Incest

3.3K 301 45
                                    

.
.
.
.
.
Sorry for typo(s)
Mohon dimaklumi namanya juga manusia😌

.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
"Haechan kau mau apa?" suara berat itu menghentikan gerakan pemuda bersurai coklat madu itu. Kakinya cepat cepat menapak pada lantai dingin kamarnya.

Menahan nafas selama beberapa detik sebelum akhirnya memutar dengan cepat otaknya. Mencoba mencari alasan.

"Ah! Hyung? Kau sudah pulang?" tanya Haechan gugup sambil sesekali melihat raut muka yang tak menyenangkan dari sosok dihadapanya.

"Jika aku belum pulang berarti Kau ingin kabur hm?" Haechan menunduk merasakan aura tak menyenangkan dari sosok didepannya.

"AA-ani h-hyu---

"Jawab dengar benar Haechan!" tegas orang itu.

"Ti-tidak Jeno hyung!" Haechan memundurkan tubuhnya kebelakang merasa sosok didepanya semakin mendekat.

"Lalu kenapa kau membuka jendela itu?" pertanyaan dari sosok yang ia panggil Jeno membuat Haechan harus memutar otaknya lebih keras, untuk menemukan alasan lain.

"Ah-- tadi aku hanya ingin se-sedikit udara hyung! Hehehe"Haechan tertawa hambar, bisa Haechan rasakan bahwa sekarang kakinya bergetar karena Jeno yang semakin mendekat kearahnya, bahkan sekarang jarak keduanya sepuluh senti.

"Kuharap kau tak berbohong!" selesai menyatakan itu. Wajah Jeno sedikit turun, hingga sejajar dengan wajah menunduk Haechan.

"Angkat kepalamu!" Haechan perlahan mengangkat kepalanya. Ia tak ingin Jeno marah lagi.

Senyum miring tercetak dibibir Jeno melihat wajah ketakutan Haechan.

"Kau imut saat ketakutan Chanie" nada suara Jeno berubah lembut. Tangan kanannya terangkat menahan bebannya ditembok belakang Haechan. Sedang tangan kirinya mengelus pelan pipi gembil milik Haechan.

Tak butuh waktu lama setelah Jeno mengelus pipi Haechan, Jeno menjatuhkan bibirnya tepat di bibir cherry.

Melumat pelan bibir berwarna pink itu, dan berangsur kasar membuat Haechan mendesah tertahan. Haechan berusaha agar ia tak membuka mulutnya.

Namun, pertahan Haechan runtuh saat lidah Jeno berhasil masuk dan bermain didalam mulutnya. Mengajak lidahnya ikut berdansa dan saling bertukar saliva.

Kaki Haechan yang sedari tadi bergetar ketakutan semakin melemah.

Untung Haechan tidak sampai jatuh kelantai, karena Jeno dengan sigap memeluk pinggang Haechan.

Tangan Jeno ternyata tak berhenti dipinggang saja. Tanganya mulai turun kebawah, disusul dengan jemari nakalnya yang mulai menggoda belahan pantat berisi Haechan. Dan tentu membuat Haechan kembali mendesah.

Haechan bersyukur karena Jeno tak melanjutkan aksinya, saat mendengar teriakan seseorang yang memanggilnya dan Jeno untuk turun.

"Ck. Mengganggu saja!" gumam Jeno. Lalu, tanpa suara Jeno meninggalkan Haechan yang masih berusaha mengambil nafas.

Tubuh Haechan perlahan merosot kebawah. Tersenggal senggal mengambil nafas. Juga menahan air matanya.

Haechan mengusap kasar air matanya ketika suara yang sama berteriak kembali. Berusaha bangkit, dengan meyakinkan hatinya.

Ia tak ingin membuat manusia lainnya marah.
.
.
.
.
.
.
.

"Haechan-a apa kau lapar?" Pertanyaan itu menyambut Haechan ketika ia memasuki ruang makan. Tempat dimana Jeno dan seseorang betubuh jangkung dengan senyum menawan yang sekarang tengah berdiri.

Kisah Tentang MerekaDonde viven las historias. Descúbrelo ahora