6- Loving

1.7K 229 55
                                    

🔹️▫️❄▫️☁️▫️❄▫️☆▫️☁️▫️❄▫️☁️▫️🔹️

Everyone has their own way of how they love someone
However, one thing we sometimes don't realize
Is this really love?

🔹️▫️❄▫️☁️▫️❄▫️☆▫️☁️▫️❄▫️☁️▫️🔹️
_____


   Semilir angin senja menemani keheningan yang tercipta sejak sepasang kaki ramping itu terdiam tepat di hadapan sepasang pusara. Tak ada tangis yang terdengar karena nyatanya wajah datar itu senantiasa menemani keterdiaman pemuda mungil itu.

Tak ada niatan untuk mengusap maupun berjongkok lebih mendekat ke arah sepasang pusara yang saling bersebelahan itu. Ia selalu terdiam di tempat yang sama tiap kali menginjakkan kakinya di tempat yang penuh dengan ukiran-ukiran di atas nisan ini.

Tak ada seorang pun yang tau isi hati pemuda itu saat ini, termasuk seorang pria berkepala empat yang selalu berjaga di kawasan tempat ini. Sesering apapun pemuda itu kemari, sesering itu juga kerutan di dahi pria berkepala empat itu bertambah. Ia ingin tidak peduli dan acuh saja -toh itu bukan urusannya-, namun Ia tak bisa.

Sekali pun butiran kristal itu tak pernah jatuh maupun sekilas melewati pipi halus pemuda itu. Dan ekspresi datar yang selalu terpampang itu entah mengapa menarik untuk dapat dibelah hingga ekspresi sesungguhnya yang selama ini disembunyikan itu dapat terlihat.

Namun, satu kesimpulan yang dapat pria berkepala empat itu dapatkan setelah hampir empat tahun -sejak tahun pertama bekerja- sebagai seorang penjaga di tempat ini. Meskipun begitu, kesimpulannya belum memiliki pegangan kuat yang dapat meyakinkan kesimpulannya sendiri.

Pemuda mungil itu.. dia menyayangi kedua nama yang berada di masing-masing pusara itu.

Pria berkepala empat itu cukup yakin bahwa selama ini yang menyuruh seorang pria berjas untuk selalu meletakkan bingkisan bunga pada masing-masing pusara itu adalah si pemuda mungil itu. Ia memang tidak pernah bertanya dan menyelidiki karena sekali lagi itu bukan kepentingannya, namun sekali lagi dia juga ikut tertarik oleh aura yang menyelimuti pemuda mungil itu.

Meskipun selama ini yang mengunjungi kedua pusara itu bukan hanya pemuda mungil itu melainkan ada salah seorang pemuda juga. Namun saat mengingat frekuensi kedatangannya, tentunya pria berkepala empat itu yakin bukan pemuda lainnya itu yang menyuruh seorang pria berjas itu.

Sedangkan di lain sisi, kini si pemuda mungil tengah memejamkam kedua matanya sejenak. Entah sedang berdoa atau menikmati semilir angin yang berbisik halus padanya, yang pasti wajah datar itu benar-benar membuat orang-orang bingung bila melihatnya.

Apakah Ia tengah bersedih?
Apakah Ia bahagia akan kematian dua orang itu?
Apakah Ia merasa bersalah?
Apakah Ia tengah mengumpati kedua pusara itu?
Apakah Ia membenci kedua pusara itu?

Tidak ada yang tau, bahkan manik berkilauannya itu terkesan hampa. Wajah, bibir, mata, semua itu tak memberikan ekspresi spesial apapun yang dapat dijadikan petunjuk.

Cahaya senja yang menerangi tubuh mungilnya semakin memancarkan aura misterius yang malah semakin menarik orang-orang untuk mencoba menghancurkan benteng yang selama ini menghiasinya sehingga lupa kepada siapa Ia tengah berurusan.

🔹️▫️☁️▫️☁️▫️☁️▫️🔹️

     Sepasang mata elang itu senantiasa mengamati segala pergerakan pemuda yang berusia hanya satu tahun lebih muda darinya, namun perilakunya bagaikan mereka berjarak cukup jauh. Tapi tentunya fisik pemuda yang tengah diperhatikan itu cukup menjelaskan usianya yang sebenarnya, tidak dengan tingkahnya.

Cold Bonnie  | NorenminWhere stories live. Discover now