Bab 19 - Bukan pengkhianatan (?)

146 25 4
                                    

Mobil baja kami melaju dalam kecepatan standar ketika kami berjalan melewati kerumunan mobil di jalan yang mulai berkurang keramaiannya. Beberapa pengendara sempat membuka kaca dan memfoto kami, bahkan melakukan selfie saat tengah berjalan. Aku juga tidak mengerti apa yang mereka kagumi.

Disamping itu, kami semua yang berada dalam mobil baja hanya bisa terdiam hening. Hal-hal yang baru saja terjadi membuat kami bertanya-tanya, tapi hanya tetap berada dalam pemikiran tanpa bisa mengungkapkannya.

Teman-temanku menatap sembarang arah dan terpaku pada titik itu, kecuali Raden yang masih melihat tajam kearah Gunawan yang mendongak ke atap dengan nafas memburu. Seragam polisi palsunya lusuh sehabis berlari dari kejaran manusia evolusi. Kancing seragamnya telah terlepas semua, membuat perutnya yang dibalut kaus putih tanpa lengan menyembul keluar.

'Baiklah, seseorang mau menjelaskan kepadaku kenapa kita membawa orang ini?' ujar Raden membuka pembicaraan. Tatapannya lurus kearah Gunawan, tapi aku tahu pertanyaan itu dimaksudkan untukku.

Aku berjalan kearah Gunawan yang kemudian menatapku. Tatapannya lelah karena aksi kejar-kejaran barusan, tapi itu tidak menyurutkan amarahku kepadanya.

Aku berlutut didepannya. 'Beri tahu kami apa yang direncanakan mantan rekanmu itu,' tuntutku.

Gunawan tertawa getir. 'Sudah kubilang aku tidak akan mengatakan apapun.'

'Atau kami perlu memutar balik mobil baja kami, menuju kembali ke laboratorium yang sudah dipenuhi manusia evolusi, dan meninggalkanmu sebagai santapan makan siang,' jelasku.

'B- baik, akan kuberi tahu,' Gunawan tergagap ketakutan. Gunawan memperbaiki posisinya menjadi duduk bersila dan bertukar tatapan denganku. 'Mereka ingin melepaskan lebih banyak lagi makhluk yang seperti itu dan membuat kekacauan di suatu tempat yang padat penduduk, sebagai peringatan untuk semua orang.'

Peringatan? Lebih mirip perayaan berdarah.

'Dan dimana tempat itu, dimana tempat mereka akan melakukannya?' tanyaku.

'Mana kutahu!' bentaknya. Dengan cepat kucabut belatiku dan mengarahkannya tepat kelehernya. 'Ma- maksudku, aku benar-benar tidak tahu. Aku bersumpah atas diriku sendiri.'

Setelah menimbang sesaat sambil menatap matanya yang ketakutan dan tubuh yang gemetar. Aku pastikan dia berkata yang sebenarnya. Aku berdecak kesal dan berdiri seraya pergi ke sisi lain dari mobil baja, memikirkan sesuatu.

Tapi tatapanku akhirnya bertemu dengan alat-alat yang Rico tinggalkan di laboratorium Metropole. Bayang-bayang tentang pengkhianatan menghantui pikiranku. Setiap aku hendak menepis pikiran itu dan berkata pada diriku sendiri bahwa Rico tidak berkhianat, kata-kata Albert kembali menggema memenuhi pikiranku.

Kenyataan memang terkadang terlalu pahit untuk dipercaya.

Aku meninju dinding mobil baja diatas alat-alat Rico dengan keras, mencoba berpikir lebih jernih. Kupejamkan mataku dengan menggemertakkan gigi, kesal terhadap semua kejadian ini dan terutama.. pada diriku sendiri.

Aurel menyentuh lembut pundakku. 'Jangan salahkan dirimu,' dia bergumam memberi tahu. 'Rico pasti punya maksud kenapa dia melakukan itu, kau pasti masih ingat yang dia katakan soal menjaga kita dari bahaya.'

'Dengan cara mengkhianati kita?' Raden mencibir.

Aurel langsung menengok cepat kearahnya. 'Tidak membantu sama sekali,' Aurel membalas, yang hanya dibalas dengusan kesal Raden. 'Lihat, dia bahkan meninggalkan barang-barang ini untuk kita.'

Aurel melambai kearah dua Kriss dan tas pinggang Rico, dan aku juga masih menyimpan kacamata satu sisinya di kantung jaket penerbangku. Aku mengeluarkan kacamata itu dan menatapnya.

Code Name : Black RoseTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang