+ t w e n t y e i g h t

21 2 0
                                    

Sudah dering ketiga, tetapi Jimin tak mengangkat panggilannya sama sekali. Myunghee yang baru saja turun keluar dari supermarket apartemen barunya menatap layar ponsel dengan bingung, disana ada riwayat panggilan yang jarang ia temui seperti Jimin🤍 not answered. Karena selain meleponnya karena kebetulan Jimin sedang ada urusan mendadak, lelaki itu selalu mengangkat panggilannya. Sudah tiga hari, ia ingin berbicara dengannya tapi tak ada harapan sama sekali.

Saat hendak berbalik, gadis itu menemukan presensi yang familiar. Tubuh kurus, rambut pirang, dan kulit pucat seperti tepung. "Yoongi-ssi?" Sapanya ragu, takut-takut ia salah orang.

"Oh, kau Myunghee, ya? Selamat siang." Jawab Yoongi dengan senyum yang membuat pipinya mengembang. "Kau habis menghadiri acara? Penampilanmu sangat rapi."

Myunghee juga ikut tersenyum. "Aku baru saja menghadiri workshop di Itaewon. Kau sendiri? Tak bersama Hoseok-ssi?"

"Kau tahu HopeStreet beberapa blok dari sini aku baru kesana beberapa menit lalu untuk mengecek beberapa kelengkapan yang kurang dan juga Hoseok... Dia sibuk meladeni dua orang yang mabuk. Kau tak tahu?"

"Siapa?"

"Park Jimin dan Kim Taehyung."

-o0o-

Hoseok berkacak pinggang melihat dua orang yang tertidur di barnya sejak pagi hingga saat ini, siang hari dengan terik matahari masuk dari jendela besar. Bahkan Hoseok menemukan Jimin masih meminum tetesan terakhir vodkanya di pagi buta sebelum tumbang karena tak tahan dengan matanya yang semakin memberat. Satu orang tidur di kursi bar dengan kepala yang ditenggelamkan diantara tangan yang di lipat, satu orang lainnya mengambil posisi di sofa pelanggan yang dianggap sofa rumahan baginya. Karena mereka berdua, Hoseok jadi terpaksa tidur di kantornya karena tak bisa meninggalkan kedua anak manusia ini yang anehnya menjadi temannya sejak masa SMA.

Saat Hoseok sedang berpikir bagaimana cara membangunkan Park Jimin dan Kim Taehyung dan mengirimnya ke rumah masing-masing, ada seseorang masuk ke dalam barnya. "Oh maaf kami belum buk—Myunghee?" Gadis itu menghampiri Hoseok lalu membungkuk menyapa sekaligus meminta maaf. "Tak perlu meminta maaf, mereka memang selalu merepotkanku lagian, aku tak pernah kaget lagi kau tak usah khawatir."

"Ah iya... Tetap saja mereka ini—ah yang benar saja." Myunghee menghampiri Park Jimin yang tidur di meja bar. Mencoba membangunkannya walau percuma dan hanya dibalas erangan dan ngigau seperti, "Aku akan merebus pangsit sampai jadi kaldu ayam." Semacam itu.

Tak lama seorang wanita datang lagi ke HopeStreet, Hoseok sampai berpikir apakah ia harus memasang pintu dengan keamanan seperti brankas dibanding pintu jaring yang digunakan hanya untuk formalitas buka dan tutup. Hanya saja terbuyarkan karena ia menemukan Kim Taeyeon datang dengan menggebu-gebu dan dengan semerta-merta menjewer adiknya yang tertidur pulas di sofa sampai Kim Taehyung merengek kesakitan.

-o0o-

Jimin membuka matanya yang merah lebar-lebar, walau sangat perih ia terbangun karena ingatan terakhirnya ketika Jung Hoseok menepuk tengkuknya memberi peringatan disamping telinganya agar tak muntah di HopeStreet atau mati. Matanya memutar sekeliling menemukan dirinya tertidur di sofa kantor kecil Hoseok. "Sial, jam berapa ini?" Jimin mengangkat pergelangan tangannya yang pegal, ia tak menemukan jam tangannya disana ketika ia meraba sekitar sofa yang ia tiduri dengan malas dan tentu saja mata yang setengah terpejam, pandangannya menemukan jam tangan hitamnya melayang diatasnya—bukan melayang, melainkan Yoon Myunghee mengulurkan dan memperlihatkan jarum jam yang menunjuk jam 4 sore.

"Kau beruntung tak muntah di tempatnya Hoseok." Kata Myunghee dengan suara datar.

Jimin terdiam sejenak lalu buru-buru bangkit dan mengambil jam tangannya yang langsung ia lingkarkan di pergelangan tangan. "Terimakasih." Kata Jimin juga kelewat canggung. Rasanya ada bagian dirinya yang teriak untuk segera mengucapkan segala kalimat manis untuk Myunghee saat ini, hanya saja percakapan tadi malam membuat pikirannya tak bertindak demikian. Jadi setelah itu ia hanya menatap lurus melewati Myunghee yang berdiri di hadapannya. Melamun seperti mengumpulkan serpihan kesadaran yang buyar.

"Aku berbicara sebentar dengan Taehyung tadi, dia sadar lebih cepat darimu padahal ia jauh tak tahan dengan alkohol dibanding dirimu," Ujar Myunghee, ia mengulurkan tangannya di hadapan Jimin yang membuat lelaki itu mengangkat asatu alisnya. "Chikorita, kau tak bisa mengendarai dengan kondisi seperti itu."

Jimin merogoh saku belakangnya dan memberi kunci yang dimaksud tanpa berkedip. Ia tak mengerti kenapa ia menurut begitu saja ketika gadis itu membawanya ke suatu pekarangan yang sangat padat dengan jalan yang kecil. Dengan kepala yang sangat pusing, ia sampai di sebuah apartemen kecil, bisa dibilang hanya memiliki 2 kamar pada tiap lantai hingga lantai 3. Myunghee membawa langkahnya ke lantai 2 dimana ada satu pintu bernomor 3, ketika Myunghee memencet bel, keluar seorang pria yang sudah cukup berumur yang sangat ia ingat wajahnya.

Jimin memiringkan kepala sembari menyipitkan mata, tak salah lagi dia adalah pria yang bermasalah dengannya karena memukul Jihyun ketika mobil tuanya tersenggol Chikorita yang dikendarai adiknya. "Myunghee, apa urusanmu dengan dia?"

Myunghee melirik Jimin dengan penampilan kusutnya yang lingkar matanya semakin menghitam. "Dia ayahku, pria yang berselingkuh dengan ibumu dan menghancurkan hidup kita berdua."

Different I; The Horrible ✔Where stories live. Discover now