24

798 101 23
                                    

Pukul 09.18 pagi dan Baekhyun masih terjaga sejak semalam. Berulang kali ia mengompres Irene yang demamnya mulai reda. Pandangannya tak lepas sedikitpun dari sang istri yang kini mulai menggerakkan kelopak matanya.

"Kamu udah bangun?" Nada suara Baekhyun terlampau khawatir. Ia menurunkan handuk kecil untuk mengompres dan memegang kening Irene. Namun dengan sisa tenaga yang ada, Irene menepis tangan Baekhyun, "K-kenapa?"

Dengan matanya yang masih terasa perih karena sisa demam semalam, Irene melirik Baekhyun dengan sinis. Ia tak menjawab pertanyaan Baekhyun. Perlahan, ia bangkit dari tidur dan menyingkap selimutnya.

"Jangan bangun dulu, kamu masih sakit," Baekhyun menahan tubuh Irene yang hampir berdiri namun lagi-lagi Irene mengenyahkan tangannya.

Irene mendadak seolah tuli, ia tidak mendengarkan Baekhyun. Ia berusaha berdiri walau keseimbangannya tidak stabil. Ia menutup mata sembari memijit pelipisnya yang terasa berputar saat hampir menggapai pintu.

"Maaf," Baekhyun membuka suaranya lagi dari balik punggung Irene, membuatnya membuka mata paksa, "Aku minta maaf."

Irene kembali menegakkan kepala dan berbalik badan menghadap Baekhyun, "Apa yang kamu lakuin sampe kamu ngerasa harus minta maaf?"

"Maaf, Rene," Baekhyun meraih lengan Irene tapi gagal, Irene melangkah mundur.

"Apa yang kamu lakuin, Tuan Byun?" Nada tajam penuh penekanan keluar dari bibir Irene yang menahan gemetar. Genderang dalam dadanya tidak mau berhenti berdengung.

"Aku..." Suara Baekhyun menghilang di udara, ia tidak bisa mengatakan apapun. Ia kini paham sepenuhnya apa yang membuat Irene menghindarinya akhir-akhir ini, bukan perihal kepulangannya yang terlambat beberapa waktu lalu. Ia pun tahu bahwa ia telah mengecewakan Irene, ia tidak sanggup melihat raut kekecewaan yang lebih dalam lagi di wajah istrinya.

"Sejak kapan pakai aku-kamu sama temen perempuan? Kamu pikir aku gak merhatiin? Kamu pikir aku gak tahu kalau kamu sering kontakan sama Taeyeon?" Irene mengepalkan kedua tangannya kuat, menahan gemetar amarah yang semakin meningkat menyebut nama perempuan itu, "Kamu pikir aku gak tahu kamu ketemu siapa di luar sana? Kamu pikir..." Nafas Irene tersengal, berkali-kali ia mengerjapkan matanya yang mulai mengaburkan pandangan matanya, "Kamu pikir aku gak tahu kalau ada wanita lain yang nyentuh tubuh kamu?"

Sebulir embun bening sukses mengalir di pipi Irene, ia tidak bisa menahannya lagi. Rasanya ia ingin berteriak sekencang mungkin untuk mendeklarasikan kemarahannya, tapi ia tidak bisa. Suaranya teredam dalam isakan sementara Baekhyun terdiam, merasa nyeri tak tertahankan di lorong hatinya melihat Irene menangis. 

"Aku minta maaf, Rene. Maaf," Baekhyun berhasil mengambil tangan Irene. Ia bisa merasakan tangan Irene yang terasa dingin membeku dibalik gemetaran yang belum terhenti, "Maafin aku, Rene. Aku salah."

Irene melepaskan tangan Baekhyun paksa, mendorongnya menjauh, "Terus apa yang bakal kamu lakuin setelah minta maaf? Apa yang bakal kamu lakuin ke perempuan itu, ke aku, sama anak kamu? Apa?!" Irene sudah tidak memerdulikan sopan santun pada suaminya. Ia berteriak di antara tangis. Dadanya terasa sakit, matanya panas, kepalanya berat, dan tremor di jemarinya yang tak kunjung berhenti. Ia tidak bisa menahan diri lebih lama lagi.

Irene kembali mendorong Baekhyun yang menghalangi jalannya, kemudian meraih kunci mobil yang Chanyeol simpan di atas nakas.

"Kamu mau pergi kemana? Kamu masih demam," Baekhyun meraih cepat lengan Irene saat ia memegang kenop pintu, berhasil membuat Irene menghentikan langkahnya.

"Demam ini gak sebanding sama sakit yang kamu kasih ke aku, Byun Baekhyun," Irene menyeka matanya cepat dan menusuk manik mata Baekhyun.

Baekhyun meremas jemari Irene lembut, "Maaf. Jangan pergi, Rene. Aku..." Ponsel Baekhyun yang bergetar di saku celananya benar-benar mengganggu. Ia baru akan menekan asal layar ponselnya untuk mematikan panggilan ketika dua pasang mata mereka menjerat satu nama yang tertera di layar, Taeyeon.

Baekhyun menolak panggilan masuk dari Taeyeon, namun sambungan itu kembali terjadi membuat riuh kamar mereka yang terasa senyap.

"Angkat," Suara Irene terdengar lebih tegas tanpa melepas pandangannya dari layar ponsel Baekhyun yang masih berkedip. Baekhyun tidak mendengarkan, ia mereject-nya lagi. Sialnya, Taeyeon tidak menyerah. Ia kembali menghubungi Baekhyun yang belum bersuara sejak tadi, "Aku bilang angkat."

Baekhyun menuruti Irene kali ini. Dengan penuh ragu, ia menempelkan ponselnya di telinga dengan fokus mata yang tak terlepas pada Irene, "Hallo," Irene masih menatap Baekhyun, namun ia menahan nafasnya. Ia terlalu takut, "What are you doing?! I ask you to stop, Taeyeon! Ah, shit!"

Belum pernah sekalipun Irene mendengar Baekhyun mengumpat sejak ia mengenalnya. Ini kali pertamanya. Ia masih melihat mata Baekhyun yang kini terlihat panik tanpa berkata-kata.

"Go."

"Rene," Baekhyun memejamkan matanya, ia mengakui bahwa ia bodoh. Sangat bodoh.

"Go," Irene memalingkan wajahnya dari Baekhyun, ia tidak bisa.

"But..."

"I said go!"

Baekhyun pergi. Ia benar-benar melangkahkan kaki keluar kamar setelah mengacak rambutnya frustasi. Irene bisa mendengar deru mobil Baekhyun yang samar terasa semakin jauh, meninggalkannya sendirian yang kini tersungkur memeluk lutut dengan kesakitan tanpa ampun.

Ia hanya berharap, ini semua hanya mimpi buruk yang akan membuatnya terbangun secepatnya.

***

Baekhyun memilih pergi.

Dan sejujurnya nulis Heartbeat itu lebih sulit dari yang aku bayangin. Aku ngerasa gak mampu ngelanjutinnya. It's too bad. This is not the best of me, I'm sorry.
Maaf, aku pamit buat beberapa saat, jangan ditungguin lanjutannya, ya.

Terima kasih buat cintanya untuk Heartbeat ❤

해라 ❤

HEARTBEAT | book 2 of 3Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang