Prolog

5 0 0
                                    


                Kudorong pintu mobil dengan kuat sehingga menimbulkan suara yang keras. Beberapa orang yang penasaran langsung memperhatikan. Aku mendesah panjang kala menyadari sikap keingintahuan mereka. Apa yang mereka dapatkan dari aksi mereka?

                 "Baiklah... ayah akan menjemputmu sepulang sekolah nanti," ucap ayahku akhirnya. Kedua sudut bibirku terangkat. Akhirnya!

                "Beneran ,yah?" Tanyaku masih tak percaya.

                "Iya... Sana masuk ke sekolah!" ucap ayahku.

                "Baiklah! Sampai jumpa!" ucapku sambil melambai ke arahku. Mobil Kijang ayahku kemudian melaju menuju jalan raya. Aku hanya mengamatinya dari kejauhan. Ketika mobil ayahku hendak menyebrang, sebuah motor melaju kencang hingga menabrak mobil ayahku tepat pada posisi ayahku menyetir. Pintu mobil itu lepas dan hancur.

                 Pengemudi laki-laki yang menabrak ayahku terlempar jauh. Dengan sekuat tenaga aku langsung berlari menghampiri mobil Kijang ayahku. Nafasku tersekat. Kakiku lemas. Badanku gemetar. Ayahku kini berlumur darah.

                 "Tolong!" teriakku berharap ada orang yang membantu ayahku. Yang kuinginkan adalah ayahku selamat. Beberapa orang berlarian melihat kami. Mereka hanya melihat tanpa berinisiatif menolong.

                  "Panggil Ambulance!" teriakku kesal. Mereka pun menyadari intonasi suaraku telah berubah. Dengan cepat mereka menelpon ambulance. Seharusnya sedaritadi mereka melakukannya. Bagaimana jika ayahku tak tertolong karena sikap bodoh mereka?!

                   Kulihat ayahku yang kini menunjukan senyum kecut. Dasar! Aku tahu bahwa dia kini menahan rasa sakit yang luar biasa. Seharusnya ia menunjukan rasa sakit itu agar dapat berbagi kepadaku yang hanya menatap cemas kearahnya. Sial! Dimana ambulance sialan itu?

                     "To...long.. dia,' ucap ayahku sambil menunjuk kearah pengemudi yang menabraknya.

                     "Yah! Pikirkanlah dirimu sendiri! Dia pantas untuk mati!" teriakku marah.

                      "Ak..u..tak...pernah .... Mengaja..ri....mu... seperti.. itu...," ucap ayahku tersengal-sengal. Perlahan-lahan ayahku mulai menutupkan kedua matanya. Aku berteriak kencang. Menyumpahhi segala seuatu penyebab terjadinya kematian ayahku. Sial! Aku belum mengucapkan salam perpisahan.


You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Sep 29, 2018 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

Too Sassy For YouWhere stories live. Discover now