Realita mengatakan bahwa Raskya dan Adit tak mungkin bersama. Semua hal manis terkadang berujung kepahitan, sama halnya dengan kisah Raskya dan juga Adit.
Geitsa bertanya pada Raskya,"Lo udah ga sama Adit?"
"Iya," jawab Raskya dengan singkat.
"Get apa gw salah?" lanjut Raskya.
"Gw yakin lo pasti punya alasan yang matang untuk mutusin ini," jawab Geitsa dengan bijak.
"Sekarang orang-orang mandang gw sebagai manusia bodoh yang nolak laki-laki baik," ujar Raskya dengan wajah yang melemah.
Tiba-tiba Raskya bertanya,"Apa gw balik ke Adit lagi?"
"Please Kya, lo juga ada hak untuk punya keputusan," "jangan diambil pusing dengan kata orang-orang yang ga tau perasaan lo,"
Semenjak keputusan Raskya untuk meninggalkan Adit menjadi suatu beban bagi Raskya. Pertanyaan demi pertanyaan dari orang datang padanya, dan bahkan menyebut Raskya sebagai manusia bodoh.
"Raskya, hei!!" tegur Geitsa yang tak percaya sahabatnya menjadi selabil ini,"lo ga boleh terus-terus mikir ini,"
"Gw serba salah," jawab Raskya.
"Sekarang lo harus tenangin diri dan coba pikir sebaik mungkin tentang ini," saran Geitsa pada Raskya yang sedang duduk termenung, "dan lo harus bangkit karena lo harus kuat,"
"Gw pesenin matcha latte sama cake matcha ya," tawar Geitsa untuk mengembalikan suasana hati Raskya.
Dititik rendah seperti ini, Raskya bersyukur bisa mempunyai teman baik seperti Geitsa. Yang selalu ada disisi dan tanpa perlu diminta untuk selalu hadir, melainkan karena hati nurani.
***
Malam telah tiba, Raskya duduk di balkon kamarnya ditemani dengan segelas matcha latte. Pikirannya dihantui oleh seribu pertanyaan tentang mengapa ia bisa memutuskan hubungan dengan Adit.
"Anya kok belum tidur?" Misya menghampiri anaknya yang sedang duduk termenung.
"Anya belum bisa tidur bu,"
"Kamu lagi ada masalah apa?" tanya Misya pada Raskya.
"Apa keputusan yang Anya buat salah?"
"Enggak, karena setiap keputusan yang diambil pasti ada alasannya," jawab Misya mengelus puncak kepala Raskya.
"Kenapa orang-orang memandang Anya sebagai manusia bodoh ya bu?" Pertanyaan yang terlontar adalah segala pertanyaan yang menghantui isi kepalanya.
"Karena orang-orang gak tahu apa yang kamu rasakan, mereka hanya bisa berkomentar tanpa tahu perasaan orang lain," Dengan sabar Misya menjawab pertanyaan yang sebenarnya tak harus Raskya lontarkan.
"Ibu malu punya anak seperti aku?" Raskya menatap ibunya dengan tatapan menyelidik, "Anya itu anak yang gak tahu di untung ya bu?" lanjut Raskya.
"Kamu selalu membanggakan ibu," "tenangkan pikiranmu karena otak dan hati kamu perlu istrirahat," Misya meninggalkan kamar anaknya dengan hati yang sedih dan Raskya pun menuruti kata ibunya.
Baru saja menarik selimutnya Raskya mendengar bunyi notifikasi dari ponsel miliknya, yang menandakan ada sebuah pesan. Dan segera Raskya membaca pesan tersebut.
+628564789
Raskya, besok siang saya tunggu kamu di kafe vanilla. Saya Nanisa ibunya Adit.
***
"Kania, siang ini saya ada pasien?" tanya Raskya pada asistennya.
"Seharusnya Ameera tapi tadi dibatalkan dan diganti jadi minggu depan," jawab Kania.
"Saya siang ini ada urusan dan mungkin gak balik lagi ke kantor," ujar Raskya kembali melanjutkan aktivitasnya.
"Oke mbak,"
Akhirnya Raskya menepati janjinya untuk datang menemui ibunya Adit, Nisa. Sebenarnya ia tak tahu atas dasar apa ibu Nisa ingin bertemu dengan Raskya. Ia sudah berada di kafe vanilla sekitar sepuluh menit yang lalu dan akhirnya orang yang ia tunggu datang.
"Tante," sapa Raskya dengan hangat dan mengulurkan tangan.
