumah," usul Desi. Diangguki yang lainnya.

"Tenang.. Kita tidak boleh gegabah. Jangan sampai karena ulah dan rasa penasaran kita, kejadian enam bulan lalu terulang lagi. Kalian ingat?"

Bi Lisa menengahi dan suasana mendadak hening ketika aku mengambil sebuah gelas dan menimbulkan dentingan kecil.

Aku berdiri di pintu yang menghubungkan antara ruang makan dan dapur dan meneguk habis air di genggamanku. Aku membenarkan perkataan Bi Lisa dan menyuruh mereka kembali ke pekerjaan masing-masing.

Aku memasang wajah datar agar aku tidak lagi mendapat kalimat kasihan dari mereka. Aku baik. Walaupun tidak benar-benar baik. Setidaknya aku masih bisa hidup di rumah ini.

Baru saja aku akan ke kamar mandi, telepon rumah berdering begitu memekakkan telinga. Tidak ada seorang pun yang mengangkatnya, mungkin mereka sibuk. Dering tersebut tidak berhenti, dan aku memutuskan untuk menghampirinya.

Jarak lima meter terasa jauh karena rumah ini di desain seperti labirin, atau mungkin karena aku tak pernah berkunjung ke ruang tamu tempat telepon itu?

Satu tanganku memegang gagang telepon. Setelah mengucapkan salam, suara orang di seberang mengagetkanku. Aku menjauhkan gagang telepon dari telingaku, dan menempelkannya lagi setelah menghembuskan napas sekali.

"Apa kabar kamu Nadya?" ucapku menenangkan kehebohan di sana.

"Baik, Mel.. Kamu gimana? Kyaa..!! Lama banget aku ngga denger suaramu, kangen..!!"

"Aku baik Nad.. jangan teriak gitu ih.. slow down" ucapku diakhiri kekehan pelan. Nadya masih cerewet seperti dulu.

"Kamu semenjak menikah gitu ya, ngilang kaya di telan bumi. Mentang-mentang punya suami cakepnya warbyazzah gak mau pamerin ke kita-kita.. huh.." cercanya panjang lebar dan hanya ku balas tawa sumbang.

"Andai aku bisa bebas, aku bakal ngumpul sama kalian" batinku.

"Aku baru lihat kamu gandeng suamimu dua minggu lalu di nikahan si Gerald. Gimana kalau kamu ajak suami tampanmu nanti di acara pernikahanku? Seminggu lagi.. mau ya??"

Aku menggigit bibirku dalam. Mengajaknya pergi keluar, eoh? Mungkin aku harus merangkak di semak belukar, berenang di samudra Hindia, menyelam diantara ikan piranha di sungai Amazon, demi mendapatkan keajaiban langka itu.

"Hmm.. gimana ya Nad.. Suamiku tuh sibuk banget. Aku kayanya bakal datang sendiri deh.." jawabku sambil mengetuk-ngetukkan ujung kakiku ke lantai.

Setidaknya kemungkinanku datang sendiri lebih besar daripada harus mengajaknya. Aku bisa saja beralasan ke gua harimau untuk mengumpulkan bola Dragon Ball atau apa kek, kalau memang mood suamiku bagus, pasti di izinkan, hahahaha.. aku menjedukkan kepalaku ke pegangan kursi setelah menyadari ketololanku.

Masih mengenakan piyama motif Hello Kitty pemberian suamiku aku berkeliling rumah sambil memikirkan bagaimana caraku pergi ke acara pernikahan Nadya minggu depan tanpa mematahkan satu pun tulangku saat meminta izin. Aku berhenti di kolam renang.

Ada pak Umar yang sedang mengambil daun yang mengambang di kolam. Dia tersenyum padaku, dan aku pun membalas dengan tersenyum.

Aku belum mandi seharian padahal langit sudah keemasan pertanda senja akan tiba. Aku mendatangi pak Umar, mengambil alih jaring di tangannya. Mencari daun yang mengambang tapi, lebih tepatnya aku hanya mencari-cari kegiatan untuk mengusir stress. Tiba-tiba tumpuan kakiku oleng dan aku tercebur ke kolam. Airnya hangat.

Asisten rumah tangga semua keluar ke kolam renang. Ku lihat Bi Lisa lari tergopoh-gopoh ke arahku dan Desi membawa handuk. Aku senyum saja, membiarkan air di kolam renang melahap habis tubuhku hingga tersisa leher ke atas yang tidak terendam. Akh.. sesak.

Dengan gontai aku berjalan ke pinggir kolam, tangan Bi Lisa terulur memudahkanku naik ke tepian. Tubuhku sempurna terbungkus handuk, "terimakasih, aku ngga apa-apa, sudah ya, aku mau mandi," ku tuntun kakiku memasuki rumah dan mandi.

Seperti biasa aku menyiapkan makan malam lalu membereskannya. Karena hari ini Jum'at dan besok adalah weekend, suamiku akan menonton Televisi di ruang teater rumah ini.

Aku berniat meminta izinnya sekarang saja, setidaknya luka kecil akan sembuh dalam seminggu. Aduh, aku sudah berfikiran negatif nih.

---TBC

SUAMIKU BACK TO NORMAL [Completed]Where stories live. Discover now