Nirmala 02

3.3K 112 12
                                    

Cuaca terik di hari Selasa membuat siapa pun malas untuk keluar. Di rumah lebih baik dan bisa terhindar dari sinar matahari yang membakar kulit. Begitu pun dengan Kara, ia memilih di rumah saja dan menghabiskan hari yang membosankan di rumahnya. Ia hanya bisa makan, tidur, dan menonton koleksi serial drama Korea di laptopnya.

Kara bukanlah gadis yang tidak berbakat. Dia sangat berbakat. Gadis yang baru selesai Ujian Nasional di sebuah SMK terkenal di Jakarta itu sangat berbakat dalam bidang tata busana. Ia berbakat dalam menggambar sebuah karya fashion dan ia juga sangat pandai menggabungkan satu potongan kain dengan kain lainnya. Tapi ... kini ia sangat malas bertemu hal-hal yang berbau tata busana. Ia lebih memilih bertatapan dengan layar 11 inc yang dulunya jarang sekali ia buka. Dunia serasa miliki dirinya. Ia berasa di surga jika memiliki waktu yang banyak untuk menghabiskan hari-harinya hanya untuk menonton serial dram Korea.

Kara sedang tidur tengkurap di atas sofa ruang tamu dan membelakangi pintu rumah. Dengan laptop tepat di hadapannya membuat ia dengan leluasa memandang setiap oppa-oppa Korea yang ada di dalam sana. Namun kegiatan yang menurutnya sangat seru itu terganggu. Seseorang menarik bulu kakinya yang panjang namun tipis itu membuat ia terkaget-kaget.

"Papa!!!" pekiknya saat mengetahu siapa pelaku yang menganggu kesenangannya.

"Asik Korea saja. Nyusul Mama ke boutik sana," kata Yudha yang duduk di sela kaki Kara. Gadis itu malah diam bergeming. Ia masih nyaman dalam posisinya yang terkurap.

Kara melihat sekilas ke belakang, ke arah Yudha. "Malas, Pa. Panas," balas Kara yang kembali asik menonton drama Korea terbaru.

Yudha memukul betis Kara yang berhasil membuat Kara terkejut dan menjerit. "Aduh, Papa. Sakit tau," rintih Kara sambil mengganti posisi tengkurapnya menjadi posisi duduk dan mengusap-usap betisnya yang telanjang tanpa sehelai benang pun. Lengkap sudah penderitaannya kali ini. Tadi bulu kakinya yang ditarik, sekarang betisnya kena tangan kasar sang papa. "Papa tega, ih, sama anak sendiri. Sakit tau, Pa," kata Kara merenggut.

"Kamu malas amat, sih? Bakat ada, tapi malas asah. Tanpa kuliah juga kamu bisa berkembang. Itu usaha Mama kamu membutuhkan kamu. Apa guna ada anak yang berbakat kalau tidak bisa menghasilkan apa-apa," kata Yudha mendumel panjang lebar.

Kara hanya bisa mendengarnya saja. Ia tidak berani menjawab perkataan Yudha. Jika satu kata saja ia keluarkan untuk membantah, Yudha akan duduk di sampingnya selama berjam-jam. Namun, Kara mengingat sesuatu. Ia melihat jam dinding dan melihat angka yang ditunjuk oleh jarum di dalam sana.

"Pa!" panggil Kara tanpa melihat ke arah Yudha. Tapi ia melihat ke arah jam dinding yang tertenteng cantik di hadapannya.

"Hm!" Yudha hanya mendehem saja tanpa melihat ke arah putrinya juga.

"Ini jam berapa, Pa?" tanya Kara yang masih fokus pada pandangannya tadi. Ia takut bahwa dirinya salah melihat angka yang ada di dalam jam karena kebanyakan nonton Korea.

Yudha melihat ke arah jam tangan yang tertenteng rapi di tangan kirinya. "Jam 10," kata Yudha dengan santainya.

"Hari apa, Pa?" tanya Kara lagi sembari melihat kalender di dekat jam tersebut.

Yudha pun ikut melihat ke arah kalender tersebut dan mencari-cari tanggal dan hari ini. "Hari Selasa," kata Yudha lagi dengan sangat santai.

Kara mengkerutkan keningnya. Apa yang ia lihat tidak ada yang salah. Tapi ... "Kenapa Papa di rumah jam segini? Nggak kerja?" tanya Kara yang kebingungan.

Nirmala [Terbit]Where stories live. Discover now