Part 02

264 25 3
                                    

'dimana mereka sekarang?'

🌛🌜🌛🌜

Sehari sebelumnya...

"Ireona, Yerin-ah!" Serunya tak sabar.

Ia mengguncang-guncangkan tubuh kurus adiknya itu. Yerin yang masih berada dalam alam mimpi perlahan tersenyum. Sowon yang menyadari itu perlahan menghentikan aksi membangunkannya itu. Ia berdiri, menatap langit-langit kamar itu.

'Aku mohon! Hentikan semua ini!' teriaknya dalam hati.

Ia membuka pintu kamar dengan perlahan, sedikit mengintip ruangan lain diluar sana. Ruang tengah rumah ini. Benar-benar berada ditengah dan ruangan ini lebih luas dibanding ruangan lainnya di rumah ini. Sedikit aneh memang mengingat ruangan ini hanya khusus untuknya. Ah, maksudnya bukan untuk Sowon, ia hanya temannya dan entah mengapa ia memutuskan untuk menempati rumah ini karena pemiliknya meninggalkan tempat penuh kenangan ini. Entah kenapa ia selalu merasa sedih ketika melihat ataupun berada dalam ruangan itu.

Ia membuka pintu itu lebih lebar lagi dan dengan tenang menyusuri keseluruhan tempat itu. Sesekali ia tersenyum walau segera saja memudar begitu sebuah memori itu berputar dengan cepat. Ia sedikit mendapatkan tekanan didalam akal sehatnya itu. Ia mengangkat benda berbentuk bundar dengan gliter biru navy dan stiker bulan berukuran besar yang memenuhi hampir setiap permukaan benda itu. Berusaha tak menutupi deretan angka dan jarum yang berada didalamnya. Sekilas memori itu terputar kembali.

'Ya! Benda ini jadi terlihat norak tau!' Sowon memicingkan mata pada sang pelaku penghias jam beker ini. Tak menghiraukan, si pelaku malah tersenyum sumringah.

'Kau benar! Norak ya? Haha... Aku sengaja membuatnya terlihat begitu.' ia meraih jam beker itu dari tangan Sowon.

'Lagipula ini sudah jadi milikku, kau tak berhak mengomentari apa yang akan kulakukan pada punyaku sendiri, arrattji?' ia balas memicingkan matanya. Sowon hanya membeo.

'Eunha-ya, aku memberikannya padamu hanya karena kau selalu ketiduran ketika kita akan berkumpul, dan juga- agar kau tidak membuat kami kerepotan membangunkanmu. Setidaknya rawat benda ini dengan baik. Aku membelikan yang terbaik untukmu tapi kau malah menutupinya dan membuatnya terlihat mengerikan.' Sowon memberengut.

Eunha, si pelaku itu tetap tersenyum sumringah tanpa merasa bersalah padanya. Ia menaruh kembali benda yang ia ambil dari Sowon itu kemudian memutarnya, memperlihatkan hasil hiasannya pada Sowon.

Acuh tak acuh Sowon kembali mengomentarinya, 'Kenapa harus bulan? Dimana bintangnya?'

Eunha tertawa, entah apa yang ada dipikirannya saat ini.

'Aduh... Eonni-ku yang cerewet ini lucu sekali kalau lagi ngambek' Eunha berjinjit, menarik pundak Sowon yang jauh lebih tinggi darinya itu untuk sedikit merendah. Ia menghadapkan wajah Sowon pada jam beker dan tangannya menunjuk jendela.

'Kenapa harus bulan? Lihat itu, Eonni!' Sowon mendongak, menatap langit melalui jendela yang ditunjuk oleh Eunha. Bulan separuh, terlihat samar dilangit siang.

'Bulan selalu ada di malam maupun di siang hari. Di malam hari ia selalu bersinar, walaupun yang disinarinya tak menyadari seberapa lamanya bulan itu berusaha menyinarinya. Di siang hari ia meredup, tapi ia tetap berusaha ada didepan yang disinarinya itu. Walaupun terkadang yang disinarinya tetap tak menyadari keberadaannya.'

'Aku sangat senang sekali ketika kalian, untuk pertama kalinya datang padaku, menyemangatiku, tak memedulikan kekurangan yang ada pada diriku ini, tanpa ragu menggenggam tanganku menuju kebahagiaan yang dulu aku yakini tak akan ada karena terundung kesedihanku yang lagi-lagi aku yakini tanpa ujung ini.' Eunha tersenyum, matanya menerawang jauh.

Time For The Moon Night: Dream Where stories live. Discover now