"Kamu keterlaluan, anak saya kurang apa?" cecar Nisa.
"Adit terlalu baik untuk saya," Raskya menarik nafas, " dan Adit gak bisa buat saya bahagia dengan selalu ada bersama saya," jawab Raskya dengan jujur.
"Kamu tuh perempuan bodoh juga gak tahu diri," "ternyata benar dugaan saya, kamu hanya ingin mempermainkan Adit saja," cibir Nisa.
"Saya minta maaf tante, saya benar-benar gak bisa melanjutkan hubungan ini,"
"Pokoknya kamu harus nikah dengan anak saya," tegas Nisa,"atau kamu akan saya buat hancur," dan pergi meninggalkan Raskya.
Ternyata banyak kebaikan seseorang akan tertutupi oleh sebuah keburukan. Semakin hari semakin banyak cobaan yang dihadapi Raskya dan semakin banyak alasan untuk ia menyalahkan dirinya sendiri.
***
Setelah bertemu dengan Nanisa, ibu Adit tadi siang. Raskya segera pulang ke rumah untuk menenangkan dirinya. Sekarang ia sedang bimbang untuk menghubungi Adit, terlalu banyak tekanan untuk memaksakan ia bersama dengan Adit. Dan akhirnya ia memberanikan diri untuk menghubungi Adit.
"Halo Dit,"
"Iya, apa kamu mau balik sama aku?"
"Dit, tolong jauhin aku," "dan setelah aku putusin memang seharusnya kita ga bisa bersama-sama Dit," ujar Raskya, dan sambungan di seberang sana tak ada suara.
"Semoga kamu bisa dapat pasangan yang lebih tulus cinta sama kamu tapi bukan aku orangnya Dit," lanjut Raskya.
"Terima kasih atas waktumu untukku," Raskya segera memutuskan sambungan teleponnya.
Raskya sadar keadaan menjadi seperti ini karena keegoisannya dan juga ia terlalu terobesesi dengan Adit. Awalnya ia hanya menyukai Adit namun seiring jalannya waktu perasaan itu perlahan sirna. Dan akhirnya menimbulkan sebuah obsesinya terhadap Adit karena ketampanan dan profesinya Adit.
***
"Kenapa Kya yang cantik?" tanya Geitsa yang sedang berbaring diranjangnya.
Hari ini adalah hari libur dan Raskya memutuskan untuk menginap di rumah Geitsa yang tak begitu jauh jaraknya, sekitar 2 kilometer dari rumah Raskya.
"Kemarin ibunya Adit ngancam gw," ujar Raskya.
"Dia ga terima?"
"Dan ibunya suruh gw tetap nikah dengan Adit,"
"Seenak jidat ibunya aja bilang begitu," "kan ini keputusan lo, jadi suka-suka lo dong," balas Geitsa memperbaiki posisinya menjadi duduk.
"Apa gw ikutin aja kata ibunya Adit?"
"Nah itu gw ga yakin, pokoknya lo harus jadi wanita yang independen," jawab Geitsa dengan lugas.
"Sekarang lo harus bersikap bodo amat sama pendapat orang dan lo harus buat hidup lo jadi bermakna," "lo cantik dan juga baik, jadi lo tenang aja," terang Geitsa dengan meyakinkan.
"Tapi Get, ini gw bukan putusin hubungan pacaran," "yang gw putusin ini hubungan pertunangan dan pernikahan yang bakal dilaksanakan bulan depan," tutur Raskya dengan mimik muka yang cemas.
"Yang bayar semua biaya kan ayah lo, jadi ya pihak Adit gak ada ruginya dong,"
"Aneh gak sih? Adit sedih tapi gak maksa lo untuk balik ke dia, justru yang maksa itu ibunya," Geitsa mulai memberikan sebuah konspirasi yang sedikit masuk akal.
"Bisa jadi," jawab Raskya.
Meski hanya saling bertukar cerita, mencoba resep baru, dan berenang itu saja sudah membuat Raskya terhibur juga sedikit melupakan masalahnya yang ada.
***

STAI LEGGENDO
Yang Hilang Takkan Kembali
Storie breviKisah Raskya seorang Psikolog dan Rafardhan yang berprofesi sebagai tentara. Di pertemukan lewat sebuah kejadian yang tak terduga di Jogja, mereka selalu bersama dengan penuh kebahagiaan. Hingga Raskya yang mempunyai wajah ceria seperti bunga mataha...