2. #Bisa disebut bahagia

550 36 2
                                    

Happy reading:')

***

Hari ini, menjadi hari cukup menyenangkan bagi seorang Resya. Betapa tidak, menurutnya segala aktivitas dihari ini cukup menyenangkan untuk di lalui jika tidak ada sesuatu yang di luar kendali, tentunya.

Pagi ini Resya berangkat sekolah seperti biasa. Dan sekarang jarum jam telah menunjukkan angkat 9:49 pagi.  Sebentar lagi bel istirahat akan berbunyi. Sekarang sedang berlangsung pelajaran matematika bersama guru wanita yang selalu tampil modis dengan umur yang masih berkepala dua. Perlu diketahui bahkan di garis bawahi, bahwasannya matematika merupakan mapel pertama bahkan satu-satunya yang ia gemari.

Dengan matematika, Resya merasa hidupnya berjalan begitu mulus, semua persoalan selalu mendapatkan cara penyelesaiannya. Namun kenyataannya, tak sesederhana itu, sih. Hidup Resya bahkan tak dapat di perhitungkan sulitnya. Begitu tak logis untuk di selesaikan. Yah, bagaimana mungkin ada orang tua yang begitu membenci anak kandungnya sendiri dan lebih menyayangi anak anggkat ketimbang dirinya. Setidaknya masih ada orang diluar sana yang akan meragukan. Namun kenyataannya seperti inilah.

Resya terduduk malas lalu menyingkirkan polpoin bermerek kenko itu dari tangannya lalu terjatuh ke bawah. Dia tak peduli. Yang terpenting ia telah menyelesaikan soal-soal yang di berikan sang guru. Bahkan sebelum murid lain menyelesaikannya. Dengan soal sebanyak 15 soal yang harus di selesaikan dengan penyelesaian satu buah soal selembar kertas tulis. Itu cukup sulit bagi siswa lain, namun tidak untuk Resya.

Disaat yang lain masih asyik berkutat dengan soal-soalnya. Ada yang sibuk menghitung-hutung dengan jari, ada yang mengetuk-ngetuk kepalanya dengan sengaja berharap dapat mendatangkan ide lalu muncul bola lampu yang bersinar, ada juga yang sibuk menulis sampai-sampai seluruh wajahnya dipenuhi keringat, cukup memerhatikan. Resya yang sedikit mengantuk memilih tuk menenggelamkan kepalanya bersandar pada meja.

"Resya angela!" baru sesaat Resya memejamkan matanya, tetapi suara manis Bu Ftria sudah membuatnya harus bangun. Resya mendongkan kepalanya menatap sang guru.

"Kamu kenapa? Sakit?" tanya bu Ftria lembut, Resya hanya menggelengkan kepalanya.

"Lah, terus kenapa tidur? Tugas saya berikan sudah siap kamu kerjakan?

"Sudah bu, makanya Resya tidur, Bu."

"Ya udah sini kumpulkan pada Saya. Jika benar semua nanti saya tambahkan poin plus buat kamu." mendengar itu Resya langsung bersemangat, berjalan ke depan menuju meja guru dengan ceria.

"Tapi awas jika satu saja salah Saya tambahkan lima soal lagi. Karena kamu sudah berani seenaknya tidur saat pelajaran."

"Sip, Bu, tenang!" ucap Resya sambil memberi hormat pada Bu Ftria. Kemudian langsung kembali ke tempat duduk semula. Resya duduk di bangku barisan kedua deretan meja ketiga. Ia duduk sendirian karena memang begitu aturan semua siswa maupun siswi duduk sendiri dalam satu meja ukuran pas itu.

"Ayo yang lain, segera kumpulkan tugas kalian. Saya tunggu jarum jam 12 pas, itu artinya tiga menit lagi. Jika buku kalian belum terssusun rapi di atas meja Saya, Saya tak akan menerima satupun tugas kalian lagi. Kecuali milik Resya."

Mendengar penuturan Bu Ftria seluruh murid lain segera dengan panik menyelesaikan soal-soal tersebut. Dengan buru-buru, ada juga yang berdorong sesama demi segera menyerahkan buku tugasnya atas meja sang guru. Bu Ftria memang terkenal tegas dan mengirikan untuk sebagian murid. Namun, tidak untuk Resya. Gadis itu malah menilai guru itu terlalu manis untuk menjadi seorang guru matematika. Sekali lagi, hanya untuk gadis bernama Resya angela.

"Bahaaaahaha..." Resya tertawa ngakak melihat salah satu siswa terjatuh ke lantai akibat berlari begitu laju. Untung saja suaranya terkalahkan dengan suara murid lain yang kepanikan. Begitupun sang guru, ia tak melihat juga tak mendengar suara tawa Resya akibat terhalang kerumunan murid di mejanya.

