🍀 Aldi dan Yua

755 89 6
                                    

Sudah siang, tetapi Aldi masih bergulung di balik selimut. Perutnya perlahan mulai membaik, hanya saja rasa lemas membuat pemuda itu malas bergerak. Pagi tadi ia sudah diserang diare, tak cukup sampai disitu, Aldi pun tiga kali muntah. Sakit yang benar-benar menyempurnakan hari liburnya.

Untunglah dua sahabatnya tidak menginap di kosannya. Jika menginap, hal pertama yang akan mereka lakukan ketika terjaga adalah menyeret Aldi ke rumah sakit.

Juna harus segera pulang karena merindukan ibunya, mengingat sedikit sekali waktu yang mereka miliki untuk bersama. Sementara Aries pun diburu waktu karena pagi-pagi sekali harus berangkat ke salah satu stasiun televisi, menjadi pengiring bersama crystallus orchestra.

Aldi mendesah keras-keras saat perutnya kembali terasa melilit dan disertai bunyi aneh——seperti bunyi perut ketika lapar. Padahal Aldi sama sekali tidak merasa demikian.

"Ck, siapa sih ganggu banget!" gerutunya di sela-sela ringisan rasa sakit.

Lelaki itu mengambil ponselnya, melihat siapa yang mengganggunya hari ini. Dan ternyata Yua. Aldi menggeser ikon gagang telepon berwarna hijau, lantas menerima sambungan telepon dari si gadis cerewet.

"Hallo, kenapa?"

"Galak banget, Mas. Buka pintu coba. Gue di depan kosan lo nih."

Aldi melotot dan refleks menegakkan tubuhnya. Bagaimana mungkin Yua ada di depan kosannya? Dari mana pula dia tahu alamatnya?

"Cepat, Aldi!"

Aldi mengusap kupingnya yang pengang karena teriakan Yua di seberang telepon. Dengan sedikit tertatih ia langsung berjalan hendak membuka pintu.

"Hai!" sapa Yua sembari memamerkan senyum manisnya.

"Lo tahu dari mana kosan gue?"

"Feeling seorang gebetan," sahut gadis itu sekenanya.

Jika tidak sedang sakit, Aldi pasti memaki Yua karena alasan konyolnya. Boro-boro memaki, rasanya Aldi ingin tidur saja seharian.

"Kosan lo enak, ya? Walaupun enggak terlalu besar, tapi nyaman kalau buat dua orang doang. Kecuali kalau kita punya anak, harus pindah ke rumah yang agak luas."

"Bodo amat anjir."

Diam-diam Yua tersenyum. Pernyataannya barusan memang menggelikan, tetapi itu merupakan harapan terbesarnya. Yua tak peduli seandainya dianggap terlalu agresif. Anggap saja ini bentuk usahanya untuk mendapatkan Aldi. Hanya melempar kode pada lelaki tidak peka seperti dia memang takkan berbuah apa pun.

Semalam Juna mengabarinya kalau Aldi sakit. Siapapun Juna dan Ariea, Yua sangat berterima kasih. Dari mana mereka mendapatkan kontaknya, Yua tak peduli.

"Gue bawa obat nih. Gak harus gue jelasin dong buat apa-apanya?"

Aldi mendelik sebal. Tentu saja ia tahu. Yua mengeluarkan tiga jenis obat; vesverum, gasela, dan novagesic. Sayang, anak itu tak turut serta membawa obat diare. Entah dari mana dia mengetahui alamat dan perihal sakitnya.

"Makanya, Al, kalau diajak makan tuh harus mau. Jangan bilang udah makan atau malas terus. Mampus kan sekarang lambung lo demo besar-besaran."

"Berisik."

"Minumnya di mana? Biar gue ambilin deh. Yua lagi baik nih sama calon suami."

Ck. Untuk kesekian kalinya Aldi berdecak mendengar ocehan gadis itu yang sama sekali tak berfaedah. Dulu pertama kenal, Yua begitu manis, meskipun bawel. Sekarang kenapa dia harus jadi seagresif ini? Aldi terkadang malu dibuatnya jika Yua sudah berulah. "Air hangat aja, di kamar. Ambil termosnya ke sini."

"Dih keenakan si tuan."

"Yang nawarin siapa, yang ngomel siapa. Dasar sempak dugong."

Tak lama Yua kembali dengan termos dan gelas di tangannya. "Panas banget airnya, campur yang dingin dikit, ya?"

"Gak usah. Biarin gitu aja, enggak bakal langsung gue minum juga. Kalau dinginnya cepat malah bikin mual."

"Lo kok kayak emak-emak yang lagi ngidam sih, Al?"

"Pala lo meletus!"

Yua terkesiap saat ponsel dalam saku celananya bergetar.

Juna
Yua, gue titip Aldi, ya. Di rumah lagi banyak saudara. Enggak enak kalau misal gue pergi, lagian besok udah di asrama lagi. Perhatiin makannya, ya, tolong. Sakit maagnya lagi sering kumat.

Me
Siap kapten.
Fokus aja sama latihannya.
Tenang, teman lo gak bakal mati kok.

Gadis itu tersenyum, tak menyangka kalau persahabatan laki-laki bisa sedemikian hangat.

Aries
Yua, gue titip Aldi. Biarpun udah bangkotan, tapi dia gak beda jauh sama bayi gede.

Me
Teman lo aman sama gue, Ri, tenang aja.

Ini lagi si drummer dari bongkahan es batu. Walau terkesan cuek, tetapi Aries itu perhatian dengan caranya. Sebelumnya Yua tak berteman dengan mereka. Namun, semalam entah mengapa dua orang itu mengirimkan pesan secara bersamaan padanya.

"Kenapa lo senyum-senyum?"

"Gak pa-pa. Al, lo butuh apa? Biar gue beliin deh. Lo udah makan apa belum?"

"Lo kok perhatian banget sama gue? Jangan-jangan lo suka, ya?"

"Emang iya gue suka sama lo. Terus kenapa?"

Blush.

Niat Aldi ingin menggoda, tetapi kalimat gadis itu yang terlalu frontal malah membuatnya malu sendiri. "Gue udah makan tadi."

"Makan apa? Makan angin?"

"Bego."

"Siapa? Elo? Emang."

Aldi memalingkan wajahnya ke arah lain. Malas juga terus berdebat dalam kondisinya yang seperti ini.

"Gue keluar dulu, ya, Al. Pintunya jangan dikunci. Mau cari makanan, nanti lo mati kalau gak makan-makan. Itu obatnya lo minum sekarang tapi, biar nanti gue balik lo bisa makan."

"Iya nanti."

"Sekarang, depan gue!"

"Galak banget."

"Sekarang, Al. Nih, ya, nanti gue pergi ke depan. Terus beli makanan, balik ke sini, lo belum minum obat. Pas makan, lo muntahin. Apa enggak sia-sia tenaga gue?"

"Perhitungan banget heran."

Sebenarnya Yua tidak benar-benar perhitungan. Ia hanya ingin Aldi segera sembuh. Jujur saja Yua tidak tenang sejak dikabari semalam oleh sahabat Aldi.

Setelah memastikan kalau dua obat yang memang harus diminum sebelum makan itu tertelan, Yua segera beranjak meninggalkan kosan Aldi. Ia harus membeli makanan sekarang.

--tbc--

Never Lose HopeWhere stories live. Discover now