I'm warning you

1.7K 249 72
                                    

Lembayung senja menaungi kota Seoul ketika Jimin selesai dengan pekerjaannya di kantor. Begitu langkah kaki mengantarnya keluar dari gedung, yang menyambut pria itu adalah udara dingin dan aroma tanah akibat hujan yang belum lama reda. Jimin berhenti sejenak, matanya berusaha menyesuaikan diri dengan semburat petang di luar ruangan.

Setelah beberapa saat dan Jimin memutuskan untuk kembali melangkah menuju parkiran mobil, tiba-tiba ponsel dalam saku celananya bergetar halus. Jimin ingin mengangkatnya, namun beberapa senior kantor yang menyapa dirinya membuat Jimin mengurungkan niat, sampai akhirnya getaran tersebut berhenti dengan sendirinya.

Jimin menghela napas panjang. Begitu para senior berlalu, barulah ia bergegas menyeberangi koridor terbuka dan berjalan menuju bangku beton yang terletak tidak jauh dari parkiran. Jimin merogoh saku untuk mengeluarkan ponsel, dan tidak butuh waktu lama baginya untuk mengembangkan senyuman, begitu tahu siapa yang sudah menghubunginya. Tepat sebelum Jimin menekan tombol dial, ponselnya kembali bergetar untuk kedua kalinya.

"Yeoboseyo?"

"Jimin-ssi!" Lengkingan suara berat Taehyung di seberang sana membuat Jimin tersenyum geli. Ia meletakkan dokumen-dokumen dan tabung gambar yang sedari tadi ditentengnya di atas bangku beton, kemudian duduk di sana. "Ini kau baru pulang kerja? Atau masih di kantor?"

"Baru saja pulang, tapi masih di dekat kantor. Ada apa, Manis?"

Taehyung berdecak kesal karena Jimin semakin senang menggodanya. "Jangan panggil Manis, aku bukan kucing!" protesnya. "Jimin-ssi, kau yang mengirimkan empat porsi menu makanan dari bar Meat & Great ke apartemenku ya? Astaga Tuhan, kau ini... Untung aku ada di rumah. Kalau tidak bagaimana coba?"

"Oh, sudah sampai ya?" Bukannya menjawab langsung, Jimin justru terkekeh. "Habisnya ada yang ingin sekali mencoba masakan Yoongi-hyung, tapi belum kesampaian, sih. Makanya aku minta tolong Yoongi-hyung menyuruh pegawainya untuk mengantar pesanan ke rumahmu. Enak tidak? Sudah dicoba?"

Taehyung menghela napas. Antara ingin berterima kasih, atau mengomeli Jimin yang bertindak di luar dugaan. Tapi tidak dipungkiri, hati kecil Taehyung senang saat tebakannya benarーJimin yang melakukannya. "Empat porsi? Kau bercanda, Jimin-ssi? Memang aku gentong?"

"Duh bukan begitu," Jimin gemas, "itu maksudnya biar orang-orang di rumahmu juga bisa mencobanya, Hyungie-ah. Berapa orang sih di rumahmu? Empat sama Jeon Jeongguk?"

Taehyung terdiam sesaat. "Tiga. Jeonggukie sudah kembali ke apartemennya tadi pagi, sekalian berangkat ke kantor. Dia bilang sih malam ini tidak ke sini karena ada yang mau diurus. Jadi hanya ada aku, Papa, dan Namjoon-appa. Dan kau tau? Papaku sampai kaget lihat tiba-tiba ada kurir yang mengantar makanan ke rumah. Soalnya kami sama sekali tidak memesan apa-apa."

Jimin tergelak seketika mendengar penjelasan panjang lebar Taehyung. "Kalau begitu bonusnya kau habiskan ya, sayang soalnya. Ternyata aku salah hitung."

"Ck. Makanya jangan sok surprise." Jimin bisa membayangkan wajah ngambek Taehyung dan itu membuatnya menahan senyum. "Pantas saja waktu itu kau bertanya di mana alamatku. Kenapa repot-repot begini? Kan bisa saja aku ke sana kalau nanti ada waktu. Tapi omong-omong, terima kasih banyak ya, Jimin-ssi. Kebetulan Papaku tidak masak hari ini."

"Sama-sama," jawab Jimin. Kepalanya menengadah, dan Jimin bisa merasakan tiupan angin sore menyapa wajahnya lembut. Suara kekehan senang Taehyung dan aroma hujan benar-benar membuat tubuh lelahnya menjadi lebih rileks. "Aku sedang ingin memberikan kejutan saja padamu, Hyungie-ah. Soalnya aku kangen tiba-tiba."

"....."

"Hyungie memang tidak kangen sama Ichi?"

Di tempatnya sana, Taehyung menggigit bibir. Jimin ini, kalau bicara selalu saja to the point. Tidak jauh beda dengan Jeon Jeongguk yang mulutnya manis kalau ada mau. Membuat hati deg-degan saja.

Love Cycle ✔Donde viven las historias. Descúbrelo ahora