Siswa laki-laki dengan perawakan tubuh panjang berkulit putih dengan rambut acak-acakan itu, berusahan bangkit kembali dari lantai. Lalu menatap Resya tajam. Resya yang mendapatkan pelototan semacam itu, spontan menghentikan tawanya.

Ah, ternyata di Rizky atau yang biasa anak-anak sapa Kiki. Itulah namanya, si ketua kelas yang menurut Resya keterlaluan malas. Itu sih, pandangan Resya saja.

"Ngapain lo ketawa-ketawi? Mau gue sumpal mulut lo pakek koas kaki gue?" pekik cowok itu. Setidaknya ia tidaklah begitu konyol untuk pura-pura tidak terjadi apa-apa.

Perkataan Rizky barusan benar-benar bukanlah sebuah ancaman menyeramkan untuk gadis sejenis Resya. Terbukti, gadis itu malah membalas dengan menjulur lidah dari mulutnya, sambil berucap "bodo"

"Jadi cewek merek aja, kelakuan sejenis cowok."

"Udah sana, banyak bacot. Mending cepetan kumpul tuh buku, daripada kena impas semua," kata Resya masih dengan nada songongnya.

***

"Oke, siang anak-anak." sapa seorang guru yang baru saja melangkah masuk ke dalam kelas. Disahuti oleh siswa siswi lain segera.

Kali ini akan berlangsung pelajaran Bahasa Indonesia. Pelajaran paling membosankan untuk seorang gadis yang kini bermain-main pena di tangannya. Gadis itu ialah Resya, baginya pelajaran Bahasa Indonesia adalah kebalikan dari matematika.

Dengan matematika semua hal dapat di perhitungkan. Sedangkan dengan bahasa Indonesia semua mempunyai opini masing-masing. Kesimpulannya, Resya tak menyukai yang tak pasti.

"Baik anak-anak, ibu mau kalian duduk secara berpasang-pasangan untuk melanjutkan pembelajaran kita mengenai wawancara." titih sang guru yang telah berumur empat puluh sekian kira-kira. Guru berkaca mata itu bangkit dari kursi yang ia duduk, dengan selembar kertas absensi siswa.

"Ayo, langsung tukar saja. Anak cowok barisan ini tukar dengan cewek barisan ini. Pindah tetap menurut tempat duduk. Jadi yang disebelah kalian nantinya adalah teman satu kelompok kalian. Ayo, segera pindah tanpa suara."

Banyak siswa-siswi berlenggang-lenggang pindah haluan. Barisan Resya juga mendapatkan jatah pindah posisi mencari anak cowok. Resya hanya berputar-putar bingung untuk duduk di mana. Hingga sang guru kembali menegurnya.

"Resya angela! Kamu kenapa terus putar-putar dari tadi? Pasangan kamu dengan Rizky saputra, itu." ucap sang guru cukup tegas. Hingga membuat gadis itu tak berani lagi membantah memilih segera duduk di samping Rizky yang tersenyum tak suka.

"Eh, pecel. Ngapain duduk samping gue lo? Harusnyakan si Putri kalau lo gak bikin ulah tadi." bisik Rizky pada Resya. Bisikan cowok itu semacam bisikan syaitan yang ingin merasuki tubuhnya, sampai membuat bulu kudu nya berdiri.

"Mana gue tau." balas Resya singkat, tak jelas, sungguh terlalu ehh sungguh padat.

"Pokonya lo aja deh, yang ngerjain sendiri."

"Yah, kok gue. Lo-lah, kan lo ketua kelas yang baik. Gue mana jago pelajaran ginian." Resya dan Rizky sama-sama saling berselisih. Padahal suasana kelas sedang terdiam senyap. Di karenakan sang guru yang berlebel killer tersebut.

"Rizky saputra. Resya angela. Kalian berdua keluar dari kelas saya. Buat tugas wawancara data diri berdua. Kumpulkan sebelum Saya, keluar kelas nanti." teriak sang guru berkacamata, sambil memukul meja di depannya dengan keras. Membuat seisi kelas memandang kearah dua orang makhluk tak beruntung itu.

"Baik, bu, terima kasih atas perhatiannya. Resya pamit keluar Assalamualaikum." ujar Resya dengan ceria di hadapan sang guru lalu segera meleset keluar. Di ikuti Rizky yang garuk-garuk kepala melihat aksi konyol Resya. Ia fikir gadis itu hendak meminta maaf ternyata di luar dugaan.

"Permisi bu," pamit Rizky sopan sambil merunduk dengan sebuah buku dan pena ditanggan, lalu melangkah keluar mencari tuan putri si pembuat kekacauan ini. Mungkin dia di taman.

***

Salam cinta dari Saya
maulinar18









RainfallTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang