2

388 286 160
                                    

"Jangan simpan masalah mu sendiri, aku dan yang lain sudah siap bahu dan semua yang kamu perlu."

***

Jam dinding di kelas menunjukan pukul sembilan, siswa-siswi sudah resah menanti istirahat pertama, Laura sudah terlihat memegangi perutnya, matanya sudah tak lagi fokus ke depan, berkali-kali dia melihat ke arah pintu dan jendela.

"Kenapa belum bel juga sih," dalam hatinya menggerutu.

kringggggggggg.......

Akhirnya bel yang ditunggu berbunyi, semua murid berhamburan keluar kelas.
Dengan cepat, Laura merapihkan buku dan memasukkannya kedalam tas.

"Laura mau ke kantin bareng ga?" tanya Tifany teman sebangkunya.

"Duluan aja deh fan , gue mau ke kelas sebelah dulu."

Fani mengangguk paham, "Yaudah kalau gitu gue duluan ya."

"Iya," Laura tersenyum sebelum akhirnya Tifany menghilang dari hadapan Laura.

Setelah memasang resleting tasnya, Laura bergegas keluar. Ternyata di depan pintu, Wahyu, Dianta, Ifana,Vina, dan Diandra sudah menunggu.

"Lama banget deh Ra, laper tau,"
dengan cepat Diandra menarik tangan Laura menuruni anak tangga sekolah diikuti yang lain di belakang.

Tangga sekolah sudah tidak terlalu ramai seperti diawal, ini membuat mereka mudah menuruni nya, tidak perlu lagi berdesakan.

"Yuhuuu makannnnnn," Wahyu dengan semangatnya memasuki kantin.

Ini adalah tempat favorit Wahyu, walau badannya tidak besar, tetapi makan menjadi salah satu hobinya. Porsi makannya sangat banyak, sampai-sampai kelima sahabatnya bingung melihat porsi makan Wahyu yang tidak sesuai dengan tubuhnya.

Di kantin, mereka punya tempat duduk favorit, dimana tempat duduk itu berada paling ujung, sangat nyaman karena tidak dilalui banyak orang.

Entah disengaja atau tidak, jika mereka sampai di kantin, tempat di ujung itu selalu kosong, tidak ada satupun yang menduduki, padahal tempat lain sudah terisi penuh, dan jika dilihat, masih banyak anak-anak yang tidak mendapat tempat, namun lebih memilih makan di koridor lantai bawah atau sekitar lapangan sekolah.

Hal ini tentu membuat mereka senang, karena tidak perlu repot berebut tempat dengan yang lain.

Dengan semangatnya, Wahyu berjalan menuju penjual bakso yang sudah dipenuhi siswa siswi lain, sedangkan kelima sahabatnya masih santai duduk di tempat mereka.

Keahlian Wahyu dalam hal serobot menyerobot tidak diragukan lagi, terbukti sekarang dia sudah datang membawa semangkuk bakso yang baru saja dipesan.

Kedatangan Wahyu membuat Dianta bangkit untuk berjalan menuju pedagang-pedagang, namun langkah kakinya tertahan oleh sahabat perempuannya yang merengek untuk menitip pesanan.

"Es teh manis empat, sama mie ayam nya empat ya Ta, hehe sekalian," tanpa menjawab Laura, Dianta berlalu begitu saja.

Berisik, dan heboh sudah menjadi ciri khas mereka. Jika sudah berkumpul seperti ini, banyak pasang mata yang memperhatikan, terlebih ada si cantik Laura.

Setelah datang membawa satu mangkuk bakso dan segelas es jeruk miliknya, untuk kedua kalinya mata Dianta teralihkan oleh gadis berlesung pipi yang tadi pagi sempat dilihatnya, dia tidak henti-henti memandangi gadis itu dari kejauhan, hingga suara Laura nengejutkannya,

"Woy Dianta bengong aja lu, bakso nya gue ambil nih."

Wahyu yang sedaritadi memperhatikan tingkah Dianta akhirnya membuka suara,

"Gue liat-liat dari tadi pagi lu merhatiin si Laras aja Ta."

"Yailah Ta, ngapain pacar sendiri diliatin doang, tinggal dipanggil aja, nanti juga kesini," sahut Diandra.

"Males."

"Tumben, biasanya nempel terossss," ledek Vina.

"Ada masalah Ta?" Laura kembali buka suara.

"Berantem ya Ta?" tanya Ifana.

"Orang kepo cepet mati!" jawab Dianta ketus.

"Kalau ada masalah tuh diomongin, bukan diem dieman gini," ucap Laura menyindir.

"Nanti putus, baru tau rasa lu," dengan polosnya mulut Diandra mengeluarkan kalimat itu.

"Gue duluan," Dianta bangkit dari duduknya menyisakan bakso yang belum habis.

Sontak kepergian Dianta dari kantin meninggalkan banyak tanda tanya di kepala sahabatnya.

I'm Lost (REVISI)Where stories live. Discover now